Laporan Wartawan TribunLombok.com, Sirtupillaili
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM – Pusat Bantuan Hukum (PBH) Mangandar mempertanyakan perlakuan istimewa aparat terhadap AA (65), mantan anggota DPRD NTB, tersangka kasus pencabulan anak kandung.
Penangguhan penahanan dan rencana penyelesaian melalui jalur restorative justice dalam perkara itu dianggap sangat janggal.
”Penangguhan penahanan AA menunjukkan kepolisian tidak sensitif terhadap kasus-kasus kemanusiaan. Ini mengundang syak wasangka di tengah masyarakat,” kata Yan Mangandar, pendiri PBH Mangandar, Kamis (18/3/2021).
Baca juga: Mantan DPRD NTB Lecehkan Anak Kandung, Pengacara Korban Dorong Selesaikan Lewat Restorative Justice
Jika penangguhan penahanan karena alasan sakit, menurutnya masih bayak tersangka dalam kasus non kejahatan kemanusiaan sakit. Tapi mereka tidak ditangguhkan penahananya.
”Lalu kenapa di kasus yang melibatkan mantan pejabat legislatif 4 periode ini bisa ditangguhkan?” ujar Yan Mangandar.
Tonton Juga :
Terkait penyelesaian kasus melalui jalur restorative justice, Yan menjelaskan, salah satu syarat penting keadilan restoratif diterapkan yakni adanya pengakuan bersalah dari pelaku.
Sementra dalam kasus pencabulan yang dilakukan AA, sejak awal tersangka tidak mengakui perbuatannya.
Baca juga: Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Restorative Justice Kasus Pencabulan oleh Mantan DPRD NTB
Meski alat bukti, saksi, dan hasil visum telah cukup menyatakan dia bersalah, dia tetap tidak mengakui perbuatannya.
”Lalu apakah AA dalam surat damainya mengaku atau masih menolak?” katanya.
Selain itu, restorative justice juga hanya untuk kasus-kasus ringan.
”Bukan untuk kasus keji,” katanya.
Kasus pencabulan yang diduga dilakukan mantan anggota DPRD NTB itu akan terus dikawal aktivis kemuanusiaan.
”Koalisi mendukung kasus kekerasan seksual terhadap anak ditangani secara tuntas. Termasuk kasus AA dimana korban merupakan anak kandung (incest),” katanya.
Koalisi Anti Kekerasan Seksual Terhadap Anak di NTB terdiri hampir seluruh organisasi penggiat perlindungan anak dan isu kemanusiaan NTB.
Baca juga: Cabuli Anak Kandung, Mantan DPRD NTB Bebas, LPA: Restorative Justice Tak Pantas bagi Predator Anak
Koalisi juga didukung Dinas Pemberdayaan Perempuan, Pelindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (P3AP2KB) NTB, UPTD PPA dan DP3A Kota Mataram.
”Gerakan ini semata-mata untuk menuntut tegaknya hukum dan keadilan,” katanya.
Pertimbangan Kemanusiaan
Sebelumnya, Kasat Reskrim Polresta Mataram Kompol Kadek Adi Budi Astawa menjelaskan, penahanan tersangka AA ditangguhkan karena ada pertimbangan kesehatan.
AA telah menyampaikan surat keterangan kesehatan dari rumah sakit, dia mengidap penyakit paru-paru kronis.
Baca juga: Lecehkan Anak Kandung, Keluarga Minta Eks Anggota DPRD NTB Dikebiri
Dokter menyarankan AA harus berada di tempat bersih, tidak berdebu, dan makanan tidak boleh sembarangan.
”Makanya lebih baik diserahkan kepada keluarga, tetapi tetap wajib lapor,” ujarnya.
Terkait kemungkinan diselesaikan melalui jalur restorative justice, Kadek Budi belum berani memastikan.
”Nanti kita lihat perkembangan berikutnya, kita juga belum dapat masukan dari teman-teman kejaksaan,” katanya.
Proses penyidikan terhadap kasus AA, menurut Kadek masih berjalan normal. Hanya saja proses penyidikan sedikit terhambat karena pihak pelapor justru ingin mencabut laporannya. Mereka juga tidak ingin ikut dalam proses selanjutnya.
”Terus sempat kita ajak mereka rekonstruksi, mereka tidak mau rekonstruksi,” katanya.
Pihak pelapor juga telah menyampaikan, jika kasus tersebut lanjut sampai persidangan, mereka tidak mau hadir.
”Sehingga itu menjadi situasi yang harus kita pikirkan bersama,” katanya.
Kepolisian sampai saat ini belum pernah mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).
(*)