Mengutip riwayat percakapannya antara EF dengan EF, EP mengatakan kepada EF bahwa jalur kebijakan ini tidak bisa disamakan dengan jalur normal.
Bahkan, EP berani menjamin pelamar seleksi CPNS yang tidak lulus bisa diluluskan lewat jalur tersebut.
Tapi setelah berulang kali ditanya mengenai kepastian, EP selalu beralasan.
EF pun akhirnya jengah dan meminta pengembalian uang.
"Kita mau cabut uang tapi setelah itu sampai sekarang belum dikembalikan kita dijanjikan terus tiap minggu tiap bulan," jelas EF.
Bahkan pada Oktober 2021, EF dan EP sepakat dimediasi.
EF diberi hak menguasai sertifikat tanah oleh EP sebagai jaminan.
Jaminan bahwa EP sanggup mengembalikan uang Rp160 juta dalam tempo 1 bulan.
Tetapi hingga November 2021, ianji hanya tinggal janji. Uang EF tidak pernah kembali.
"Oktober kemarin itu jatuh temponya gadai sawah Bapak saya. Harus ditebus tapi uangnya tidak ada," kata EF.
Maka pada 5 November 2021, EF melapor ke Polresta Mataram tentang dugaan penipuan dan penggelapan dengan terlapor EP.
"Saya sebenarnya hanya ingin uang kembali tapi dia tidak ada itikad baik," kata EF.
Kasatreskrim Polresta Mataram Kompol Kadek Adi Budi Astawa membenarkan adanya laporan pengaduan tersebut.
Perantara inisial JT sudah lebih dulu dimintai keterangan pada Kamis pekan lalu.
Pekan ini dijadwalkan pemeriksaan EP.
Sementara Juru Bicara Kejati NTB Dedi Irawan mengatakan, EP bertindak atas nama diri pribadi yang tidak ada kaitannya dengan profesi jaksa.
(*)