Opini

OPINI: NTB Darurat Perkawinan Anak, Mengapa DP3AP2KB Harus Berdiri Tegak?

Untuk data anak hamil dan melahirkan di fasilitas kesehatan pada tahun 2023 di NTB sebanyak 7.754 anak, pada tahun 2024 sebanyak 5.853 anak

Editor: Idham Khalid
Dok. Istimewa
KEBIJAKAN - Dr. Maharani, penulis opini berjudul “NTB Darurat Perkawinan Anak, Mengapa DP3AP2KB Harus Berdiri Tegak?” Tulisan ini merespons wacana penggabungan dinas DP3AKB ke Dinas Sosial yang akan dilakukan Gunernur NTB Lalu Muhamad Iqbal. 

Oleh: Dr. Maharani

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Beberapa bulan ini, sedang hangat isu terkait dengan rencana penggabungan beberapa Dinas di Provinsi. Salah satu Dinas yang kena penggabungan tersebut yaitu Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan KB (DP3AP2KB) ke Dinas Sosial.

Rencana Penggabungan ini sudah dilakukan kajian akademik dan draf rencana peraturan Daerah (Perda). Konon katanya, sudah masuk ke Dewan Perwakilan rakyat daerah (DPRD) Nusa tenggara Barat (NTB). Tinggal pembahasan dan pengesahan.

Hal ini membuat beberapa aktivis yang berasal dari beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) melakukan beberapa kali aksi dan hearing ke DPRD maupun ke eksekutif. Namun sampai saat ini pemerintah daerah masih mempertahankan keputusannya dengan beberapa pertimbangan dari hasil kajian akdemik tersebut.

Bahkan dalam beberapa media online, gubernur NTB menjelaskan bahwa penggabungan ini akan memberikan dampak yang nyata bagi program-program pemberdayaan perempuan dan anak. 

Alasan yang disampaikan oleh Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal yaitu komitmennya dalam mengarusutamakan isu anak dan perempuan dalam kebijakan pembangunan daerah. Salah satu langkah konkret yang dilakukan adalah dengan mengintegrasikan urusan perlindungan anak dan pemberdayaan perempuan ke dalam Dinas Sosial (Dinsos) Provinsi NTB.

Gubernur menegaskan bahwa perlindungan anak dan pemberdayaan perempuan ini tidak boleh selesai di identifikasi. Tidak boleh selesai di diskusi, dia harus diintervensi. Yang punya tools untuk intervensi itu adalah Dinas Sosial.

Menurutnya, selama ini permasalahan anak dan perempuan kerap hanya dibahas tanpa adanya tindak lanjut yang nyata. Untuk itu, diperlukan pendekatan yang lebih aplikatif melalui dinas yang memiliki kewenangan langsung untuk bertindak.

Padahal berdasarkan data dari dinas DP3AP2KB NTB menjadi provinsi dengan presentase pernikahan anak tertinggi kedua tingkat nasional sebesar 16,59 persen di tahun 2022, 17,32 % pada tahun 2023 dan 14,96 % pada tahun 2024. 

Sedangkan data dispensasi perkawinan di Pengadilan Tinggi NTB terus meningkat selama empat tahun terakhir, dengan persentase pada tahun 2019 sebesar 370 kasus, 2020 sebesar 875 kasus, 2021 sebesar 1.132 dan awal tahun 2022 sebesar 153 kasus, pada tahun 2023 sebanyak 723 kasus dan pada tahun 2024 sebanyak 581 kasus. 

Untuk data anak hamil dan melahirkan di fasilitas kesehatan pada tahun 2023 sebanyak 7.754 anak, pada tahun 2024 sebanyak 5.853 anak.

Melihat tingginya kasus pernikahan anak, kasus anak melahirkan tersebut membuat pemerintah daerah menjadikan harus menjadikan pencegahan perkawinan anak menjadi kebijakan yang sangat penting dan serius.

Baca juga: Angka Kekerasan Terhadap Anak dan Perempuan di Lombok Timur Meningkat

Bukan melihatnya sebagai permasalahan sosial dan hanya akan ditangani pada saat kasus tersebut terjadi. Diperlukan pencegahan sejak dini, pendampingan kasus dan pasca kasus tersebut terjadi. Berbagai terobosan harus dilakukan, mulai dari bagaimana berkolaborasi antar Satuan Kerja Perangkat daerah (SKPD), sampai melibatkan pihak luar (diluar instansi terkait) lainnya. 

Memang, jika melihat kompleksnya permasalahan kekerasan dan perkawinan anak ini dibutuhkan sebuah kerja bersama untuk memutus mata rantai kekerasan perempuan dan perkawinan anak.

Sejalan dengan program dari Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi NTB terutama bagaimana pencegahan kekerasan dan perkawinan anak sudah melakukan kerjasama dengan para pihak yang tertuang dalam Peraturan Gubernur no 6 tahun 2016 tentang kedudukan, susunan organisasi, tugas dan fungsi serta tata kerja dinas-dinas daerah propinsi Nusa Tenggara Barat pada rincian tugas dinas DP3AP2KB pada poin 4.e mengatakan bahwa pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak yang melibatkan para pihak lingkup daerah Propinsi dan lintas lainnya.

