Berita NTB

AJI dan MDDRH Ungkap Narasi Ujaran Kebencian Gender dan Persekongkolan Politik di Pilkada NTB

Terpantau ada dua narasi ujaran kebencian di NTB, yang pertama narasi kebencian terhadap persekongkolan koalisi dan yang kedua soal gender

Penulis: Andi Hujaidin | Editor: Idham Khalid
pixabay.com
Ilustrasi media sosial. 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Andi Hujaidin

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Monash Data and Democracy Research Hub (MDDRH) merilis hasil pemantauan terkait narasi ujaran kebencian yang tersebar di media sosial TikTok di lima daerah.

Salah satu lokasi pemantauan itu di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).

Terpantau ada dua narasi ujaran kebencian di NTB, yang pertama adalah narasi kebencian terhadap persekongkolan koalisi politik antara dua mantan gubernur Tuan Guru Bajang (TGB) Zainul Majdi dan Zulkieflimansyah

Sedangkan narasi lain adalah kebencian terhadap calon gubernur perempuan Sitti Rohmi Djalilah, yang juga merupakan kakak kandung dari TGB.

“Di beberapa video terkait Pilkada NTB, kami menemukan komentar-komentar yang menyudutkan perempuan yang tidak pantas menjadi pemimpin,” ujar co-director MDDRH Ika Idris dalam keterangan tertulis yang diterima, Senin (4/11/2024).

Selain itu, pihaknya menemukan narasi yang sama, serangan terhadap gender calon di Sumatera Barat, tepatnya di Kabupaten Dharmasraya. 

“Di sini paslon bupati dan wakil bupati keduanya perempuan yang diusung 10 partai politik, sehingga akan melawan kotak kosong,” kata Ika.

Baca juga: Menkumham Ajak Pemuda Jaga Pilkada Damai, Cegah Hoaks dan Ujaran Kebencian

Disampaikan Ika, ujaran kebencian sebenarnya tidak semua menyerang gender, tapi ada juga yang menyerang proses pencalonan keduanya yang merupakan hasil dari politik dinasti. 

“Jadi seruan-seruannya banyak sekali untuk melawan kotak kosong daripada pemimpin perempuan yang juga hasil politik dinasti,” tutur Ika.

Sementara itu Sekretaris Jenderal AJI Indonesia Bayu Wardhana menilai, ujaran kebencian yang selalu muncul di pemilu, harus diikuti dengan langkah  moderasi konten dari platform digital. 

“Kita tidak bisa mengandalkan literasi digital saja, tapi platform digital dapat mencegah konten ujaran kebencian.” ujar Bayu Wardhana.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved