Pembunuhan Istri di Dompu

Kisah Aira dan Fikra, Yatim Seusai Ibunya Dibunuh sang Ayah di Dompu

Setibanya di sana, Ita langsung histeris mendapati putrinya tergeletak bersimbah darah dengan sejumlah luka sayatan

|
Penulis: Robby Firmansyah | Editor: Idham Khalid
TRIBUNLOMBOK.COM
TRAGEDI PEMBUNUHAN - Dua anak, Fikra dan Aira di rumah sang nenek di Dusun Nangasi, Desa Marada, Kecamatan Huu, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB), pada Selasa (17/6/2025). 

TRIBUNLOMBOK.COM, DOMPU - Pagi itu, Sabtu, 7 Juni 2025, menjadi awal hari yang tak akan pernah dilupakan oleh Aira, bocah perempuan berusia 8 tahun di Dusun Nangasia, Desa Marada, Kecamatan Huu, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Dengan langkah kecil dan napas tergesa-gesa, Aira datang ke rumah neneknya, Ita (56) membawa kabar dengan suara lirih, memberitahukan kabar ibunya, Sri Wahyuningsih (28) tergeletak.

Sang nenek, tak sempat bertanya panjang lebar, langsung berlari menuju rumah putrinya (Sri Wahyuningsih) yang berjarak sekitar 15 meter.

Setibanya di sana, Ita langsung histeris mendapati putrinya tergeletak bersimbah darah dengan sejumlah luka sayatan senjata tajam di tubuhnya.

Belakangan diketahui, pelaku pembunuhan merupakan Saymsudin (31) yang tak lain adalah suami dari Sri Wahyuningsih.

"Waktu saya temukan itu, Sri Wahyuningsih sudah dalam kondisi meninggal dunia," ungkapnya.

Setelah kepergian Sri Wahyuningsih, Aira bersama Fikra adiknya yang belum genap satu bulan, kini hidup sebagai anak yatim, diasuh oleh neneknya di rumah permanen berukuran sekitar 9x9 meter.

Tak Ingin Diasuh Orang Lain

Ita menyampaikan, pasca kasus pembunuhan yang dialami putrinya, banyak pihak yang datang meminta untuk mengadopsi putra korban.

Namun, pihak keluarga menolak karena tak ingin sang cucu diasuh orang lain. Ita mengaku dua cucunya ini akan jadi sosok pengganti bagi ibunya yang tewas terbunuh. 

"Cucunya saya ini jadi pengganti ibunya, jadi saya tidak rela memberikannya kepada orang lain untuk diadopsi," ujarnya.

Hal senada juga disampaikan kakak kandung korban, Marjan. Dia menegaskan bahwa putra korban tak akan diizinkan untuk diadopsi orang lain.

Lebih lanjut, dikatakan bahwa dua anak korban tetap mendapat pendampingan dari pihak Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Dompu.

"Pendampingan tetap dilakukan DP3A untuk pemulihan psikologis anak korban. Mereka juga sudah komitmen untuk tetap peduli terhadap anak-anak ini," jelasnya.

Bantah Korban Banyak Utang

 

Disinggung terkait dugaan bahwa pembunuhan itu terjadi akibat pelaku malu lantaran korban memiliki banyak hutang, Ita dengan tegas membantahnya.

Menurut dia, putrinya terpaksa berhutang kepada warga sekitar atas dasar permintaan dari suaminya, Syamsudin.

Jika tak pulang dengan membawa uang hasil pinjaman, korban akan menjadi sasaran penganiayaan pelaku.

Hasil pinjaman itu, ungkap dia, bukan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, tetapi untuk memenuhi hasrat Syamsudin yang diduga sudah kecanduan narkoba.

Selain diduga tersandung penyalahgunaan barang haram tersebut, Syamsudin diduga kerap menghabiskan uang pinjamannya untuk judi online.

"Istrinya yang disuruh pinjam uang buat dia konsumsi narkoba, main perempuan dan judi slot. Setelah kejadian ini baru semua terungkap," bebernya.

Ita mengungkapkan, selama setahun terakhir ini hutang terduga pelaku diperkirakan sudah mencapai Rp300 juta.

Karena tak ingin piutang ini menjadi sumber pertengkaran bagi putri dan suaminya, sebagai sang ibu dia bahkan rela menjual tanah dan ternaknya untuk melunasi piutang tersebut.

Pada awal tahun 2025, lanjut dia, ada sekitar Rp200 juta piutang yang dibayar tunai kepada sejumlah rentenir di Kecamatan Huu.

"Yang saya bayarkan hutangnya sampai Rp300 juta. Saya bayar sekaligus awal tahun kemarin sekitar Rp200 juta, belum lagi yang lain Rp2 juta, Rp3 juta dan Rp5 juta," terangnya.

Ita mengatakan, Syamsudin sempat bekerja di tambang tembaga milik PT. STM di Kecamatan Huu. Namun, tak berselang lama ia keluar dan menganggur di rumah.

"Selama bekerja itu uang gajinya tak pernah diberikan kepada istrinya, ATM di simpan di rumah orangtuanya," kata Ita.

Kronologi Penangkapan Pelaku

TAMPANG PELAKU - Suami yang diduga menghabisi nyawa istrinya, di Desa Marada, Kecamatan Hu'u Syamsudin digiring ke ruang pemeriksaan Polres Dompu, pada Sabtu (7/6/2025).
TAMPANG PELAKU - Suami yang diduga menghabisi nyawa istrinya, di Desa Marada, Kecamatan Hu'u Syamsudin digiring ke ruang pemeriksaan Polres Dompu, pada Sabtu (7/6/2025). (Tangkap Layar)

Sebelumnya dikabarkan, Syamsudin ditangkap jajaran Polres Dompu setelah serangkaian penyelidikan di waktu yang masih sama saat kejadian pembunuhan.

Tak butuh waktu lama, polisi mengidentifikasi pelaku adalah Syamsudin, karena dicurigai tidak ada di rumah saat kejadian.

"Pelaku diamankan saat berada di rumah orang tuanya, dan mengamankan barang bukti yang disita yakni satu bilah parang sepanjang 60 cm, yang diduga kuat digunakan pelaku dalam aksi kekerasan tersebut," ujar Kasi Humas Polres Dompu AKP Zuharis , Selasa (17/6/2025).

Zuharis mengatakan, motif kasus pembunuhan ini diduga karena pelaku merasa malu dan tertekan akibat korban (istrinya) memiliki banyak utang dan kerap menjadi bahan pergunjingan serta mempermalukan nama baik keluarga.

"Karena malu, Syamsudin membunuh istrinya yang baru selesai melahirkan sekitar 10 hari yang lalu, istrinya dibunuh dengan sebilah parang," tuturnya.

Zuharis menegaskan bahwa pelaku dalam kondisi sadar sepenuhnya saat melakukan aksi kekerasan terhadap korban. 

"Berdasarkan hasil pemeriksaan, tersangka tidak sedang berada dalam pengaruh alkohol maupun obat-obatan. Ia sadar sepenuhnya saat melakukan tindakan tersebut," ujarnya.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved