Berita NTB
Pementasan Wayang Botol, Kampanye Cegah Pernikahan Anak dan Pesan Menjaga Lingkungan
Melihat serunya pementasan wayang botol dengan pesan cegah pernikahan dini dan edukasi lingkungan yang diadakan di Desa Labulia, Lombok Tengah
TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK TENGAH – Sehabis isya, satu persatu anak-anak mulai berdatangan di lapangan desa, Desa Labulia, Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok Tengah, Senin (29/7/2024) malam.
Suasana malam perkampungan masih sangat terasa. Anak anak mengalungkang sarung dengan peci di kepalanya terlihat habisa pulang mengaji.
Selain datang bersama teman-temannya, nampak sejumlah anak-anak juga ditemani para orang tua. Suasana malam yang sangat hangat dengan ditambah para pedagang yang menjual aneka macam jajajanan tradisional.
Kedatangan para anak-anak dan para orang tua di lapangan Labulia malam itu bukan tanpa alasan. Mereka datang untuk menonton pertunjukan wayang botol dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional 20224.
Tidak seperti wayang pada umumnya menggunakan kelir, pementasan wayang botol justru tanpa kelir sehingga bentuk tiga dimensi wayang bisa dilihat langsung.
Pementasan wayang botol dalam memperingatai Hari Anak Nasional ini diinsiasi oleh tim kolaborasi dari Yayasan Gemilang Sehat Indonesia, Power to Youth, Sekolang Pedalangan Wayang Sasak, Forum Anak Desa (FAD) dan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) Desa Labulia.
Selain pementasan tanpa kelir, wayang ini juga dimainkan secara kolektif oleh FAD Labulia, yang memerankan satu tokoh wayang botol diperankan satu orang.
Telihat di panggung pementasan, para dalang dari FAD sudah mulai bersiap-siap, tidak lupa juga para pemain musik wayang juga sudah mengambil tempatnya masing-masing.
Cerita Pementasan Wayang Botol

Adapun cerita yang dibawakan dalam pementasan wayang botol di lapangan Labuli tersebut tentang Putri Mandalika, yang dikemas sedikit berbeda dari cerita bisanya.
Dalam cerita tersebut, sosok putri Mandalika dipaksakan menikah dini oleh orang tuanya sendiri dengan memilih salah satu pangeran kerajaan yang telah melamarnya.
Namun saat itu Mandalika menolak perintah sang raja dan ibunya, dengan alasan masih terlalu muda dan ingin melanjutkan sekolahnya terlebih dahulu. Karena paksaan itu Mandalika bernecana untuk menceburkan diri ke laut.
Sebelum berpindah ke adegan berikutnya, orkesta musik yang mengiringi pertunjukan dimainkan, suara suling, gong, gitar dan lainnya dimainkan semakain menambah emosi para penonton.
Dalam adegan berikutnya, sang raja dan pangeran yang ingin mempersunting putri mengetahui tindakan Mandalika ingin menceburkan ke laut karena tidak ingin menikah. Merekapun akhirnya panik dan ramai-ramai mendatangi tebing di pinggir laut yang akan menjadi lokasi putri Mandalika bunuh diri.
Pada saat itu, Mandalika menyampaikan pesan, bahwa ia tiadak ingin menikah dan lebih memilih menceburkan diri kelaut untuk bunuh diri. Sang raja dan ibunyapun yang mendengar perkataan tersebut, menangis menyesal atas paksaan terhadap putri semata wayangnya itu.
Tapi ceritanya tidak sampai disini, putri Mandalika yang saat itu hendak menceburkan ke laut, ternyata punya siasat lain dengan bersembunyi di belakang tebing dan melarikan diri ke luar dari istana.
Baca juga: Pentas Wayang Botol Edukasi Santri dan Warga untuk Menjaga Lingkungan di Sembalun
Mandalika memilih tidak menikah dini, dan memilih hidup di luar untuk menuntut ilmu di sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
Setelah sekian tahun meninggalkan kerajaan dengan mengenyam pendidikan, ia tumbuh menjadi orang yang sukses berguna bagi agama, bangsa dan negara. Setelah itu ia memilih kembali pulang menemui orang tuanya di kerajaan.
Kepulangan putri Mandalika di istana, ternyata tidak diakui oleh kedua orang tuanya, karena sang raja dan permaesuri, merasa anaknya sudah menjadi mayat ditelan ganasnya Samudra.
Pada akhir cerita, putri Mandalikapun bercerita sejujurnya ke pada kedua orang tuanya, bahwa sebenarnya dia tidak menceburkan diri melainkan bersembunyi di belakang tebing dan memilih untuk pergi sekolah.
Dari pengakuan tersebut sang raja dan istrinyapun mengakuinya, dan memeluk anakanya putri Mandalika. Merekapun merasa gembira, dan sang raja berjanji tidak akan memaksa anaknya untuk menikah dini sebelum cukup usia dan menjadi anak yang berpendidikan.
Usai pertunjukan ratusan penonton yang melihat pertunjukan wayang botol tersebut bertepuk tangan meriah, takjub akan pementasan tradisinal yang penuh emosi.
Kampanye Pencegahan Pernikahan Dini

Field Officer to Youth Kabupaten Lombok Tengah Nurjiatul Rizkiah menyampaikan, program pementasan tersebut, selain memperingati Hari Anak Nasional juga bertujuan untuk melakukan kampanye pencegahan pernikahan usia anak.
“Tujuan program ini untuk mencegah perkawainan anak, serta kekerasan berbasis gender dan seksual di lingkungan masyarakat,” kata Rizkiah di sela-sela acara.
Program tersebut diselenggarakan di dua kabupaten di Pulau Lombok, yakni Kabupaten Lombok Tengah dan Kabupaten Lombok Timur.
Rizkiah menjelaskan, memilih kampanye lewat pertunjukan wayang botol karena merupakan budaya yang dekat dengan masyarakat Lombok. Selain kampanye tentang pesan sosial dalam pertunjukan, wayang botol juga mempunyai nilai edukasi tinggi tentang menjaga lingkungan.
Wayang botol sendiri menjadi sarana edukasi masyarakat akan kepedulian terhadap lingkungan. Sampah botol plastik dapat dijadikan mainan wayang botol sehingga sampah di lingkungan dapat terurai, bahkan sampah botol bisa menjadi sangat bernilai.
“Wayang botol ini banyak aspek yang bisa disentuh mulai dari lingkungan, seni budaya, jadi ketika mereka sudah bisa membuat wayang botol mereka akan mudah untuK mengkampanyekan baik soal lingkungan maupun isu sosial,” kata Rizkiah.
Faneza Hardiani Saputri (16) anggota FAD Labulia yang memerankan putri Mandalika dalam wayang botol mengungkapkan rasa bangganya bisa terlibat dalam kampaye pencegahan pernikahan anak melalui pertunjukan.
“Rasanya bangga asekali, bisa berbagi cerita sama teman-teman kalau menikah dini itu tidak baik, kita harus cukup usia dulu, kita hasus siap dengan kesehatan reproduksi kita, juga dengan mental,” kata Faneza.
Senada dengan Feza, Husnul Khatimah juga mengungkapkan kebanggaannya mementaskan wayang botol dengan berperan sebagai ibunda ratu.
Bagi Husnu, ini merupakan pengalamana yang luar biasa, selain edukasi tentang antisipasi pernikahan dini, ia juga mendapatkan eduksi lingkungan dengan mebuat wayang dari sampah botol plastik.
“Seru dah, bisa belajar sama teman-teman bagaimana cara biat wayang pakai botol, yang selama ini kitab uang-buang,” kata Husnul.
Kepala Desa Labulia Mahjat mengatakan, sangat mengapresiasi kegiatan pementasan wayang botol ini. Menurutnya edukasi sosialisasi semacam ini harus sering dilaksanakan.
“Luar biasa, penonton sangat terhibur dan yang paling saya sukai ini yang memerankan wayang anak-anak kami di desa, dan ternya merka sangat berbakat membuat pertunjukan,” ungkap Mahjat.
Mahjat mengakui, kampanye antispasi penikahan dini harus masif digalakkan. Di Desa Labulia sendiri sejak pertahun 2023 telah membentuk Peraturan Desa (Perdes) soal larangan pernikahan dini.
“Kami sejak tahun 2023 sudah membuat Perdes larangan pernikahan dini, kalau ada orang tua yang menikahkan anakanya itu bisa kena denda 5 juta rupiah,” kata Mahjat.
Diakui Mahjat, pada mulanya di desanya banyak anak yang meikah dini, namun setelah sejumlah lembaga hadir dapat menekan angka pernikahan di Labulia.
“Jujur kita akui dulu memang banyak pernikahan dini, tapi alahamdulillah setelah datang teman-teman dari NGO Power to Youth kita berhasil menekankan angka itu, bahkan sekarang kita sudah ada Perdes,” kata Mahjat.
(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.