Kurikulum Merdeka
7 Kunci Jawaban Cerita Reflektif Modul 2 PSE Topik 2: Peran Guru dan Kompetensi Sosial Emosional
Referensi jawaban cerita reflektif Modul 2 PSE Topik 2 PPG 2025 tentang peran guru dan kompetensi sosial emosional.
TRIBUNLOMBOK.COM - Modul 2 Topik 2 Program PPG 2025 mengangkat tema penting tentang Pembelajaran Sosial Emosional (PSE), sebuah pendekatan yang tak hanya menekankan pencapaian akademik, tetapi juga pengembangan karakter dan kesejahteraan emosional peserta didik.
Dalam topik ini, guru diajak untuk merefleksikan peran mereka sebagai teladan serta bagaimana penerapan nilai-nilai sosial emosional dapat dilakukan secara nyata dalam pembelajaran.
Sebagai bagian dari tugas reflektif, peserta PPG diharapkan menyusun narasi yang menggambarkan pengalaman, pemahaman, dan aksi nyata mereka dalam menerapkan prinsip-prinsip PSE di lingkungan kelas maupun sekolah.
Cerita reflektif ini tidak hanya menjadi penilaian formal, tetapi juga wadah penguatan kesadaran diri dan profesionalisme pendidik.
Artikel ini menyajikan kumpulan contoh jawaban cerita reflektif dari berbagai subtopik penting yang dibahas dalam modul ini, seperti:
Peran Guru sebagai Teladan dalam membentuk karakter siswa,
Penerapan PSE dalam Konteks Keteladanan yang mencerminkan nilai-nilai integritas dan empati,
Integrasi Kompetensi Sosial Emosional dalam Pembelajaran di kelas, dan
Aksi Nyata sebagai bentuk kontribusi guru dalam menciptakan lingkungan belajar yang positif.
Baca juga: Kunci Jawaban Cerita Reflektif Modul 2 CASEL PPG 2025
Bagi Anda yang sedang mengikuti PPG 2025 dan merasa kesulitan menyusun cerita reflektif, contoh-contoh berikut dapat menjadi inspirasi dalam menyusun jawaban yang sesuai dengan konteks pengalaman pribadi dan tuntutan modul.
Pastikan untuk menyesuaikan narasi dengan pengalaman mengajar Anda sendiri agar tetap autentik dan mencerminkan profesionalitas Anda sebagai pendidik.
Simak kumpulan contoh jawaban cerita reflektif Modul 2 Topik 2 PPG 2025 selengkapnya di bawah ini.
1. Refleksi Peran Guru sebagai Teladan dalam Keseharian
Sebagai pendidik, saya menyadari bahwa peran saya tidak berhenti di ruang kelas. Sikap, tutur kata, dan keputusan yang saya ambil menjadi sorotan peserta didik setiap saat. Oleh karena itu, saya berusaha menjaga integritas dan konsistensi perilaku.
Saya selalu mencoba hadir tepat waktu, menjaga komunikasi yang sopan, dan bersikap adil terhadap semua siswa. Terkadang, saat saya merasa kurang sabar atau emosi, saya memilih jeda sejenak untuk refleksi. Saya ingin menunjukkan bahwa menjadi manusia itu wajar, tetapi bertanggung jawab atas tindakan adalah teladan yang ingin saya wariskan.
2. Pentingnya Penguasaan SEL bagi Guru
Menguasai Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) bukan sekadar tambahan, melainkan bagian penting dari kompetensi profesional guru. Ketika guru memiliki kesadaran emosi dan empati, interaksi dengan peserta didik menjadi lebih mendalam dan efektif.
Saya menyadari bahwa suasana kelas yang inklusif dan penuh kepedulian hanya bisa tercipta jika guru sendiri mempraktikkan nilai-nilai seperti menghargai perbedaan, memberi ruang aman untuk berekspresi, dan menunjukkan pengendalian diri dalam situasi sulit.
3. Kolaborasi sebagai Wadah Tumbuh Kembangkan Kompetensi Sosial Emosional
Saya percaya bahwa pembelajaran terbaik terjadi dalam komunitas. Saya secara rutin berdiskusi dengan rekan guru dan Guru BK untuk berbagi strategi dalam memperkuat keterampilan sosial emosional siswa.
Melalui forum diskusi mingguan, kami mengkaji studi kasus, mengevaluasi respons siswa terhadap pendekatan tertentu, dan merancang skenario pembelajaran berbasis empati atau refleksi. Kolaborasi ini memperluas wawasan saya dan menumbuhkan kesadaran bahwa membangun karakter bukan tugas individual.
4. Integrasi Nilai-Nilai SEL ke dalam Perencanaan Pembelajaran
Setiap rencana pembelajaran yang saya buat kini tidak hanya mempertimbangkan aspek kognitif, tapi juga afektif. Misalnya, ketika menyusun modul ajar, saya sisipkan aktivitas reflektif seperti jurnal perasaan, role play konflik sosial, atau diskusi empati.
Dengan menyisipkan aspek pengelolaan emosi, komunikasi asertif, dan kesadaran sosial, saya berharap siswa mampu membawa nilai-nilai tersebut ke luar kelas—baik di rumah, masyarakat, maupun media sosial.
5. Komitmen untuk Terus Belajar Mengenai PSE
Saya menyadari bahwa pemahaman saya tentang PSE masih perlu ditingkatkan. Oleh karena itu, saya mengikuti webinar, membaca artikel terkini, dan menonton video dari narasumber inspiratif. Ada beberapa hal yang ingin saya dalami lebih lanjut, seperti:
Mendesain rubrik asesmen sosial emosional
Mengintegrasikan SEL dalam pembelajaran berbasis projek
Menyusun modul dengan pendekatan mindfulness dan empati
Saya percaya bahwa guru yang terus belajar adalah guru yang memberi inspirasi.
6. PSE dalam Konteks Interdisipliner
Nilai-nilai PSE dapat ditanamkan dalam setiap mata pelajaran. Dalam Bahasa Indonesia, saya ajak siswa menulis cerita dengan sudut pandang orang lain (empati). Dalam IPS, kami diskusikan dampak konflik sosial terhadap emosional anak-anak. Saat pelajaran IPA, kami bahas tanggung jawab lingkungan dari sisi emosional dan sosial.
Melalui pendekatan ini, peserta didik belajar bahwa keterampilan sosial emosional bukan teori semata, tetapi bagian nyata dari hidup mereka sehari-hari.
7. Rencana Aksi Nyata Guru Sebagai Role Model
Sebagai bentuk konkret peran saya sebagai teladan, saya merancang pembelajaran bertema “Berpikir Kritis dan Berempati dalam Merespons Keberagaman.” Di dalamnya, saya mengajak siswa berlatih mendengarkan aktif, menanggapi dengan hormat, dan menelusuri alasan di balik perbedaan pendapat.
Aktivitas ini dikemas dalam bentuk diskusi kelompok, pembuatan poster, dan refleksi pribadi. Selain itu, saya menunjukkan sikap terbuka terhadap kritik dan selalu mengingatkan diri bahwa teladan terbaik adalah yang ditunjukkan melalui tindakan sehari-hari, bukan hanya nasihat.
(TribunLombok)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.