Kemenkum NTB
Tiga Kuliner Asal Lombok Tengah Resmi Terdaftar Kekayaan Intelektual Kemenkum NTB
Sebanyak tiga kuliner asal Lombok Tengah resmi terdaftar ntelektual Komunal (KIK) dari Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum (Kemenkum) NTB
Penulis: Sinto | Editor: Idham Khalid
Laporan Wartawan Tribunlombok.com, Sinto
TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK TENGAH -Tiga kuliner asal Lombok Tengah tepatnya di Desa Bonjeruk, Kecamatan Jonggat, berhasil meraih sertifikat Intelektual Komunal (KIK) dari Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum (Kemenkum) NTB.
Tiga sertifikat ini diberikan untuk kuliner khas Ayam Merangkat, Sate Kuncung dan Jamu Serbat. Penyerahan sertifikat ini disaksikan berbagai pihak di antaranya, Kepala Desa Bonjeruk, Kapolsek Jonggat, Wakil Direktur Poltekpar Lombok, tokoh adat setempat hingga pengelola Desa Wisata Bonjeruk.
Pengelola Desa Wisata Bonjeruk, Yuni Sulfia Hariani yang menjadi inisiator pendaftaran KIK ini mengaku, pernah merasa kecewa karena kuliner Ayam Merangkat ditampilkan di luar daerah secara tidak representatif.
"Pernah disajikan di sebuah festival di Bali, tapi tidak sesuai dengan karakter aslinya. Sejak itu saya merasa Bonjeruk harus mendaftarkan hak kekayaan intelektualnya," jelas Yuni saat diwawancarai Tribun Lombok di Bonjeruk, Sabtu (3/5/2025).
Walau sudah mengantongi sertifikat KIK dari Kemenkum NTB, kata Yuni, Desa Wisata Bonjeruk tetap mendukung destinasi lainnya di pulau Lombok untuk menyediakan menu kuliner Ayam Merangkat, Sate Kuncung maupun Jamu Serbat.
“Asalkan representatif tentunya dan cita rasa yang disajikan tidak membuat tamu kecewa dan kapok untuk datang lagi,” jelas Yuni.
Kepala Kanwil Kemenkum NTB I Gusti Putu Milawati mengatakan, KIK adalah bentuk pengakuan hukum untuk pelestarian budaya yang diwariskan para leluhur turun temurun.
"Manfaat sertifikat ini pun sangat besar. Ketika sudah didaftarkan di Kemenkum maka seluruh dunia mengakui bahwa ketiga kuliner khas ini adalah milik Desa Wisata Bonjeruk. Kalau tidak didaftarkan bisa saja diklaim oleh desa-desa atau daerah lain," terangnya.
Baca juga: Kampoeng Kuliner Ramadhan: Berbuka Puasa dengan Suasana Kampung Tradisional di Tengah Kota Mataram
Sebagai bentuk syiar budaya dan pengenalan filosofi ketiga kuliner ini, Milawati sapaannya, meminta agar filosofi ketiga kuliner harus ada di setiap lokasi kuliner di Desa Bonjeruk. Bisa dalam bentuk kode QR, banner hingga flyer. Guna memberikan informasi langsung kepada pengunjung khususnya wisatawan.
“Memang lebih praktis karyawan bisa menjelaskan langsung, namun kalau lokasi kulinernya sedang ramai, pengunjung pasti komplain. Sebaiknya disiapkan informasi seperti ini,” saran dia.
Milawati berharap, prestasi ini bisa menjadi cambuk bagi desa-desa lain di NTB. Agar mencontoh Desa Bonjeruk dalam mengembangkan potensi dan mendaftarkan produk budayanya.
“Mari kita mendata ulang potensi-potensi yang dimiliki agar didaftarkan. Sebab jika diklaim oleh daerah lain, tidak hanya kuliner, bisa juga tenun atau kerajinan lainnya bahkan merek (kalang kabut),” tandasnya.
(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.