Pemilu 2024
AHY, Airlangga, Zulhas, hingga Cak Imin Bergandengan Tangan Menolak Usulan PDIP
Delapan Parpol parlemen, Golkar, PAN, PKB, Demokrat, PKS, NasDem, PPP dan Gerindra tetap menginginkan Pemilu dengan sistem proporsional terbuka.
“Jangan sampai mereka yang berjibaku, berusaha, berjuang untuk mendapatkan suara kemudian rontok semangatnya karena berubah sistem. Kita ingin sekali lagi, yang terbaiklah yang bisa membawa aspirasi masyarakat luas,” imbuh AHY.
PDIP tunggu putusan MK
Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto merespons pernyataan sikap ketua umum serta pimpinan delapan Parpol yang menolak sistem proporsional tertutup. PDIP, kata Hasto, menghormati langkah tersebut.
Terlebih saat ini wacana sistem proporsional tertutup perkaranya sedang dibahas di Mahkamah Konstitusi (MK). PDIP yang tak hadir di pertemuan itu memilih untuk akan menghormati apapun putusan MK.
“Pertemuan yang ada di Hotel Dharmawangsa ya itu kita hormati sebagai bagian dalam tradisi demokrasi kita,” kata Hasto, Minggu (8/1/2023).
Dia mengatakan, adalah hal biasa untuk saling bertemu dalam dunia politik. Ketum PDIP Megawati juga melakukan banyak pertemuan, baik dengan rakyat maupun dengan elite nasional lainnya. Yang membedakan adalah Megawati melakukan pertemuan dengan para Ketum parpol tidak dalam pengertian terbuka.
“Beliau banyak melakukan dialog bangsa dan negara itu justru dalam suasana yang kontemplatif. Itu yang membedakan,” kata Hasto.
Mengenai isu sistem Pemilu proporsional terbuka yang hendak diusulkan diubah tertutup seperti yang menjadi materi gugatan di Mahkamah Konstitiusi (MK), Hasto mengatakan bahwa semua punya ranahnya masing-masing. Terkait dengan fungsi legislasi atau pembuatan UU, ranahnya ada di DPR. Namun jika menyangkut judicial review UU terhadap UUD 1945, ranahnya ada di MK.
Kalau ditanya idealisme yang dipegang PDIP terkait isu tersebut, Hasto mengatakan, pihaknya melihat DPR bertanggung jawab bagi masa depan negara.
Maka sebagai partai politik yang mengajukan calon anggota DPR, PDIP memerlukan para ahli dan pakar di bidangnya untuk bisa dicalonkan sebagai anggota DPR.
"Nah dengan proporsional terbuka, ketika kami menawarkan kepada para ahli untuk membangun Indonesia melalui fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan di DPR, banyak yang mengatakan biayanya tidak sanggup. Karena proporsional terbuka dalam penelitian Pak Pramono Anung, minimum paling tidak harus ada (modal, red) yang Rp 5 miliar untuk menjadi anggota Dewan. Bahkan ada yang habis sampai Rp 100 miliar untuk menjadi anggota Dewan. Maka ada kecenderungan struktur anggota dewan, banyak yang didominasi para pengusaha,” pungkasnya. (tribunnews)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.