Walaupun kita semua mengetahui bahwa anak merupakan generasi penerus suatu bangsa, sedangkan perempuan menjadi tiang negara. Oleh karena itu tumbuh kembang anak hari ini akan akan menentukan seperti apa masa depan bangsa itu sendiri. 

Namun, dikarenakan secara politis, isu anak dan perempuan kurang “Seksi” maka kebijakan daerah dan kebijakan pimpinan daerah dalam politik anggaran masih belum berpihak. Hal ini dapat dilihat dari seberapa besar pimpinan daerah berani mengalokasikan anggaran belanja derahnya untuk program-program yang terkait dengan pencegahan kekerasan dan perkawinan anak di NTB.

Selama 3 tahun berturut-turut. Anggaran untuk Dinas tetap sama yaitu tahun 2021 sejumlah 29,8 milyar, tahun 2022 juga tetap sama 29,8 milyar dan tahun 2023 juga sama yaitu 29,8 milyar. Dana tersebut masih dibagi ke beberapa bidang di Dinas. Khusus untuk pencegahan kekerasan dan perkawinan anak setiap tahunnya berkisar 10,2 milyar setiap tahunnya.

Solusi terintegrasi seperti melibatkan penta-helix, dengan menggunakan teknologi berbasis IT, model kebijakan dan program yang ramah terhadap perempuan dan anak, dan perubahan perilaku yang pro-terhadap perempuan dan anak diharapkan dapat membantu dalam menaggulangi permasalah kekerasan dan pencegahan perkawinan anak di NTB. 

Dalam hal ini diperlukan pendekatan sosio-kultural dan teknis yang terintegrasi dan berkelanjutan dalam mentransformasi semua program yang telah dibuat bersama.

Bukan malah menggabungkan Dinas DP3AP2KB ke dalam Dinas social. Malah seharusnya dinas tersebut diperkuat baikd ari sisi sumberdaya Manusia (SDM) maupun kebijakan anggaran yang berani keluar dari pola fikir lama. Artinya pemerintah daerah harus berani investasi untuk program yang lebih baik lagi agar kasus kekerasan terhadapa perempuan dan Anak di NTb bisa kita tekan sekecil mungkin dan anak-anak NTB memiliki pendidikan, kesehatan dan keterampilan yang baik untuk menghadapi perkembangan zaman.

Untuk mencapai tujuan di atas perlu melibatkan organisasi lintas sektor dan disiplin ilmu untuk bersama-sama merancang dan menguji perilaku sosial terintegrasi, inovasi teknologi dan dampak yang nyata dan langsung dapat terlihat di dalam kehidupan bermasyarakat. 

Melalui kebijakan yang telah disusun diharapkan tercipta solusi baru untuk membantu menurunkan bahkan menghapus angka kekerasan dan perkawinan anak di NTB, memberikan pemulihan bagi korban, memberikan pendidikan yang layak bagi anak-anak penerus bangsa, pelibatan komunitas ke dalam semua tahapan program. 

Tujuannya adalah untuk mengumpulkan bukti ilmiah yang terlokalisasi dan inovasi sosio-kultural dan teknis yang dapat memberikan perbaikan dan pertumbuhan berkelanjutan untuk anak-anak generasi bangsa dalam kehidupan bermasyarakat.

Kolaborasi penta-helix dalam pencegahan kekerasan dan perkawinan anak bertujuan untuk memecahkan masalah ini dengan mensinergikan 5 aktor yaitu pemerintah, pelaku usaha, masyarakat, pusat penelitian dan pendidikan, serta media. Masing-masing aktor berkontribusi dalam cara tersendiri untuk menciptakan system berkelanjutan dari aspek lingkungan, sosial, budaya dan ekonomi dalam mengatasi permasalahan kekerasan dan perkawinan anak di NTB. 

Mengingat anak adalah generasi penerus suatu bangsa dan daerah. Baiknya tumbuh kembang anak akan baik pula perkembangan bangsa dimasa yang akan datang. Maka kolaborasi penta-helix harus dilakukan untuk mencegah kekerasan dan perkawinan anak dengan menciptakan multiplier-effect.

Melalui proses partisipatif akan mengintegrasikan pengetahuan, penyamaan persepsi, dan penerapan kearifan lokal dengan keahlian lintas disiplin untuk menghapus angka kekerasan dan perkawianan anak di Nusa Tenggara Barat. Dengan tetap pada tujuan pembangunan yang berkeadilan untuk tercapainya "NTB MENDUNIA".

Sekilas tentang penulis: Dr. Maharani adalah seorang peneliti di Lombok Researc Center (LRC) berkantor di Lombok Timur. Ia pernah menjadi tenaga pengajar dosen ASN di salah satu pergurunan negeri, namun memilih berhenti dan memilih bergerak di bidang sosial penelitian. Meskipun ia berhenti menjadi ASN, kini ia masih mengajar di Universita Gunung Rinjani (UGR).  

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved