Berita NTB

Kasus Dugaan Kekerasan Seksual di Lombok Barat, Kemenag NTB Ancam Cabut Izin Operasional

Kemenag NTB ingatkan sanksi tegas penutupan sementara hingga pencabutan izin operasional bagi ponpes terbukti melakukan pelanggaran kekerasan seksual.

Penulis: Robby Firmansyah | Editor: Idham Khalid
TRIBUNLOMBOK.COM/ ROBBY FIRMANSYAH
KEKERASAN SEKSUAL - Kepala Kanwil Kemenag NTB H Zamroni Aziz saat ditemui di Kantor Gubernur. Dia menegaskan akan mencabut izin operasional pondok pesantren yang terbukti melakukan pelanggaran kekerasan seksual. 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Robby Firmansyah

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Nusa Tenggara Barat (NTB) H Zamroni Aziz, menegaskan akan memberikan sanksi bagi pondok pesantren (Ponpes) yang melakukan pelanggaran.

Zamroni mengatakan sanksi tersebut bisa berupa teguran, penutupan sementara bahkan hingga pencabutan izin operasional.

"Kami akan tindak tegas sesuai dengan regulasi yang ada," kata Zamroni, Selasa (22/4/2025).

Salah satu yang menjadi sorotan saat ini adalah, kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh oknum pimpinan yayasan pondok pesantren di Kabupaten Lombok Barat.

Oknum berinisial AF tersebut diduga melecehkan santriwati dengan modus penyucian rahim, di mana nantinya dari rahim tersebut akan lahir seorang anak yang kelak menjadi wali tuhan.

Modus ini mirip dengan serial drama Malaysia berjudul Bidah dengan tokoh utama Walid Bin Imam Mahdi. Dalam film tersebut Walid merupakan pimpinan sebuah lembaga keagamaan namun melakukan penyimpangan dengan menjual dalil-dalil agama untuk menyetubuhi para korbannya.

Para korban AF yang jumlahnya mencapai 20 orang tersebut memberanikan diri untuk mengungkapkan kasus ini, setelah mereka menonton film tersebut. Namun baru tujuh orang yang sudah melapor dan diperiksa oleh pihak Kepolisian Polresta Mataram.

"Kita minta APH (Aparat Penegak Hukum) tindak tegas yang bersangkutan (terduga pelaku AF)," kata Zamroni.

Zamroni mengatakan Kemenag NTB rutin melakukan sosialisasi setiap bulannya, namun secara aturan mereka memiliki keterbatasan karena tidak bisa terlalu dalam mengintervensi ponpes-ponpes yang ada.

"Karena ponpes itu lembaga swasta, tentu juga punya batasan bisa masuk dalam pengelolaan ponpes. Hanya bisa kita tekan lewat kurikulum pembelajaran," jelasnya.

Baca juga: Marak Kasus Kekerasan Seksual di Ponpes, Aliansi Desak Evaluasi Kemenag dan DP3AP2KB NTB

Terkait kasus kekerasan seksual di salah satu Ponpes di Lombok Barat ini, Kemenag NTB akan melakukan evaluasi terhadap ponpes tersebut. Untuk menentukan sanksi yang akan diberikan.

Zamroni menyampaikan pihaknya sudah membentuk satuan tugas (Satgas) pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (PPKS) di setiap kabupaten/kota, di dalamnya berisi berbagai elemen masyarakat termasuk pemerhati anak. 

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved