Laporan Wartawan TribunLombok.com, Sirtupillaili
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM – Warga kembali menggugat status kepemilikan aset Pemprov NTB di daerah Gerupuk, Desa Sengkol, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah.
Gugatan dilayangkan ahli waris almarhum Saharudin Muhsin bersama tim kuasa hukum ke Pengadilan Negeri (PN) Praya, Selasa (23/3/2021).
Gugatan tersebut terdaftar dengan nomor perkara 29/Pdt.G/2021/PN.Praya.
Objek yang disengketakan berupa lahan seluas 25.082 meter persegi atau 2,5 hektare lebih.
Di atas lahan itu kini berdiri Kantor Budi Daya Laut Lombok, milik Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTB.
Lokasi lahan tidak jauh dari kawasan ekonomi khusus (KEK) Mandalika, Lombok Tengah.
Saefudin Zuhri, ahli waris almarhum Saharudin Muhsin menjelaskan, bapaknya berhak atas lahan tersebut.
Karena dialah yang membayar dana pembebasan lahan, bukan pemerintah.
Baca juga: Kampus UIN Mataram Ditutup 2 Minggu, Dosen Kembali Mengajar Daring
”Kami selaku ahli waris ingin pemprov menyerahkan aset tersebut kepada yang berhak,” katanya, Rabu (24/3/2021).
Ia menjelaskan, almarhum Saharudin Muhsin, merupakan pegawai Dinas Kelautan dan Perikanan NTB.
Tahun 1989, dia menjadi pimpinan proyek peningkatan prdoksi perikanan NTB.
Di saat bersamaan, Pemprov NTB membentuk tim pembebasan lahan untuk lokasi pembangunan kantor Balai Budi Daya Lombok.
Proyek itu merupakan bantuan Direktorat Perikanan Budi Daya, Kementerian Kelautan Perikanan (KKP).
Namun pada saat pembayaran, Pemprov NTB tidak memiliki dana.
Sehingga dia berinisiatif membayar tanah kepada 8 orang warga pemilik tanah.
”Almarhum selaku pimpinan proyek berinisiatif menggunakan uangnya dengan harapan pemprov akan mengganti dananya,” ungkap Saefudin, selaku ahli waris.
Apa yang dilakukan ayahnya semata-mata untuk menjaga wibawa dan nama baik pemerintah di mata masyarakat.
Tapi, setelah dana tersebut dibayar. Pemprov NTB tidak pernah mengalokasikan dana untuk mengganti biaya pembebasan lahan tersebut.
Tahun 1998, Pemprov NTB membuatkan sertifikat atas nama Pemprov NTB.
Baca juga: Bayi Laki-laki Dibuang Dalam Kardus, Polisi Temukan Dua Helai Rambut Diduga Milik Orang Tua
Sementara dana yang dikeluarkan Saharudin Muhsin tidak kunjung diganti.
”Almarhum merasa keberatan dan menahan sertifikat tanah itu sampai saat ini,” ujarnya.
Sejak sertifikat terbit, Saharudin Muhsin meminta Pemprov NTB mengembalikan tanah itu kepada dirinya.
Karena secara fakrual dialah yang membayar lahan tersebut.
Tapi sampai meninggal tahun 2011, Pemprov NTB tidak pernah mengindahkan permintaan Saharudin Muhsin.
”Kami sebagai ahli waris beberapa kali menanyakan dan meminta hak almarhum dikembalikan, tetapi tidak mendapat jawaban semestinya,” kata Saefudin.
Kini ahli waris ingin agar Pemprov NTB mengembalikan aset tersebut. Sehingga mereka melayangkan gugatan ke PN Praya.
Abdullah, penasihat hukum mengatakan, tahun 2011, Dinas Kelautan dan Perikanan NTB mengakui lahan itu dibayar almarhum Saharudin Muhsin kepada 8 orang pemilik lahan.
Dalam DIPA APBD I tahun 1989 juga tidak ditemukan mata anggaran untuk pembebasan lahan di Gerupuk, Desa Sengkol.
”Artinya pemerintah tidak memiliki aset tersebut,” katanya.
Persoalan tersebut juga sudah dilaporkan ahli waris ke Ombudsman RI.
Baca juga: Sempat Kabur ke Sawah, 5 Pria Pengguna Sabu Diringkus Polda NTB
Serta pernah melakukan gugatan pertama tahun lalu, namun ditolak pengadilan.
”Kami kembali mengajukan gugatan dengan bukti-bukti baru,” katanya.
Keluarga ingin Pemprov NTB bersikap adil dan menghargai upaya almarhum, dan mengembalikan lahan itu kepada para ahli waris.
Terpisah, Kepala Biro Hukum Setda Provinsi NTB Ruslan Abdul Gani mengatakan, pihaknya tidak bisa melarang orang menggugat.
Tapi tanah itu jelas dan sah merupakan milik Pemprov NTB.
”Itu bahaya ahli waris dibilang orang tuanya yang beli karena pemprov tidak punya uang, ini kan aneh,” katanya.
Menurut Ruslan, alasan-alasan itu tidak masuk akal.
(*)