Berita Bima

Penjelasan STIE Bima yang Dituding Kriminalisasi Mahasiswanya

Bukan hanya sekedar karena kasus penyebaran flyer saja sehingga STIE Bima dianggap anti kritik

Penulis: Atina | Editor: Wahyu Widiyantoro
TRIBUNLOMBOK.COM/ATINA
Aksi demonstrasi yang digelar mahasiswa di Kota Bima saat peringatan Hardiknas, mengungkap kasus kriminalisasi terhadap 2 mahasiswa di 2 kampus swasta di Bima. Bukan hanya sekedar karena kasus penyebaran flyer saja sehingga STIE Bima dianggap anti kritik. 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Atina

TRIBUNLOMBOK.COM, KOTA BIMA - Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Bima memberikan klarifikasi terkait tudingan yang menyebut kasus drop out sepihak seorang mahasiswa karena mengkritisi Program Indonesia Pintar (PIP).

Melalui Humasnya, STIE Bima memberikan klarifikasi tertulis kepada TribunLombok.com, Selasa (2/5/2023).

"Viralnya informasi negatif yang berkaitan dengan STIE Bima, maka perlu sedikit kami luruskan bahwa keputusan tentang dikeluarkannya mahasiswa tersebut," kata Humas STIE Bima, Ita Purnama.

Ia menegaskan, bukan hanya sekedar karena kasus penyebaran flyer saja sehingga STIE Bima dianggap anti kritik dan sebagainya.

Baca juga: BREAKING NEWS: Mahasiswa Bima Gelar Demo dan Ungkap Kasus Pembungkaman di Kampus

Mahasiswa tersebut, ungkap Ita, sudah memiliki kasus-kasus sebelumnya yang dijadikan sebagai pertimbangan dikeluarkannya mahasiswa tersebut.

"Dimana keputusannya diambil melalui rapat bersama Pimpinan, Staf dan Dosen yang pernah mengajar mahasiswa tersebut," ungkapnya.

Beberapa kasusnya yaitu, membuat keributan (bukan sekedar cekcok biasa) dengan satpam kampus, karena ditegur untuk mematuhi peraturan.

Kemudian membuat keributan dengan admin semester (bukan sekedar cekcok biasa), pada saat pengisian formulir rencana studi karena ditegur untuk mematuhi peraturan.

Melaksanakan ujian semester di luar ruangan, yaitu area taman kampus tanpa memedulikan dosen pengawas dan dosen yang memonitoring dan mengevaluasi pelaksanaan ujian, serta tata tertib pelaksanaan ujian.

Selanjutnya, beber Ita, mahasiswa tersebut membuat kegaduhan pada saat proses belajar mengajar, membuat sebagian teman-teman sekelas tidak nyaman berada satu kelas dengannya.

Akibatnya, ada sebagian mahasiswa yang meminta pada saat pembagian kelas untuk tidak berada satu kelas dengan mahasiswa tersebut di admin semester.

Tidak hanya itu, Ita juga menyebutkan, mahasiswa yang didrop out tidak menjaga sikap dan perilaku, serta tidak memiliki rasa hormat kepada dosen.

"Terutama dosen yang pernah mengajar mahasiswa tersebut dan ini sudah berlangsung selama beberapa semester," kata Ita.

Hal berikutnya yaitu, tidak menerima nasehat dari Tim KIP untuk kuliah dengan baik, serta mampu membagi waktu antara kegiatan akademik dan kegiatan lainnya.

Sehingga bisa memberikan contoh yang baik kepada mahasiswa, yang tidak mendapatkan beasiswa baik dari sisi nilai akademik yang bagus, maupun dari sisi tingkah laku yang baik.

"Sampai sejauh ini mahasiswa tersebut hanya mendapatkan IPK sebesar 1,88 dan untuk sekedar diketahui, mahasiswa tersebut tidak memiliki kartu KIP, PKH, KKS, DTKS," sebutnya.

Akan tetapi, karena pada saat itu kuota KIP STIE Bima masih ada dan juga melihat dari kondisi keluarga mahasiswa tersebut, dianggap layak untuk mendapatkan beasiswa KIP.

Sehingga mahasiswa tersebut, ditetapkan sebagai penerima KIP dengan pengajuan menggunakan SKTM.

"Dengan harapan diawal, pada saat menasehati mahasiswa tersebut bisa indahkan dan bisa menjadi mahasiswa yang lebih baik lagi," tandasnya.

Baca juga: Hardiknas di Kota Bima: Wali Kota Muhammad Lutfi Minta Merdeka Belajar Dilanjutkan

Akan tetapi, ternyata mahasiswa tersebut tidak bisa dinasehati terutama dari sisi sikap, perilaku dan lainnya.

Ita juga mengungkap, orang tua mahasiswa tersebut pernah menghubungi pihak kampus soal anaknya yang tidak pernah pulang, karena sebagai petani ingin dibantu oleh anaknya.

Dengan tegas Ita mengatakan, pihaknya pernah membina mahasiswa bernama Samsurijal tersebut, namun tidak ada perubahan.

Pihak kampus pun mengedepankan ilmu dan abab, sehingga itu menjadi pertimbangan yang prioritas untuk mempertahankan mahasiswa atau tidak.

"Sehingga akhirnya diputuskan, kami kembalikan ke orang tuanya untuk dibina lebih lanjut," pungkas Ita.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved