Aktivis Lingkungan Gelar Aksi Demo Tolak Proyek Seaplane dan Glamping di Kawasan TNGR
Pembangunan yang tidak berbasis pada kajian ilmiah dan partisipasi publik jelas akan memperburuk kondisi lingkungan di Gunung Rinjani.
Penulis: Rozi Anwar | Editor: Idham Khalid
Dok. Istimewa
LINGKUNGAN - Ratusan pemdemo yang terdiri dari warga, mahasiswa, aktivis lingkungan saat menggelar aksi demonstrasi besar-besaran di depan Kantor Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR), Rabu (9/7/2025).
Berikut enam tuntutan utama massa aksi:
- Segera hentikan dan batalkan permanen rencana pembangunan proyek SeaGlamping dan seaplane di TNGR, termasuk segala bentuk investasi pariwisata yang berpotensi merusak ekosistem, kualitas air, dan integritas kawasan inti TNGR yang sudah sangat rapuh.
- Evaluasi dan audit total tata kelola TNGR, termasuk zonasi, pendapatan, SOP keselamatan, dan transparansi alokasi dana untuk masyarakat penyangga. Kami menuntut agar hasil audit tersebut dipublikasikan secara terbuka, guna memastikan bahwa pengelolaan TNGR sejalan dengan prinsip keberlanjutan.
- Lindungi Danau Segara Anak sebagai ruang spiritual dan ekologi, bukan sebagai landasan pesawat atau objek komersial. Danau Segara Anak adalah bagian dari warisan budaya dan spiritual masyarakat Suku Sasak yang tidak boleh dijadikan lahan investasi jangka pendek.
- Publikasikan secara penuh pendapatan dan alokasi dana yang diterima oleh TNGR dari segala bentuk kegiatan pariwisata dan pengelolaan kawasan. Kami mendesak agar transparansi anggaran tersebut diperlihatkan kepada publik, agar masyarakat dapat mengetahui secara jelas bagaimana dana tersebut digunakan.
- Transparansi dan revisi zonasi TNGR dengan pendekatan ilmiah yang independen dan partisipatif, yang melibatkan masyarakat lokal, akademisi, serta aktivis lingkungan. Zonasi yang ada seharusnya tidak hanya berpihak pada kepentingan industri pariwisata, tetapi juga pada pelestarian lingkungan hidup dan kesejahteraan masyarakat lokal.
- Evaluasi seluruh izin pariwisata yang dikeluarkan di kawasan TNGR, termasuk izin untuk warung, ojek, guide, porter, dan operator trekking (TO). Kami mendesak agar seluruh izin tersebut diperiksa kembali dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap ekosistem dan kehidupan sosial-ekonomi masyarakat setempat.
(*)
Berita Terkait
Baca Juga
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.