Korupsi Rp 1,01 Miliar, Mantan Sekdes di Lombok Utara Divonis Penjara 5,5 Tahun

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Sekdes Sesait, Kecamatan Kayangan, Lombok Utara Dedi Supriadi terdakwa korupsi DD/ADD tahun anggaran 2019 mengikuti sidang dengan agenda pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, Kamis, 6 Januari 2022.

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Wahyu Widiyantoro

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM – Mantan Sekretaris Desa Sesait, Kecamatan Kayangan, Lombok Utara, Dedi Supriadi dihukum penjara selama 5,5 tahun.

Dedi dinyatakan secara sah dan meyakinkan korupsi Dana Desa dan Alokasi Dana Desa (DD/ADD) tahun anggaran 2019.

Vonis pidana Dedi dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram di Mataram, Kamis, 6 Januari 2022.

Ketua majelis hakim Kadek Dedy Arcana memutus perkara Dedi berdasarkan pembuktian pasal 2 juncto pasal 18 UU RI No20/2001 tentang perubahan atas UU RI No31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Baca juga: Kades di Dompu Divonis 1 Tahun Penjara, Terbukti Korupsi Dana Desa Rp 115 Juta

“Oleh karenanya, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Dedi Supriadi dengan penjara selama 5 tahun dan 6 bulan,” ucap Kadek.

Selain itu, putusan hakim juga menjatuhkan pidana denda sebesar Rp200 juta.

Apabila tidak dibayar maka wajib diganti dengan kurungan selama 6 bulan.

Dedi pun diputus membayar pidana uang pengganti kerugian negara sebesar Rp1 miliar.

Baca juga: Mantan Kades Sampe di Sumbawa Jadi Tersangka Korupsi Dana Desa Rp 278 Juta

Apabila tidak dibayar dalam waktu satu bulan, maka harta benda Dedi akan disita dan dilelang negara.

Kemudian ada ketentuan apabila Dedi tidak punya harta benda untuk disita dan dilelang.

“Terdakwa wajib menggantinya dengan pidana penjara selama 2 tahun," ucapnya.

Dedi terbukti tidak dapat mempertanggungjawabkan proyek fisik desa dan meminjam modal BUMDes.

Kerugian negaranya mencapai Rp 1,01 miliar.

Desa Sesait pada tahun 2019 mengelola DD sebesar Rp 2,45 miliar.

ADD sebesar Rp 1,43 miliar.

Bagi Hasil Pajak dan Retribusi (BHPR) Rp 235,15 juta.

Dan sisa lebih penghasilan tetap Rp 668,45 juta.

Anggaran itu kemudian dipakai untuk membiayai pembangunan jalan antardusun senilai Rp 178,58 juta.

Proyek yang menghubungkan tiga dusun ini gagal selesai 100 persen karena ditolak masyarakat.

Kerugian lainnya timbul dari pembangunan Bale Pusaka dengan anggaran Rp 250 juta.

Proyek pembangunan Talud Ara senilai Rp 320,19 juta.

Pengadan 1.760 batang bibit Durian sebesar Rp 260,48 juta.

Terdakwa Dedi juga meminjam dana penyertaan modal BUMDes Sesait sebesar Rp200 juta.

Tetapi, uang yang dicairkan Dedi itu malah raib.

Alasannya dipinjam untuk membiayai kegiatan fisik, tetapi dipergunakan terdakwa untuk kepentingan pribadi.

Penyimpangan anggaran juga pada dana bantuan Pemprov NTB untuk pengadaan bibit Durian Rp40 juta.

Yang hanya direalisasikan Rp22,19 juta.

Selisihnya tidak kunjung dikembalikan ke rekening desa.

Kemudian pada proyek pembangunan tribun pentas seni senilai Rp631,28 juta.

Awalnya dianggarkan untuk membangunan pasar desa.

Baca juga: Korupsi Benih Jagung di NTB, Rekanan Pengadaan Rp 17,25 Miliar Dituntut 10 Tahun Penjara

Pelaksanaan pembangunannya tribun ini terdapat kekurangan volume Rp502,82 juta.

Terdakwa juga mengambil pembayaran pajak galian C sebesar Rp36,14 juta.

Serta kelebihan anggaran pada setiap kegiatan sebesar Rp53,76 juta.

(*)

Berita Terkini