Menjaga ‘Rumah’ Perempuan dan Anak NTB
Bagaimana mungkin instansi vital macam DP3AP2KB ‘memberatkan Pemda’ atas nama penghematan, sementara kasus kekerasan anak dan perempuan marak.
Dengan kata lain, pemangku kebijakan mesti lebih melihat ke dalam, mengamati peliknya persoalan secara dekat dan dapat menangkap gelombang pikiran dan perasaan masyarakat sehingga mampu menyamakan frekuensi khususnya dengan kelompok rentan.
Kita tahu, apa yang diperoleh dari mendengar dapat dijadikan landasan dalam memutuskan kebijakan publik yang efektif dan terpola.
Bilamana kebijakan publik berbasis faktualitas problem di bawah dilakukan, tentu tak akan muncul gelombang protes terhadap kebijakan yang sekadar dibayangkan oleh satu kepala yang terlampau gagap menyebut kata kemiskinan, kerentanan dan kekerasan.
Kualitas anak dan perempuan NTB mesti diposisikan sebagai prioritas utama pemerintah daerah bilamana hendak berambisi membawa manusia NTB bersaing di level dunia.
Bukankah jika perempuan dan anak NTB tumbuh dalam lingkungan yang aman, maka daerah dapat memetik hasilnya di masa depan?
Sebaliknya, bilamana gegabah mengambil keputusan, tentu akan berpotensi menimbulkan luka yang menganga dan terus dipanggul seumur hidup oleh liyan (the other); si kelompok rentan itu sendiri.
Briptu Rizka Siapkan Langkah Hukum usai Ditetapkan Jadi Tersangka Kasus Pembunuhan Suaminya |
![]() |
---|
King Polo Meriahkan Open Turnamen Walikota Cup II 2025, Jadi Inspirasi Pemain Muda Lombok |
![]() |
---|
Perubahan Status Gili Tramena Tunggu Ekspose Gubernur NTB |
![]() |
---|
Dorong Kemandirian UMKM, Gubernur NTB: Harus Bisa Berdiri Sendiri, Bukan Terus Didampingi |
![]() |
---|
BMKG Keluarkan Peringatan Dini Hujan Lebat 3 Hari ke Depan di NTB 20-23 September |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.