Dia kini dibantu oleh istri dan anak-anaknya yang juga diajarkan berusaha disamping bertani di sawah.
Usahanya pun terus berkembang.
Dulu dia hanya memiliki warung kecil dengan barang dagangan terbatas.
Tapi saat ini warungnya sudah lebih besar dengan barang dagangan cukup beragam.
“Dulu warung saya kecil, pindah-pindah, sampai sekarang bisa bangun toko dan agak besar,” tuturnya.
Awal Mula
Amaq Kamat menuturkan, awal mula dia tertarik menjadi agen BRILink yakni ketika seorang petugas lapangan BRI bernama Erwin mampir ke warungnya.
Kala itu Amaq Kamat tertarik belajar menjual pulsa dan bertanya ke orang-orang termasuk Erwin.
”Waktu itu saya tanya-tanya bagaimana cara jualan pulsa, tapi dia menyarankan saya menjadi agen BRILink,” kata pria tamatan sekolah dasar (SD) ini,
Tertarik dengan saran itu, Amaq Kamat yang tidak terlalu melek tekonologi memberanikan diri datang ke kantor BRI untuk mendaftar sebagai agen BRILink.
Bagi orang kampung seperti Amaq Kamat, menjadi agen BRILink merupakan satu keberanian.
Selain butuh modal awal Rp 80 juta, dia juga sangat awam dengan teknologi, apalagi program semacam itu.
Tidak pernah terpikir di benaknya menjadi agen bank, dimana orang-orang akan datang ke warungnya melakukan transaksi.
Baca juga: 40 Buruh Migran asal NTB Dipulangkan, Terkendala Kesehatan dan Administrasi di Jakarta
Cukup membawa kartu BRI lalu menarik uang tunai atau mentransfer dana ke tempat lain dari warung kecilnya.
Meski tidak lancar berbicara bahasa Indonesia, untungnya Amaq Kamat bisa membaca dan menulis.
Perlahan dia terus belajar mengoperasikan mesin BRILink sampai lancar.
”Kalau ada kendala teknis pasti saya telpon orang BRI,” katanya.
Sekarang dia sudah sangat mahir, sehingga tidak ada kendala dalam setiap transaksi.
Dia berharap ke depan ada layanan khusus bagi para buruh migran, sehingga semakin memudahkan mereka melakukan transaksi.
Berita terkini di NTB lainnya.
(*)