Berita Kota Mataram
Kepemimpinan Iqbal–Dinda Disorot Akademisi dan Aktivis dalam Diskusi Publik
Sorotan tajam terhadap citra kepemimpinan Gubernur NTB H Lalu Muhamd Iqbal dan Wakil Gubernur Hj Indah Dhamayanti Putri bergulir dalam forum ini
Penulis: Rozi Anwar | Editor: Idham Khalid
Ia menyayangkan Gubernur saat ini yang justru meragukan kinerja bank tersebut tanpa memahami historis maupun capaian institusinya. “Kalau ada yang tidak sehat, justru itu pikiran gubernurnya, bukan Bank NTB-nya,” sindir Najamuddin.
Ia juga mengungkapkan kekhawatiran bahwa pernyataan semacam itu dapat merusak kepercayaan publik dan mengganggu stabilitas perbankan di NTB, yang selama ini telah berjalan baik.
Najam menyinggung pertubuhan ekonomi diangka mines 1,47 yang diumumkan oleh Kementerian Dalam Negeri. Dengan kodnisi ini, kata Najam, pemerintah NTB harus mencari penyebab merosotnya pertumbuhan ekonomi NTB.
Ia bahkan menyebutkan potensi kontraksi ekonomi yang cukup mengkhawatirkan.
“Jika penyerapan anggaran tetap rendah, kita bisa jatuh ke minus 3 persen. Itu artinya kematian ekonomi, meningkatnya angka kemiskinan, berdampak ke angka stunting dan memburuknya indeks pembangunan manusia.” kata Najam.
“Kalau indeks pembangunan kita rendah, pasti akan terjadi instabilitas, terjasi pencurian dan sebagainya, dan bisa saja pemerintah pusat itu menghentikan pemerintahan ini,” sambungnya.
Pandangan Guru Besar Unram
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mataram, Prof. Dr. Mansyur Afifi, memaparkan analisis tajam dan mendalam tentang pencitraan politik, khususnya dalam konteks pemerintahan Gubernur dan Wakil Gubernur NTB saat ini. Ia menyoroti pentingnya strategi pencitraan dalam komunikasi politik modern, seraya mengingatkan bahwa tidak semua pencitraan akan berujung pada keberhasilan.
“Pencitraan politik itu adalah alat penting dalam komunikasi politik modern. Tidak ada pemimpin yang tidak membangun citranya. Kalau kita sekarang melarang Iqbal-Dinda melakukan pencitraan ya gak bisa, karena setiap orang itu membutihkan pencitraan,” tegas Prof. Mansyur.
Ia mencontohkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai figur yang berhasil membangun citra sebagai sosok sederhana dan merakyat.
“Pak Jokowi itu selalu ingin menunjukkan bahwa beliau orang biasa. Bukan bangsawan atau priayi. Itu strategi citra yang otentik dan berhasil karena sesuai dengan kepribadiannya,” ujar Mansyur.
Dalam konteks NTB, Prof. Mansyur menyinggung belum adanya dokumen resmi seperti RPJMD, sebagai rujukan ke mana arah kepemimpinan Dinda–Iqbal hendak dibawa. Ia menyebut bahwa evaluasi terhadap pencitraan Gubernur dan Wakil Gubernur NTB saat ini masih prematur karena dokumen perencanaan tersebut belum tersedia.
“Saya sudah cari, tapi RPJMD-nya belum ada. Jadi belum bisa kita katakan pencitaan gubernur kita ini gagal,” ucapnya.
Namun, Prof. Mansyur juga mengingatkan bahaya pencitraan yang gagal. Ia memisalkan pernyataan tentang kondisi Bank NTB yang jelek. Hal itu akan membuat citra dalam institusi juga buruk.
“Misalkan, seperti tadi ketika beliau (TGH Najamudddin) mengatakan Iqbal menyampaikan bahwa kondisi Bank NTB jelek, itu sebenarnya merusak semangat kerja orang-orang di bank tersebut. Apalagi jika tidak sesuai fakta,” katanya.
Mansyur tak ragu mengkritik strategi pencitraan yang menurutnya justru kontraproduktif. Ia menyoroti kebijakan pembentukan Pansel Bank NTB Syariah yang justru mengundang kontroversi.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.