APBD NTB
Fitra NTB: Pembahasan APBD 2025 Lebih Cepat Tapi Terkesan Dipaksakan Akibat Residu Pemilu
APBD NTB semestinya disusun secara transparan dan partisipatif untuk memastikan setiap rupiah pajak dan pungutan lain yang dipungut dari rakyat.
Penulis: Andi Hujaidin | Editor: Sirtupillaili
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Andi Hujaidin
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi NTB tahun 2025 menuai polemik meski sudah diketok. Pembahasan lebih cepat dari biasanya tapi lebih menguatkan kesan politik dibandingkan kepentingan masyarakat. Terkesan dipaksakan untuk mengakomodir kepentingan pejabat lama yang tidak lagi menjabat.
Hal tersebut diungkapkan Direktur Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) NTB Ramli Ernanda, dalam rilisnya terkait hasil kajian terhadap APBD NTB 2025, pada Sabtu (1/2/2025).
Ramli Ernanda dalam keterangannya menekankan, proses penyusunan dan pembahasan APBD sangat krusial bagi masyarakat, karena berdampak secara langsung terhadap kehidupannya. APBD semestinya disusun secara transparan dan partisipatif untuk memastikan setiap rupiah pajak dan pungutan lain yang dipungut dari rakyat tersebut dapat dibelanjakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
"Namun ruang publik tidak tersedia sama sekali dalam proses perencanaan dan pembahasan anggaran, sehingga kebijakan anggaran menyimpang dari harapan masyarakat," kata Ramli Ernanda.
Baca juga: FITRA Ungkap 4 Temuan pada APBD NTB, Belanja Publik Merosot hingga Anggaran Tak Wajar
Perencanaan dan pembahasan APBD Provinsi NTB Tahun 2025 dilaksanakan lebih awal dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pelaksanaan tahun-tahun sebelumnya cenderung terlambat, seperti tahun 2024 yang mulai dilaksanakan pada minggu kedua November.
Dari sisi jumlah hari sejak penyampaian rancangan KUA-PPAS hingga persetujuan atas rancangan APBD 2025 membutuhkan sekitar 30 hari, lebih panjang dibandingkan waktu pembahasan APBD Murni tahun 2024 yang membutuhkan waktu 20 hari.
Pertanyaannya, apakah dengan dilaksanakannya pembahasan yang lebih awal tersebut berdampak terhadap peningkatan kualitas dan keberpihakan APBD kepada kepentingan masyarakat?
Jawabannya bergantung pada dua hal; pertama, sejauh mana transparansi informasi anggaran tersedia bagi masyarakat dan para pihak lainnya untuk bisa mengetahui ke mana dan bagaimana anggaran selama setahun akan dialokasikan.
Kedua, apakah tersedia ruang partisipasi bagi publik untuk ikut memberikan masukan, saran dan kritik. Dan terakhir yang tak kalah penting adalah, perlu melihat konteks situasi pada saat pembahasan dilakukan untuk membaca bagaimana dinamika politik penganggaran yang berlangsung di daerah, sebagai justifikasi kontekstual dalam membaca makna di balik angka-angka dokumen APBD.
Penyusunan dan pembahasan anggaran daerah tahun 2025 setidaknya diwarnai tiga situasi dan arus isu, yaitu peralihan politik pasca Pemilu legislatif dan Pilpres, peralihan kepemimpinan daerah pasca Pilkada serentak 2024, dan pemberlakuan opsen pajak daerah.
"Residu politik Pemilu dan Pilkada dalam APBD 2025 masih cukup terasa. Hal ini dapat dibaca salah satunya dari proses penyusunan, pembahasan hingga penetapannya secara kronologis," ujarnya.
Meskipun pembahasan anggaran dilaksanakan jauh lebih awal mendekati ketentuan waktu yang diatur peraturan perundangan-undangan, namun ketersediaan informasi bagi masyarakat sangat terbatas.
Hanya tersedia akses dokumen RAPBD yang dipublikasi oleh BPKAD Provinsi NTB tanggal 2 Januari 2025, atau 4 bulan setelah pembahasan. Dokumen KUA-PPAS maupun dokumen RKPD sebagai pedoman penyusunan RAPBD tidak disediakan oleh pemerintah Provinsi NTB.
"Transparansi anggaran tahun 2025 ini cenderung lebih buruk dibandingkan tahun sebelumnya. Informasi anggaran yang ada, dipublikasi pada awal tahun atau setelah ditetapkan," ungkapnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.