Berita Bima
Relokasi Bantaran Sungai Padolo Kota Bima Ditolak: Rumah Baru Tak Layak Huni, Fasilitas Dasar Minim
rumah relokasi di Kadole Kota Bima dinilai minim fasilitas umum dasar hingga sanitasi yang tidak memadai
Penulis: Atina | Editor: Wahyu Widiyantoro
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Atina
TRIBUNLOMBOK.COM, KOTA BIMA - Warga bantaran Sungai Padolo, Kota Bima menolak rumahnya dibongkar untuk program relokasi.
Warga beralasan, di perumahan relokasi di Kadole Kecamatan Rasanae Timur, Kota Bima masih minim fasilitas dasar.
Seperti sekolah seperti PAUD, Puskesmas atau Polindes, hingga jaringan telepon.
"Saya sudah setahun tinggal di Kadole, bolak balik ga menetap. Gimana mau menetap, saya jualan ikan di sini. Kalau jualan di sana (Kadole) siapa yang beli, tidak ada orang," ungkap seorang warga RT 01 RW 01 Kelurahan Dara, Fatma.
Baca juga: Rumah di Sepanjang Bantaran Sungai Padolo Diratakan Pekan Depan, Puluhan Warga Belum Pindah
Warga lainnya Suharni mengungkap, tidak adanya jaringan telepon dan internet menjadi alasan kenapa dirinya enggan pindah.
Apalagi anak-anaknya sekolah aktif menggunakan ponsel sehingga dirasa tidak layak untuk tinggal di Kadole.
"Belum lagi kondisi rumah saya, sudah tidak layak. Pertama-tama selesai dibangun, itu bagus. Tapi lima atau enam bulan kemudian, semua lantai rumah saya menggelembung, tembok retak," beber Suharni.
Dua warga ini mengakui, telah menandatangani surat pernyataan bersedia di relokasi saat pendataan.
Namun saat itu, tegasnya, pemerintah berjanji akan membangun fasilitas dasar bagi masyarakat seperti sekolah dan lainnya.
"Kami mau pindah, kami mau rumah kami dibongkar, tapi lengkapi dulu fasilitas kami di atas sana," tegasnya.
Sementara itu, Ketua RT 01 Efendi kepada wartawan menyampaikan, hingga saat ini masih ada rumah relokasi warganya yang tidak memiliki septic tank.
"Juga ada yang masih belum dapat rumah. Lahan kosong juga belum diganti," tambahnya.
Efendi juga menyoroti pemerintah yang seolah tebang pilih, dalam membersihkan bangunan sepanjang bantaran sungai.
Sepanjang bantaran Sungai Padolo, terutama di sisi selatan banyak berdiri bangunan ruko megah.
Menurut Efendi, hingga saat ini tidak ada pernyataan dari pemerintah jika ruko-ruko tersebut juga akan diratakan dengan tanah.
Efendi menyebutkan beberapa bangunan ruko tersebut, seperti toko Columbia, toko automotif Pilar dan gedung milik warga keturunan Mulyono Tan atau yang biasa disapa Baba Ngeng.
"Kami sudah tanya ke BPBD, kasi dan kabidnya beda suara. Pemerintah tidak bisa berikan jawaban apapun, terkait bangunan-bangunan besar itu," ungkapnya.
Ditanya soal agenda pembongkaran yang akan dilakukan pada Senin, Efendi dengan tegas mengatakan, pemerintah harus memulainya dari titik nol arah barat sungai.
Baca juga: Pengosongan Bantaran Sungai di Padolo Diundur Lagi
Artinya, memulai pembongkaran dan perataan bangunan dari toko-toko besar di sepanjang bantaran sungai.
"Jangan rumah warga yang kecil-kecil ini saja dong. Kami minta harus mulai dari titik nol di bagian barat jembatan," tegasnya.
Khusus untuk warga RT 01, ada 22 Kepala Keluarga (KK) yang masuk dalam data relokasi.
Sedangkan total warga yang direlokasi di Kota Bima ini, sebanyak 1.200 rumah yang tersebar di sepanjang Sungai Padolo dan Melayu.
Sungai ini, merupakan 2 sungai besar yang membentang dari arah timur dan utara Kota Bima.
Program relokasi menjadi bagian dari proses rehabilitasi dan rekontruksi pascabanjir bandang yang melanda Kota Bima tahun 2016 lalu.
Baca juga: Soal Penataan Sungai Padolo dan Melayu, Wali Kota Bima: 1 Bulan Sepanjang Sungai Harus Clear
Warga yang tinggal di sepanjang sungai dengan jarak 5 meter dari bibir sungai dimasukkan dalam data untuk direlokasi.
Ada 3 wilayah yang dipilih oleh Pemerintah Kota Bima, yakni di Jati baru Asakota, Oi fo'o, dan Kadole.
Selain itu, juga ada warga yang memilih untuk membangun rumah pengganti di lahan miliknya sendiri dikenal dengan relokasi mandiri.
Sedangkan untuk lahan kosong tidak dimasukkan dalam data relokasi karena pendataan berbasis bangunan.
(*)