Tiga Makna Tradisi Perang Topat Menurut Dispar Lombok Barat: Simbol Pluralisme Hingga Penglaris

Puncak acara Tradisi Budaya Perang Topat diselenggarakan di Pura Lingsar, Kecamatan Lingsar, Lombok Barat

Penulis: Sinto | Editor: Wahyu Widiyantoro
TRIBUNLOMBOK.COM/ROBBY FIRMANSYAH
Tradisi Budaya Perang Topat diselenggarakan di Pura Lingsar, Kecamatan Lingsar, Lombok Barat, Senin (27/11/2023). 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Sinto

TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK BARAT - Di Pulau Lombok sejumlah tradisi 'perang' tetap dipertahankan dan masih berlangsung hingga saat ini.

Jika di Lombok Tengah mempunyai perang Timbung maka Lombok Barat mempunyai tradisi bernama perang Topat.

Tradisi Perang Topat ini dipertahankan sebagai bagian dari warisan budaya yang berfokus pada toleransi, semangat gotong royong, dan kebersamaan masyarakat.

Puncak acara Tradisi Budaya Perang Topat diselenggarakan di Pura Lingsar, Kecamatan Lingsar, Lombok Barat, Senin (27/11/ 2023).

Baca juga: Umat Hindu dan Islam di Lingsar Melaksanakan Tradisi Perang Topat sebagai Simbol Toleransi

Kepala Dinas Pariwisata Lombok Barat Fajar Taufik mengungkapkan terdapat beberapa makna dari tradisi perang Topat yang diusulkan menjadi kharisma event Nusantara (KEN) ini.

Perang Topat bukanlah perang yang menggunakan senjata, melainkan bentuk luapan kegembiraan masyarakat dengan saling melempar menggunakan ketupat.

Ritual Perang Topat dilaksanakan setiap tahun pada bulan Purname Sasih ke Pituq menurut kalender Sasak, atau sekitar bulan November atau Desember setelah selesainya Pedande Mapuje, yaitu pada saat Roroq kembang Waru (gugurnya bunga waru).

Terdapat tiga makna dari tradisi perang Topat.

Baca juga: Tradisi Lebaran Topat di Mataram, Ziarah Makam hingga Rekreasi di Taman Loang Baloq

1. Simbol Pluralisme

Dikatakan Fajar, perang Topat merupakan simbol pluralisme antara masyarakat beragama Hindu dan beragama Islam di Lombok Barat.

Termasuk pula simbol pluralisme antara suku Sasak dan Suku Bali yang bersama-sama berkumpul bersama-sama disatu tempat untuk melakukan ritualitas.

"Perang Topat ini merupakan simbol perdamaian diantara mereka," jelas Fajar.

Uniknya, meskipun perang ini melibatkan umat Hindu dan Islam, tetapi justru menjadi simbol kekuatan toleransi umat beragama di Kecamatan Lingsar.

2. Tanda Awal Musim Tanam Padi

Fajar mengungkapkan, topat-topat yang tersisa usai perang topat diambil oleh warga untuk ditanam sawah.

"Harapannya hasil panennya bisa melimpah," jelasnya

3. Sebagai penglaris

Fajar menjelaskan, bagi masyarakat yang berdagang, mereka mengambil Topat tersebut untuk ditaruh ditempat dagangannya dengan harapan agar laris.

Dia mengungkapkan, pihaknya bersyukur karena event perang topat ini masuk Kharisma Event Nusantara (KEN) setelah diusulkan tahun lalu.

Pelaksanaan perang topat tahun ini dievaluasi langsung oleh direktur dan tim kemenparekraf RI yang datang langsung ke lokasi acara.

Baca juga: Wisata Lombok, Kemeriahan Perang Topat di Lingsar Lombok Barat Setelah 2 Tahun Absen

Warga membawa topat sebagai senjata saat  Perang Topat di Pura Kemalik, Lingsar Kabupaten Lombok Barat, Senin (27/11/2023).
Warga membawa topat sebagai senjata saat Perang Topat di Pura Kemalik, Lingsar Kabupaten Lombok Barat, Senin (27/11/2023). (TRIBUNLOMBOK.COM/ROBBY FIRMANSYAH)

"Tiga hari kedepan akan keluar hasil evaluasi kemenparekraf. Dan untuk tahun 2024, event perang topat sudah lolos kurasi tahap 2. Kita berharap tidak ada permasalahan sehingga tahun 2024 bisa masuk kedalam agenda KEN Kemanparekraf RI," pungkas Fajar.

Adapun rangkaian acara jelang perang Topat tahun ini antara lain:

20-25 November : Peresean

26 November: Pemasangan Abah Abah, Pembuatan Kebon Odek, Haul Islami, Mendak Betara, Ngeliningan Kaoq, Hiburan Rakyat dan pameran pusaka desa.

27 November: Prosesi Perang Topat diiringi dengan atraksi Seni Dan Budaya.

30 November: Melayangin, Beteteh, dan upacara Bukaq Botol Momot.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved