Berita Lombok Timur
Kopi 'Pade Mele' Buatan Emak-Emak Desa Sukamulia Timur Tembus Perkantoran dan Pasar Online
Kopi olahan kelompok Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (Pekka) di Desa Sukamulia Timur, Lombok Timur kian digemari hingga tembus perkantoran
Penulis: Toni Hermawan | Editor: Idham Khalid
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Toni Hermawan
TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK TIMUR - Produk kopi lokal bernama Pade Mele hasil olahan kelompok Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (Pekka) di Desa Sukamulia Timur, Kecamatan Sukamulia, Lombok Timur, kini makin digemari masyarakat.
Kopi racikan tangan ibu-ibu desa ini tak hanya merambah kios-kios warga, namun juga mulai masuk ke perkantoran, termasuk kantor DPRD Lombok Timur.
Ketua Pekka Desa Sukamulia Timur, Salamah, menyebutkan bahwa kopi Pade Mele hadir dalam tiga varian rasa yang unik, yakni kopi campuran (dengan beras), kopi asli murni, dan kopi jahe. Produk ini diracik langsung oleh para anggota kelompok yang seluruhnya adalah perempuan, khususnya para kepala keluarga.
“Sudah mulai masuk beberapa toples ke kantor DPRD Lombok Timur dan titip ke kios-kios warga, ada di Bagek Endep dan Sukamulia Timur, 10 toples,” ungkap Salamah saat ditemui pada Sabtu (24/5/2025).
Lebih lanjut, Salamah menjelaskan bahwa pemasaran kopi Pade Mele kini juga menjangkau pasar online dan sudah menerima pesanan dari berbagai wilayah, termasuk dari Kota Mataram.
“Ada juga minta dari luar Pulau Lombok, tapi ongkos kirim mahal. Kalau di pasar mereka mau beli dengan harga murah,” ujarnya.
Baca juga: Ribuan Jemaah Hadiri Tabligh Akbar UAS di Ponpes Manbaul Quran Jago Lombok Tengah
Harga kopi bervariasi tergantung varian. Untuk kopi campuran dan kopi jahe, dijual dengan harga Rp20 ribu per toples ukuran sedang. Sementara itu, kopi asli murni dibanderol Rp25 ribu per toples.
“Kopi asli lebih mahal karena gak pakai campuran, ini hanya kopi tok,” akunya.
Kelompok usaha kopi ini mulai berdiri pada 14 Februari 2022 dengan jumlah anggota awal sebanyak 18 orang. Hingga saat ini, jumlah anggotanya bertambah menjadi 22 orang, semuanya perempuan.
“Kalau sekarang sudah 22 orang anggota khusus perempuan,” kata Salamah.
Usaha ini dijalankan secara swadaya oleh para anggota. Modal awal didapat dari iuran setiap anggota sebesar Rp50 ribu dan iuran wajib bulanan Rp5 ribu.
“Kita sistemnya bagi hasil,” jelasnya.
Dalam proses produksi, para anggota masih mengandalkan peralatan sederhana. Kayu bakar yang digunakan berasal dari pelepah daun kelapa kering, yang diyakini mampu menjaga cita rasa dan aroma khas kopi. Sementara biji kopi asli diperoleh dari pasar lokal dan daerah Sembalun.
“Kita pakai tungku dari tanah liat dan kalau mau giling, kita bayar karena gak punya alat penggilingan. Semoga ada bantuan pemerintah,” harap Salamah.
Meski dengan segala keterbatasan, semangat ibu-ibu Pekka di Desa Sukamulia Timur untuk berdaya dan mandiri tetap menyala.
(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.