Dewan Ungkap Kelebihan Belanja RSUD NTB Mencapai Rp193 Miliar, Dr Jack Membantah

Dikhawatirkan IJU pembengkakan ini merupakan praktik fraud (tipuan) pengelolaan, sebab sebagian besar dari utang ini merupakan obat-obatan dan barang.

Penulis: Andi Hujaidin | Editor: Sirtupillaili
Dok.Istimewa
KELEBIHAN BELANJA - Kolase foto Ketua Fraksi Partai Demokrat Indra Jaya Usman (kiri) dan Direktur RSUD NTB dr H Lalu Herman Mahaputra. Dewan menyoroti temuan kelebihan belanja Rp193 miliar pada BLUD RSUD NTB. 

Ditambahkan, dalam APBD NTB 2025 juga ada kewajiban cicilan utang sekitar Rp80 miliar yang juga harus dibayarkan. Sehingga jika bicara RSUD NTB, jumlah APBD yang akan tersedot lebih dari Rp 800 miliar. 

"Saya sudah usulkan di komisi III untuk melakukan rapat gabungan komisi khusus terkait BLUD ini. Mudahan bisa segera dilaksanakan," pungkasnya.

Klarifikasi Direktur RSUD NTB 

GEDUNG PELAYANAN - Desain pembangunan gedung pelayanan IGD terpadu milik RSUD Provinsi NTB.
GEDUNG PELAYANAN - Desain pembangunan gedung pelayanan IGD terpadu milik RSUD Provinsi NTB. (Dok. RSUD NTB)

Sementara itu, Direktur RSUD Provinsi NTB dr H Lalu Herman Mahaputra yang dikonfirmasi Tribun Lombok menjelaskan, dia sebenarnya tidak ingin menanggapi isu tersebut, sebab sudah dijelaskan saat rapat dengan komisi-komisi di DPRD NTB

Menurutnya, tidak ada kelebihan belanja atau utang seperti disebutkan dewan. Ini hanya persoalan sudut pandang dan pemahaman terkait persoalan belanja dan pelayanan di RSUD NTB. 

"Tidak ada masalah itu, hanya masalah pemahaman saja, dan mungkin BPJS masih ada utang di kita dan belum dibayar," kata pria yang akrab Dokter Jack ini. 

"Tidak ada kelebihan belanja, bagaimana mau kelebihan belanja?" tegasnya. 

Ia menjelaskan, yang terjadi selama ini, RSUD Provinsi NTB sudah memberikan pelayanan kepada pasien pemegang kartu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), tetapi tidak semua klaim medis langsung dibayar BPJS Kesehatan. Sementara biaya pembelian obat dan alat kesehatan sudah terpakai untuk melayani masyarakat.

Biaya-biaya yang belum dibayar oleh BPJS itu tidak bisa dimasukkan langsung ke delam pemasukan BLUD. 

"Ditunda (pembayaran klaim) otomatis yang saya catat itu adalah mana yang kira-kira uang riil-nya (uang masuk), kalau belum dibayar nanti akan dicatat setelah dibayar," jelasnya. 

Sehingga menurut Dokter Jack, hal itu tidak ada masalah dan mereka juga sudah diperiksa BPK dan Inspektorat. 

"Sudah kita diperiksa, tidak ada masalah, itu terhitung sebagai piutang di BPJS," katanya. 

"Jadi kalau kita melayani BPJS, tidak semua apa yang kita layani itu di-acc pembayaranya oleh BPJS, sedangkan kita itu sudah uang keluar untuk belanja untuk obat," jelasnya. 

Lebih lanjut, Dokter Jack menjelaskan, pada saat seorang pasien BPJS butuh penanganan di IGD maka wajib dilayani, pihak rumah sakit tidak mempersulit dengan mengurus administrasi. Sehingga biaya pengobatan dalam kasus itu sudah dibelanjakan. 

"Setelah kita melayani, baru kita klaim ke BPJS, ada yang dibayar ada yang tidak, tetapi kita sudah mengeluarkan modal," jelasnya. 

Halaman
123
Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved