TRIBUNLOMBOK.COM - Penangkapan Bupati Kabupaten Langkat, Sumatera Utara berbuntut panjang.
Pasalnya, ditemukan penjara di rumah milik pria bernama lengkap Terbit Rencana Peranginangin tersebut.
Penemuan itu terjadi saat KPK melakukan OTT di kediamannya.
Sontak, penemuan penjara tersebut menuai tanggapan dari berbagai pihak.
Termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Migrant CARE.
Pihaknya menyebut sang bupati telah melanggar Hak Azasi Manusia (HAM).
Baca juga: Ngeri, KPK Malah Temukan Penjara di Rumah Bupati Langkat Saat Lakukan OTT, Polisi: Tak Ada Izinnya
Baca juga: Kerangkeng di Rumah Bupati Langkat: Sudah 10 Tahun dan 4 Orang Dikurung Dalam Kondisi Babak Belur
Mereka juga menyebut Terbit telah melakukan perbudakan modern terhadap para pekerja kebun sawit.
Perlu diketahui, kediaman pribadi Terbit berada di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Langkat.
Dari penelusuran Migrant CARE, terdapat dua penjara yang digunakan Terbit Rencana untuk menyiksa para pekerja.
"Bahwa situasi ini jelas bertentangan dengan hak asasi manusia, prinsip-prinsip pekerjaan layak yang berbasis HAM, prinsip anti penyiksaan.
Di mana pemerintah Indonesia telah meratifikasi dan hak atas kebebasan bergerak yang diatur dalam instrumen HAM," kata Penanggung Jawab Migrant CARE, Anis Hidayah, melalui sambungan telepon genggam, Senin (24/1/2022).
Baca juga: KPK Bantu APH di NTB Atasi Kendala Penanganan Korupsi, Perkuat Alat Bukti Kerugian Negara
Ia mengatakan, adanya dugaan perbudakan modern dan perdagangan manusia ini jelas sudah melanggar Undang-undang nomor 21 Tahun 2007.
"Bahkan situasi diatas mengarah pada dugaan kuat terjadinya praktek perbudakan modern dan perdagangan manusia yang telah diatur dalam UU nomor 21/2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang," ucapnya.
Dilahan belakang rumah Bupati Langkat ditemukan ada kerangkeng manusia yang menyamai penjara (besi dan digembok) untuk para pekerja sawit di ladangnya.
"Ada dua sel di dalam rumah Bupati yang digunakan untuk memenjarakan sebanyak 40 orang pekerja setelah mereka bekerja," ungkapnya.
Anis mengatakan, para pekerja kebun sawit juga kerap mendapat penyiksaan oleh orang suruh Terbit.
Bahkan, para pekerja juga mengalami luka-luka lebam akibat penyiksaan yang dilakukan.
"Para pekerja yang dipekerjakan di kebun kelapa sawitnya, sering menerima penyiksaan, dipukuli sampai lebam-lebam dan sebagian mengalami luka-luka," jelasnya.
Setiap harinya, kata Anis para pekerja dipekerjakan secara paksa oleh Terbit. Bahkan, para pekerja harus bekerja selama 10 jam lamanya.
"Para pekerja tersebut dipekerjakan di kebun kelapa sawitnya selama 10 jam, dari jam 8 pagi sampai jam 6 sore," ujarnya.
Setelah selesai bekerja, Terbit memenjarakan para pekerjanya agar tidak bisa lari kemana-mana.
Baca juga: KPK Awasi Penanganan Kasus IGD-ICU RSUD KLU yang Seret Wakil Bupati Lombok Utara sebagai Tersangka
"Setelah mereka bekerja, dimasukkan ke dalam kerangkeng/sel dan tidak punya akses kemana-mana," jelasnya.
Kemudian, para pekerja juga diberikan makan hanya dua kali dalam sehari. Itu pun, katanya makanan yang diberikan tidak layak dimakan oleh manusia.
Selain itu, para pekerja juga tidak mendapatkan upah atau gaji dari Terbit. Jika meminta upah, kerap pekerja mendapatkan pukulan dan siksaan.
"Setiap hari mereka hanya diberi makan 2 kali sehari. Selama bekerja mereka tidak pernah menerima gaji," katanya.
Dirinya berharap, dengan adanya kejadian ini Komnas HAM dapat mengambil sikap tegas. Di mana, hal tersebut jelas sudah melanggar aturan hukum yang sebagaimana telah berlaku.
FSPMI Sumut Minta Polisi Bergerak
Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia Provinsi Sumatera Utara (DPW FSPMI Sumut), Willy Agus Utomo mendesak aparat kepolisian bergerak mengusut dugaan perbudakan modern yang disinyalir dilakukan Bupati Langkat, Terbit Rencana Peranginangin.
Menurut Willy, sudah semestinya perbudakan dihapuskan dari atas bumi ini.
"Jika hal itu benar, maka kami sangat mengutuk keras perbuatan yang tidak berprikemanusiaan itu, dan kami minta agar kepolisian segera mengusut kasus ini.
Apa alasannya Bupati Langkat punya penjara khusus buruh," ucap Willy Agus Utomo dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Senin (24/1/2022).
FSPMI Sumut, kata Willy, mengecam keras perbuatan kejam yang diduga dilakukan oleh Bupati Langkat, Terbit Rencana Peranginangin.
Willy mengatakan, perbuatan itu sangat melanggar UU Ketenagakerjaan, Konfensi ILO (Organisasi Perburuhan Internasional) dan melanggar Hak Azasi Manusia (HAM).
Dimana, kata dia, cara-cara seperti ini melebihi perbuatan kolonial penjajahan terhadap para buruh perkebunan.
"Organisasi kami juga memiliki anggota buruh perkebunan di Sumatera Utara.
Ada sekira 20 perusahan perkebunan, tidak pernah mendapatkan kasus seperti itu.
Itu sangat kejam jika benar," ungkap Willy.
Willy pun berharap, kepolisian segera mengusut tuntas dugaan itu dan meminta proses penyelidikan dibuka ke publik tentang status penjara buruh milik Bupati Langkat tersebut.
"Pihak kepolisian harus segara kesana, karena diinfokan pada saat ditangkap KPK, ada sejumlah buruh yang sedang ditahan dan diduga disiksa dalam penjara tersebut, mereka harus segera dibebaskan," ucap Willy.
(wen/tribun-medan.com)