Krisis Air Bersih di Gili Meno
Hitung Kerusakan Ekosistem Laut atas Aktivitas PT TCN di Trawangan, BKKPN Gandeng BRIN dan Akademisi
Walhi NTB Bersama masyrakat Gili Meno dan Trawangan menggelar diskusi publik, mendengar saran berbagai pihak terkait persoalan kerusakan lingkungan
Penulis: Andi Hujaidin | Editor: Idham Khalid
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM – Polemik pengolahan air bersih oleh PT Tiara Cipta Nirwana (TCN) di Gili Trawangan dan Gili Meno, Lombok Utara terus mendat perhatian masyarakat.
Pada 31 Oktober 2024, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) NTB Bersama masyrakat Gili Meno dan Trawangan menggelar diskusi publik, mendengar saran dari berbagai pihak terkait persoalan kerusakan lingkungan dan air bersih di dua tempat itu.
Hadir dalam kesempatan tersebut, Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (NKKPN) Kupang yang menyoroti kerusakan lingkungan atas aktivitas PT TCN.
Ditemui usai kegiatan, Koordinator BKKPN Kupang Wilayah Kerja Perairan Gili Trawangan, Meno, dan Air (Tramena) Martanina mengungkapkan, pihaknya saat ini tengah menghitung nilai kerugian yang ditimbulkan oleh aktivitas PT TCN.
“Jadi nilai kerugian itu kita sudah berkerjasama dengan, satu ada peneliti dari BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional), yang kedua ada professor dari Undip (Universitas Diponegoro). Jadi kami menghitung nilai terumbu karang yang rusak itu bereapa?” kata Martina.
Disampaikan Martina, hasil hitungan itu nantinya akan keluar pada 5 November, kemudian akan diserahkan ke Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP).
"Kan PT TCN ini masih menunggu sanksi administratif, sanksi administratif ini masih menunggu perhitunagn dari evaluasi kerusakan terumbu karang yang kami lakukan," ungkap Martina.

Dijelaskan Martina, sanksi administratif yang akan dikenakan kepada PT TCN nantinya, berupa mengganti biaya kerusakan dan biaya yang harus dikeluarkan untuk rehabilitasi kawasan.
Catatn BKKPN, kerusakan ekosistem alam bawah laut akibat aktivitas tersebut mulai dari endapan lumpur dengan luas sebaran 2.364 meter.
BKKPN dalam investigasi yang dilaksanakan sejak awal Mei 2024 menemukan titik pemasangan pipa pengambilan air laut di perairan Gili Trawangan berada di luar ketetapan izin.
Sebelumnya, pada 27 September 2024 lalu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah mencabut izin pemanfaatan ruang laut (PRL) PT TCN.
Baca juga: Setengah Tahun Krisis Air di Gili Meno, Pemda Belum Temukan Solusi
Sementara itu Direktur Walhi Nusa Tenggara Barat Amri Nuryadin mengungkapkan, negara harus bertanggungjawab atas kerusakan ekosistem bawah laut dan krisis air di dua gili itu.
“Tapi yang pasti negara harus bertanggungjawab atas krisis air dan kerusakan lingkungan di Gili Trawangan yang diduga disebabkan oleh aktivitas perusahaan,” kata Amri.
Menyinggung soal kerusakan lingkungan, Amri menegaskan negara harus hadir menjaga ekosistem sumber daya alam, jangan sampai perusahaan yang merusak dibiarkan tanpa ditindak.
“Cerminan bagaimana tata kelola alam di Gili Tramena, kami mendorong penegakan hukum, kalau terjadi pembiaran tentu tidak ada berkonsekuensi hukum,” ujar Amri.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.