Berita Lombok

KPK Sebut Skor NTB Turun, Piutang Pajak 6 Pemda Capai Rp 165,7 Miliar

Penulis: Sirtupillaili
Editor: wulanndari
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PENCEGAHAN KORUPSI: Suasana rapat koordinasi pemberantasan korupsi terintegrasi di NTB oleh KPK, di Mataram, NTB, Senin (28/6/2021).

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Sirtupillaili

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong pemerintah daerah di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) meningkatkan upaya pemberantasan korupsi terintegrasi di NTB.

Berdasarkan skor rata-rata indikator tata kelola pemerintahan daerah yang baik, nilai NTB menurun dibandingkan tahun sebelumnya.

Penurunan terjadi dari 77 persen tahun 2019 menjadi 76 persen tahun 2020.

Skor tersebut tertuang dalam aplikasi Monitoring Centre for Prevention (MCP) yang dimiliki KPK.

Ada delapan area intervensi dalam tata kelola pemerintah daerah yang baik di NTB tersebut.

Di antaranya, perencanaan dan penganggaran APBD, Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ), Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).

Kapabilitas Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).

Baca juga: 7.362 Bidang Aset Pemda di NTB Belum Punya Sertifikat, Dapat Berpotensi Rugikan Negara

Baca juga: Wakil Ketua KPK Beri ‘Warning’ Agar Kepala Daerah di NTB Tidak Korupsi

Manajemen ASN, optimalisasi pajak daerah, manajemen aset atau Barang Milik Daerah (BMD), dan Tata Kelola Dana Desa.

”Terdapat empat fokus area intervensi yang perlu mendapatkan perhatian serius pemda di NTB,” kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati Kuding, Selasa (29/6/2021).

Pertama, terkait Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), khususnya di Pemkab Sumbawa Barat dan Lombok Tengah masing-masing dengan skor 25,25 persen dan 43,5 persen.

Kedua, terkait Manajemen ASN khususnya untuk Pemkab Sumbawa Barat dengan skor 43,25 persen.

Ketiga, optimalisasi pajak daerah di beberapa pemda seperti Pemkab Lombok Utara, Lombok Tengah, Dompu dan Bima dengan capaian masih di bawah 50 persen.

Keempat, terkait tata kelola dana desa, khususnya untuk Pemkab Lombok Utara dan Sumbawa Barat masing-masing dengan skor 21 persen dan 50 persen.

Baca juga: Kedatangan KPK Ditolak Mahasiswa Mataram, Lili Pintauli: Setiap Orang Bebas Menyampaikan Aspirasinya

”Capaian indikator MCP ini telah KPK sampaikan kepada masing-masing pemda dalam rapat monitoring dan evaluasi (monev) program pemberantasan korupsi terintegrasi secara berkala,” ujarnya.

Selain empat fokus area tersebut, beberapa catatan KPK terkait fokus area lainnya dengan sejumlah rekomendasi perbaikan.

Diantaranya terkait PBJ, KPK merekomendasikan penambahan personel fungsional PBJ.

Pemberian tambahan pendapatan penghasilan (TPP) khusus untuk UKPBJ.

”Perlu ada peningkatan kompetensi SDM dan mendorong percepatan pelaksanaan probity audit,” katanya.

Sedangkan terkait optimalisasi pendapatan daerah, KPK mendorong melalui implementasi pemasangan alat perekaman pajak.

Perekaman pajak dilakukan melalui digitaliasi pembayaran pajak dan retribusi yang terintegrasi dengan sistem pemda.

Khususnya untuk pajak restoran, hotel, dan hiburan.

”Capaiannya masih terbatas baru 104 buah, berupa interceptor box dan web service,” jelasnya.

Kendala yang dihadapi berupa penolakan wajib pajak untuk dipasangkan alat tersebut.

Selain itu, ada beberpa pemda yang belum memiliki Peraturan Kepala Daerah (Perkada) terkait implementasi alat perekam.

Serta kendala teknis dalam pemasangan alat yang tidak didampingi pemda, atau terdapat wajib pajak yang enggan mengirimkan data secara regular.

”KPK juga mendorong komitmen Bank Pembangunan Daerah (BPD) NTB Syariah mendukung program pemda untuk meningkatkan pendapatan asli daerah,” katanya.

Selain itu, melalui program Implementasi Host to Host, hingga akhir April 2021 sudah terintergrasi dengan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Dari sepuluh pemkab/pemkot di NTB, baru empat yang sudah terimplementasi.

Kota Mataram, Lombok Utara, Dompu dan Kota Bima.

”Saat ini masih terus berproses, KPK berharap sampai dengan akhir tahun bisa terintegrasi 100 persen,” katanya.

Terkait Penguatan Kapabilitas APIP. KPK memandang penting untuk mendorong upaya penguatan APIP di masing-masing pemda.

Supaya proses pengawasan progam pembangunan di daerah bisa lebih maksimal.

Strategisnya peran APIP tercermin dari jumlah rencana aksi penguatan APIP mencapai 21 subindikator dari total 70 subindikator dalam MCP tahun 2021.

Meliputi proses review, konsultasi, probity audit, post audit, maupun rekomendasi, dan tindak lanjut perbaikan atas hasil temuan.

Beberapa kendala terkait APIP antara lain terkait kecukupan jumlah fungsional APIP tidak memadai dibandingkan dengan analisis jabatan atau analisis beban Kerja.

Kompetensi APIP juga menjadi perhatian yang perlu ditingkatkan terutama dalam pelaksanaan probity atau post audit.

Sementara terkait manajemen aset daerah, KPK bekerja sama kepada Kementerian ATR/BPN mendorong percepatan sertifikasi aset daerah.

Pada semester satu 2021 telah terbit 571 sertifikat milik pemda dan PT PLN.

Selain aset, KPK juga terus mendorong pemda memulihkan pendapatannya melalui penagihan piutang pajak.

Dari data KPK menunjukkan, enam pemda di NTB yaitu Kabupaten Bima, Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Timur, Sumbawa, dan Sumbawa Barat memiliki piutang pajak tahun 2020 mencapai Rp 165,7 miliar.

Hingga triwulan satu tahun 2021 piutang pajak yang tertagih baru sebesar Rp 3,1 miliar.

KPK mendorong agar piutang pajak tersebut segera ditarik.

(*)

Berita Terkini