STQH Kota Mataram

Cerita di Balik Drama Kolosal "Sejelo Kalo Ngaji" dalam Pembukaan STQH Kota Mataram

Tarian tersebut menggambarkan kondisi masyarakat Lombok dan Sumbawa tentang bagaimana belajar Al Quran, mulai dari mengenal hurup hijaiyah.

Penulis: Robby Firmansyah | Editor: Sirtupillaili
TRIBUNLOMBOK.COM/ROBBY FIRMANSYAH
Sejumlah anak diajarkan mengaji oleh seorang guru dalam pentas drama kolosal pembukaan STQH tingkat Provinsi NTB, Minggu (18/6/2023). 

Laporan wartawan TribunLombok.com, Robby Firmansyah

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Ribuan warga Kota Mataram meriahkan pembukaan Seleksi Tilawatil Quran dan Hadist (STQH) XXVIII tingkat Provinsi NTB, di Taman Sangkareang.

Para warga yang hadir disuguhkan berbagai pertunjukan, salah satunya tarian kolosal bertemakan "Sejelo lalo ngaji," pada Minggu (18/6/2023).

Tarian tersebut menggambarkan kondisi masyarakat Lombok dan Sumbawa tentang bagaimana belajar Al Quran, mulai dari mengenal hurup hijaiyah hingga belajar membacanya.

Cerita tersebut ditulis dalam daun lontar yang dibacakan oleh Papuk Icut, sementara dibawah panggung puluhan anak membawa obor.

Baca juga: Ribuan Masyarakat Meriahkan STQH XXVII, Cerminan Pluralisme dan Toleransi di Lombok Barat

Hal ini menandakan kondisi masyarakat zaman dahulu saat akan berangkat mengaji yang dimainkan siswa Madrasah Ibtidaiyah (MI) NW Karang Bata, Kecamatan Sandubaya Kota Mataram.

Hikayat tersebut syarat akan makna, di dalamnya diajarkan bagaimana membedakan huruf hijaiyah, kemudian tatacara membacanya.

Setelah pembacaan hikayat tersebut, para anak-anak yang bermain karet gelang, selain itu bermain layangan sambil berlarian.

Dalam drama tersebut juga digambarkan bagaimana anak-anak menjelang magrib masih tetap bermain.

Hingga orang tua menyuruh mereka untuk kembali ke rumah.

Anak-anak pun berlarian sambil membawa mainan mereka berupa layangan.

Kemudian anak-anak terlihat berjalan beriringan menuju masjid sambil mengenakan sarung dan membawa Al Quran, di masjid mereka diajarkan membaca huruf yang ada dalam Al Quran.

Selain pembacaan hikayat, pembacaan puisi juga turut meramaikan drama kolosal tersebut.

Dalam puisi menceritakan bagaimana keindahan Pulau Lombok dan Sumbawa, keberagaman suku, etnis dan agama hidup rukun.

Kegagahan dua gunung di dua pulau tersebut tidak luput dimasukkan dalam bait puisi yang disaksikan ribuan warga dan pimpinan daerah se-NTB itu.

Gunung Rinjani dan Tambora diibaratkan sebagai dua penjaga istana yang gagah.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved