Keluh Kesah Kontraktor di NTB Garap Proyek APBD, Singgung Sistem Pembayaran Cicil Sejak Tahun 2020

Sejak tahun 2020 silam, proyek pengerjaan fisik yang diperoleh dari program APBD NTB selalu telat dibayar

Penulis: Lalu Helmi | Editor: Wahyu Widiyantoro
ISTIMEWA
Wakil Ketua Kadin Lombok Timur Rahmatullah Jayadi, Senin (27/2/2023). Sejak tahun 2020 silam, proyek pengerjaan fisik yang diperoleh dari program APBD NTB selalu telat dibayar. 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Lalu Helmi

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Sejumlah kontraktor di Nusa Tenggara Barat (NTB) menyampaikan keluhannya terhadap Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB mengenai pembayaran proyek.

Pasalnya, selama tiga tahun iklim usaha mereka terganggu lantaran sistem pembayaran yang diterapkan Pemprov NTB di bawah kepemimpinan Zulkieflimansyah-Sitti Rohmi Djalillah.

Sejak tahun 2020 silam, proyek pengerjaan fisik yang diperoleh dari program APBD NTB selalu telat dibayar.

"Sejak 2020 itu dibayar pada 2021, kemudian proyek 2021 dibayarkan pada 2022, dan proyek 2022 kemarin dijanjikan ada dibayar pada 2023 ini," kata salah seorang kontraktor yang mendapatkan proyek Pemprov NTB, Rahmatullah Jayadi, Senin (27/2/2023).

Sejumlah proyek yang dibiayai dari APBD murni 2022 yang lalu disepakati untuk dibayarkan dengan mekanisme 30:70.

Baca juga: Klarifikasi Pemprov NTB Soal Serapan APBD NTB 2022 Masih Rendah Meski Sudah Akhir Tahun

30 persen dibayarkan pada tahun 2022, serta sisanya akan dibayarkan pada tahun 2023 ini.

Seluruh pekerjaan fisik oleh para kontraktor telah selesai dilakukan pada 2022 yang lalu.

"Proyek tahun 2022 yang telah dibayar pada 2022 kemarin sekitar 25 sampai 30 persen dari pagu anggaran masing-masing kegiatan," tuturnya.

Wakil Ketua Kadin Lombok Timur itu mengaku, Pemprov NTB seharusnya memperhatikan pihaknya yang merupakan bagian dari Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).

Pemprov NTB seharusnya turun tangan membantu agar UMKM berkembang.

Pasalnya, dari pekerjaan kontraktor, banyak kelompok masyarakat yang juga dapat memperoleh pekerjaan.

Mulai dari pekerja, hingga toko bangunan.

Hal itu dinilainya menjadi salah satu penopang berjalannya siklus ekonomi di level bawah.

Kondisi saat ini, kata Rahmatullah Jayadi, banyak diantara rekannya yang putus asa.

Belum bayar karyawan, belum bayar toko bangunan, kemudian membayar bunga di bank.

"Tapi kalau dengan sistem pembayaran seperti ini selama tiga tahun, bagaimana kami bisa berkembang?

"Sampai saat ini pun, tenaga kami, karyawan dan pekerja kami masih belum kami bayar. Belum lagi kita bicara pinjaman di bank, belum lagi ke toko bangunan.

"Dengan regulasi pembayaran seperti ini dari pemprov, kami dibunuh. Bisa dikatakan pemprov ini telah gagal membina UMKM," katanya.

Dengan kondisi seperti ini, pihaknya mengklaim sudah tidak bicara lagi soal mencari keuntungan.

Sebab, keuntungan tersebut habis hanya untuk membayar bunga bank.

"Indikasinya kegagalannya apa? Kondisi saat ini, ratusan kontraktor pekerjaannya belum dibayar. Angka yang sudah dibayar 25 s.d. 30 persen itu tidak dapat menutupi cost kerja.

"Jadi kalau alasannya karena faktor Covid, ndak bisa lagi digunakan itu sekarang, dulu kan banyak anggaran di refocusing juga. Kalau begini kan, hati nurani pemprov itu di mana?", sambungnya.

Pengurus Gapeksindo Lombok Timur itu pun meminta agar Pemprov NTB segera membayar utangnya kepada pada kontraktor.

Baca juga: KUA dan PPAS APBD NTB 2023 Ditandatangani, Berikut Rinciannya

Minimal ada jawaban pasti kapan pembayaran tersebut akan dilakukan.

"Kami minta segera dibayar, harus dibayar dan jangan dicicil. Sampai sekarang ini kami belum mendapatkan informasi yang valid. Awal tahun 2023 kami sempat ada angin segar, akan dibayar awal Februari. Sampai sekarang buktinya belum ada," jelasnya.

Pihaknya mengklaim, Pemprov NTB berutang dengan kisaran Rp 1-5 miliar kepada setiap kontraktor.

Rahmatullah Jayadi menambahkan, baru pada kepemimpinan Zul-Rohmi ini ia menemukan sistem pembayaran yang selalu telat seperti ini.

Sebelumnya, saat zaman Tuan Guru Bajang menjadi Gubernur NTB, pembayaran proyek kepada para rekanan selalu lancar. Tak pernah menjadi utang.

"Kami minta kepastian, banyak hak orang yang harus kami tunaikan. Harus ada jawaban kongkret," jelasnya.

Ia pun saat ini merasa lebih khawatir. Pasalnya, masa kepemimpinan Zul-Rohmi akan berakhir pada 19 September 2023 mendatang.

"Ini kan akhir masa jabatan, jangan sampai habis masa jabatan kami belum dibayar. Ini urgent. Pertanyaan saya, apa jaminan dari penjabat nanti mau membayar kami?", tukasnya.

Pihaknya pun memastikan akan terus melakukan upaya-upaya kongkret hingga Pemprov NTB melakukan pembayaran kepada para rekanan.

Lebih jauh, Rahmatullah Jayadi meminta kepada asosiasi badan usaha maupun pekerja, untuk lantang bersuara perihal nasib kontraktor di NTB.

"Mari sama-sama, kasian saudara-saudara kita, ada yang jual rumahnya, ada yang cerai dengan istrinya, dikejar sama hutang, ndak berani pulang ke rumah, ditelpon setiap hari oleh pihak bank," tegasnya.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved