Nahdlatul Wathan

Profil TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, Pendiri NW dan Pahlawan Nasional dari NTB

Pendiri Nahdlatul Wathan (NW) TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid merupakan sosok yang patut menjadi panutan anak muda saat ini.

Editor: Sirtupillaili
Dok.NWDI
Kolase foto pahlawan nasional dan pendiri Nahdlatul Wathan TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid. 

TRIBUNLOMBOK.COM - Kiprah pendiri Nahdlatul Wathan (NW) TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid patut dipelajari generasi muda saat ini.

Selain mendirikan Nahdlatul Wathan, TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid juga merupakan sosok ulama karismatik dan satu-satunya pahlawan nasional asal Nusa Tenggara Barat (NTB).

Semasa hidupnya TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid tidak hanya fokus membesarkan Nahdlatul Wathan, pada zamannya dia berjuang membebaskan masyarakat Lombok dari keterbelakangan pendidikan.

Sejak muda TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid sudah aktif berdakwah dan menunjukkan kecerdasannya sebagai pelajar.

Berikut ini profil TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, pendiri Nahdlatul Wathan.

Baca juga: Sejarah Nahdlatul Wathan dan Jejak Perjuangan Maulana Syekh TGKH Muhammad Zanuddin Abdul Madjid

Maulana Syekh TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Majid lahir tanggal 19 April 1908, di kampung Bermi Pancor, Lombok Timur.

Dia merupakan anak dari TGH Abdul Madjid dengan seorang wanita solihah bernama Hj Halimah As-Sa'diyyah.

Oleh kedua orang tuanya, dia diberi nama kecil yakni Muhammad Syaggaf.

Tapi setelah menunaikan ibadah haji, namanya diganti menjadi Muhammad Zainuddin Abdul Majid.

Nama ini diberikan oleh ayah TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid sendiri.

Nama tersebut diambil dari nama seorang ulama besar yang mengajar di Masjid al-Haram, yaitu Syekh Muhammad Zainududdin Sarawak (Malaysia).

Baca juga: Sejarah Berdirinya Organisasi NWDI, Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah di Lombok

Dikutip dari Wikipedia Indonesia, silsilah keturunan TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid tidak bisa diungkapkan secara jelas dan runtut, terutama silsilahnya ke atas.

Karena catatan dan dokumen silsilah keluarga beliau hangus terbakar ketika rumahnya mengalami musibah kebakaran.

Namun, menurut sejumlah kalangan bahwa asal usulnya dari keturunan orang-orang terpandang, yakni dan keturunan sultan-sultan Selaparang.

Selaparang merupakan sebuah kerajaan Islam yang pernah berkuasa di Pulau Lombok.

Disebutkan bahwa TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid merupakan keturunan ke-17 dari raja Selaparang.

Santri Cerdas

Potret para santri NWDI pada masa awal-awal TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid mendirikan NWDI dan NBDI sebagai basis perjuangan dalam menyebarkan ajaran Islam di Lombok.
Potret para santri NWDI pada masa awal-awal TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid mendirikan NWDI dan NBDI sebagai basis perjuangan dalam menyebarkan ajaran Islam di Lombok. (Dok.NW)

Maulana Syekh TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid adalah anak bungsu dari enam bersaudara.

Kakak kandungnya lima orang, yakni Siti Syarbini, Siti Cilah, Hajjah Sawdah, Hajji Muhammad Shabur dan Hajjah Masyitah.

Ayahnya TGH Abdul Madjid yang terkenal dengan penggilan Guru Mu’minah, semasa mudanya bernama Luqmanul Hakim merupakan seorang muballigh dan terkenal pemberani.

Beliau pernah memimpin pertempuran melawan kaum penjajah.

Sedangkan ibunya Hj Halimah As-Sa’diyah terkenal sangat solihah.

Setelah berusia 9 tahun, Muhammad Zainuddin muda memasuki pendidikan formal yang disebut Sekolah Rakyat Negara, hingga tahun 1919 M.

Dalam buku Muhammad Tohri, dkk berjudul "Menyusuri Keagungan Cinta Maulana" disebutkan, setelah menamatkan pendidikan formalnya, beliau kemudian diserahkan ayahnya untuk menuntut ilmu agama lebih luas dari beberapa Tuan Guru.

Setelah menimba ilmu di beberapa Tuan Guru, Maulana Syekh dibawa ayahnya ke Makkah untuk menimba ilmu agama.

Maulana Syekh TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid terkenal sangat jujur dan cerdas.

Karena itu tidak mengherankan bila ayah-bundanya memberikan perhatian istimewa dan menumpahkan kasih sayang yang begitu besar kepadanya.

Ketika berangkat ke Makkah untuk melanjutkan studi, kedua orang tuanya ikut mengantar.

Ayahnya mencarikan guru tempat belajar pertama kali di Masdil Haram, kemudian menemaninya di Makkah sampai dua kali musim hajji.

Sedangkan ibundanya Hj Halimah As-Sa’diyah ikut bermukim di Makkah mendampingi dan mengasuhnya.

Tiga setengah tahun setelah datangan ke Makkah, sang ibu meninggal dunia.

Kemudian dimakamkan di Ma’lah, Mekkah al-Mukarramah.

Beberapa saat setelah musim haji usai, TGH Abdul Madjid mulai mencarikan guru buat anaknya.

Setelah berkeliling tidak kurang dari dua bulan, sampailah TGH Abdul Madjid pada sebuah majelis.

Syekh yang mengajar di tempat tersebut bernama Syaikh Marzuqi, Syaikh keturunan Arab kelahiran Palembang yang sudah lama mengajar mengaji di Masjdil Haram, yang saat itu berusia sekitar 50 tahun.

Di sanalah TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid diserahkan untuk belajar.

Dia juga belajar ilmu sastra pada ahli syair terkenal di Makkah, yakni Syaīkh Muhammad Amin Al-Qutbi.

Pejuang Kemerdekaan

Dokumentasi TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid saat menjawab pertanyaan seorang muridnya.
Dokumentasi TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid saat menjawab pertanyaan seorang muridnya. (Dok.Disos NTB)

Dikutip dari situs resmi NWDI (nwdi.go.id), tahun 1934, sepulang dari Makkah dia mendirikan pesantren Al-Mujahidin (para pejuang), namanya kental dengan perjuangan melawan kolonial.

Perhatian beliau kepada situasi Lombok saat itu yang masih berjuang melawan penjajah mendorong beliau mendirikan sebuah madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI) dua tahun setelah mendirikan pesantren.

Penggunaan nama pesantren dan madrasah yang beliau dirikan, sangat kuat mengisyaratkan semangat jihad untuk ummat islam dan kebangkitan bangsa, negeri atau tanah air (Nahdlatul Wathan).

Tujuh tahun kemudian, tepatnya tangagl 21 April 1943, beliau mengambil langkah yang penting yang disebut dengan education for all dengan mendirikan madrasah perempuan pertama.

Sekolah/madrasah ini dinamakan Nahdlatul Banat Diniyah Islamiya.

Ini merupakan semangat pendidikan emansipatoris agar kaum perempuan, sebagaimana kaum laki-laki, juga bangkit memajukan ummat, negeri dan tanah air.

Sama seperti nama organisasi kemasyarakat yang dia dirikan yaitu Kebangkitan Tanah Air (Nahdlatul Wathan).

Pada zaman penjajahan, Maulana Syekh TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid juga menjadikan madrasah NWDI dan NBDI sebagai pusat pergerakan kemerdekaan.

Tempat menggembleng patriot-patriot bangsa yang siap bertempur melawan dan mengusir penjajah.

Bahkan secara khusus Maulana Syekh TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Majid bersama guru-guru madrasah NWDI-NBDI membentuk suatu gerakan yang diberi nama Gerakan al-Mujahidin.

Gerakan al-Mujahidin ini bergabung dengan gerakan-gerakan rakyat lainnya di Pulau Lombok untuk bersama-sama membela dan mempertahankan kemerdekaan dan keutuhan Bangsa Indonesia.

Pada tanggal 7 Juli 1946, TGH Muhammad Faizal Abdul Majid adik kandung TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid memimpin penyerbuan tanksi militer NICA di Selong.

Namun, dalam penyerbuan ini TGH Muhammad Faisal Abdul Madjid gugur bersama dua orang santri NWDI.

Mereka gugur sebagai syuhada’ sekaligus sebagai pencipta dan penghias Taman Makam Pahlawan Rinjani Selong, Lombok Timur.

Pada tahun 1953, TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid mendirikan sebuah organisasi Islam yakni Nahdlatul Wathan (Kebangkitan tanah air).

Melalui organisasi ini, TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid memberikan pengaruh yang amat besar terutama perkembangan dunia pendidikan di Lombok.

Nama Nahdlatul Wathan pada perkembangannya menjadi tarekat hizib Nahdlatul Wathan yang memeberikan andil dalam pengimplementasian tradisi keagamaan berbasis Ahlussunnah Wal Jamaah yang mengajarkan Islam moderat.

Organisasi Nahdlatul Wathan kini menjadi salah satu organisasi terbesar di NTB dan telah mendirikan cabang pengurus ke berbagai daerah di Indonesia.

Maulana Syekh Wafat

Kolase foto pendiri Nahdlatul Wathan (NW) TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid
Kolase foto pendiri Nahdlatul Wathan (NW) TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid (Dok.Istimewa)

TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid meninggal dunia pada hari Selasa, 21 Oktober 1997 M/18 Jumadil Akhir 1418 H.

Ulama karismatik ini wafat pada usia 99 tahun menurut kalender Masehi, atau usia 102 tahun menurut kalender Hijriah.

TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid berpulang ke rahmatullah sekitar pukul 19.53 WITA, di kediamannya di Bermi Pancor, Lombok Timur.

Ada tiga warisan besar yang tinggalkan TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, yakni ribuan ulama, puluhan ribu santri, dan sekitar seribu lebih kelembagaan Nahdlatul Wathan yang tersebar di seluruh Indonesia dan mancanegara.

TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid sangat berjasa dalam mengubah masyarakat NTB.

Melalui dakwah keliling hingga mendirikan madrasah (sekolah), TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid mengubah keyakinan masyarakat Lombok yang semula mayoritas animisme dan dinamisme menuju masyarakat yang Islami.

Dengan kiprahnya menyebarkan agama Islam sekaligus meningkatkan kualitas pendidikan warga, TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Majid dikenal sebagai seorang nasionalis pejuang kemerdekaan.

Dia juga merupakan mubalig, guru/pendidik, ulama/intelektual, sastrawan, politisi, dan guru sufi tarikat hizib Nahdlatul Wathan.

Sosoknya juga merupakan pembaharu sosial keagamaan dan pendidikan serta penerima bintang maha putra.

Berdasarkan surat Keputusan Presiden RI No. 115/TK/Tahun 2017, Maulana Syekh TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Majid dianugrahi gelar Pahlawan Nasional.

Gelar ini sebagai bentuk penghargaan pemerintah atas jasa TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid.

Gelar pahlawan ini diberikan Presiden Republik Indonesia Jokowi Widodo kepada ahli waris di Istana Negara.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved