Berita Lombok Utara
Menguak Polemik Keberadaan Cidomo di Gili Trawangan
Walau demikian, banyak juga wisatawan yang justru senang karena terbantu dengan adanya cidomo di Gili Trawangan.
Penulis: Ahmad Wawan Sugandika | Editor: Dion DB Putra
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Ahmad Wawan Sugandika
TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK UTARA - Belum lama ini Bupati Kabupaten Lombok Utara (KLU), Djohan Sjamsu melontarkan pernyataan terkait keberadaan cidomo di destinasi wisata favorit Gili Trawangan.
Orang nomor satu di Lombok Utara itu mengatakan, demi percepatan layanan transportasi darat wisatawan di Tramena, Pemda KLU akan mengganti alat transportasi cidomo dengan kendaraan roda 3 (R3) bertenaga listrik.
Baca juga: Cerita Pelaku Wisata di Gili Trawangan Berjuang Hidupkan Event Tapi Malah Dicomot Pihak Lain
Hal ini dikatakan Bupati Sjamsu saat menyambut kunjungan Kemenbappenas meninjau lokasi abrasi di Gili Tramena (Gili Trawangan, Meno, dan Air) bersama Gubernur NTB Dr. Zulkieflimansyah pada Januari 2023.
I
nformasi yang TribunLombok.com dapatkan, ada wisatawan asing yang menyayangkan penggunaan cidomo di Gili Tramena. Menurut mereka, penggunaan cidomo masuk kategori animal abuse atau perlakuan kejam terhadap binatang.
Walau demikian, banyak juga wisatawan yang justru senang karena terbantu dengan adanya cidomo di Gili Trawangan.
Penolakan dari Animal Walfare
Liz Martafeni, Corporate of Director of Sales and Marketing Hotel Villa Ombak mengungkapkan, keberadaan cidomo sering dikeluhkan tamunya.
Bukan hanya terkait animal abuse, namun cidomo di Gili Trawangan dianggap melahirkan pemandangan yang kurang indah.
"Masalah cidomo ini, banyak (aktivis) animal welfare yang tidak setuju. Mungkin bisa diganti dengan yang lebih baik dan bersih," kata Liz kepada TribunLombok.com, Jumat (10/3/2023).
Keberadaan cidomo Gili Trawangan sudah berlangsung lama. Sejak puluhan tahun yang lalu cidomo menjadi sumber pendapatan masyarakat setempat.
Cidomo pun sudah menjadi ciri khas Gili Trawangan.
H. Nurdimah, seorang di antara kusir cidomo di Gili Trawangan menceritakan pentingnya cidomo bagi masyarakat di sana serta wisatawan.

Nurdimah menjadi kusir Cidomo sejak 1969 mengaku belum sekalipun mendengar keluhan tentang cidomo dari wisatawan.
Nurdimah kaget saat mendengar informasi rencana pergantian cidomo yang dilontarkan Bupati Djohan Sjamsu.
"Sejak 1969 di sini pak, masih hutan dulu di sini saya sudah jadi kusir. Nggak ada keluhan dari turis, malah mereka senang," katanya.
"Sempat saya dengar cidomo kita ini mau diganti pakai speda listrik, tapi lihat jalanan di sini apa sesuai," lanjutnya.
Nur, sapaan akrabnya meminta Pemda KLU mempertimbangkan kembali rencana itu mengingat banyak warga yang menggantungkan hidup sebagai kusir cidomo.
"Saya bukan pemilik cidomo, pak. Sya hanya membawa, ada kita punya bos, dan banyak juga temen-temen yang hidup sebagai kusir di sini," tuturnya.
Diakuinya, dia bertahan sekian lama menjadi kusir karena penghasilannya baik.
Para kusir mendapatkan Rp 300 hingga Rp 500 ribu per hari.
Biasanya untuk sekali mengantar penumpang di Gili Trawangan para kusir mematok harga Rp 50 hingga 100 ribu tergantung jarak tempuh.
"Modelnya kami berganti sif dengan yang lain. Sedikitnya paling Rp 300 ribu (per hari). Kita juga itu dengan bos, dan orang yang ngasih rumput ke kudanya," kata Nur.
Pergantian cidomo
Mengenai rencana pergantian cidomo dengan kendaraan listrik, Wakil Ketua II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lombok Utara, Mariadi menilai hal itu akan melahirkan permasalahan baru.
"Jangan sampai ini (cidomo) kita hapuskan dan melahirkan konflik internal dalam masyarakat kita," ucapnya.
Dikatakannya, sekarang ini yang lebih penting adalah bagaimana melindungi pengusaha lokal yang ada di Gili Trawangan.
Selain itu sebisa mungkin mempertahankan ciri khas yang ada di tempat wisata favorit tersebut.
"Orang datang ke Gili Trawangan itu tidak hanya puas melihat pantai dan sebagainya. Namun ada beberapa fasilitas pendukung yang selama ini mereka nikmati, salah satunya cidomo," tuturnya.
Lebih lanjut Mariadi mengatakan, pergantian yang ingin dilakukan pemerintah harus melalui pengkajian terlebih dahulu.
Penerapannya tidak bisa dipaksakan begitu saja. Pemerintah butuh waktu mensosialisasikan kepada warga setempat.
Angkutan cidomo itu, kata dia, diperlukan karena keunikan, sisi tradisional merupakan ciri khasnya.
"Ini yang mau kita ubah menjadi angkutan modern, kalau itu, kan di mana-mana mereka punya. Justru mereka (wisatawan) datang ke tempat itu bukan tertarik dengan angkutan modern, namun tertarik karena angkutan tradisional yang kita punya itu," kata Mariadi.
Ia menilai pemerintah membutuhkan waktu yang panjang untuk melakukan alih transisi dari angkutan tradisional menjadi moderen. (*)
Soundtuari Festival Gili Air Resmi Dibuka, Festival Musik dan Seni Visual Pertama di Indonesia |
![]() |
---|
Dispar KLU Proyeksikan Tradisi Maulid Bayan Masuk Kharisma Event Nusantara |
![]() |
---|
WNA India Ditemukan Meninggal di Gili Trawangan, Awalnya Kejang di Depan Kamar Hotel |
![]() |
---|
Kronologi Kades di Lombok Utara Bubarkan Aktivitas Cafe Tuak Diduga Pekerjakan Anak di Bawah Umur |
![]() |
---|
Kades Sukadana Tutup Kafe Tuak yang Meresahkan Warga dan Diduga Pekerjakan Anak di Bawah Umur |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.