Kenapa Masyarakat Sasak Dilarang Duduki Bantal? yang Melanggar Dianggap Pamali, Ini Alasannya

Bantal itu wajib dihormati sesuai dengan fungsi utamanya untuk kepala sehingga pamali bagi yang melanggarnya

ISTIMEWA
Ilustrasi anak-anak sedang menduduki bantal. Bantal itu wajib dihormati sesuai dengan fungsi utamanya untuk kepala sehingga pamali bagi yang melanggarnya. 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Ahmad Wawan Sugandika

TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK TIMUR - Masyarakat Sasak yang ada di Lombok Nusa Tenggara Barat (NTB) memiliki ragam kepercayaan termasuk pamali.

Salah satunya larangan menduduki atau menginjak bantal tidur.

Ketua Pemerhati Budaya Lombok Timur, Amaq Mila mengatakan secara ilmiah memang tidak ada penjelasan rincinya.

Namun di balik itu, larangan duduk di bantal ini punya makna filosofis tentang tata krama dan adat istiadat.

Baca juga: Kue Bantal Desa Gapuk Lombok Timur, Jajanan Tradisional yang Eksis Sejak Tahun 90-an

"Karena bantalan kepala ini sebagai struktur tubuh tertinggi, mengingat kepala sebagi gudang pemikiran dan harus dihormati dengan segala fasilitasnya," ucapnya, setelah dikonfirmasi, Minggu (3/9/2023).

Amaq Mila yang juga anggota Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) itu menjelaskan, pamali itu juga bagian dari pelestarian budaya santun yang ada di masyarakat, hingga diharapkan akan terus digaungkan.

Apalagi dengan perkembangan dunia saat ini, di khawatirkan jika tidak diteruslan sebagai satu pembelajaran, generasi muda Sasak akan secara tidak langsung meninggalkan tradisi dan kepercayaan leluhur.

"Tujuannya agar tidak menjadi generasi yang miskin sopan santun kalau bahasa kasarnya jadi kurang ajar tokol bantal apalagi injak bantal dan itu bukan hanya bantal yang dia pakai sendiri tetapi di manapun dan punya siapa pun bantal itu wajib dihormati sesuai dengan fungsi utamanya untuk kepala," tutupnya.

Baca juga: Tenda Jemaah di Arafah dan Mina saat Puncak Haji 2022 Kini Lebih Sejuk dan Dilengkapi Kasur Bantal

Ditempat berbeda, Nuraini (54) warga Dusun Kulur, Desa Tumbuh Mulia, Kecamatan Suralaga, menceritakan dalam tata perilaku di Suralaga, saat orang-orang dewasa menjemur bantal miliknya dan diambil kembali, sebelum dipasangkan sarung bantal, kerap anak tidur di bantal tersebut.

Hal itu langsung ditegur karena bagi masyarakat di desa setempat, tindakan tersebut berakibat ke depannya. Apalagi kalau sering dilakukan.

"Yang namanya anak-anak kan, apalagi kalau selesai kita jemur bantal, rasa hangatnya terasa, kalau dijadikan alas tidur bagi anak-anak dia nyaman. Tapi itu bukan tempat nya," singkatnya.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved