Berita NTB

Pemprov NTB Segera Bahas UMP dan UMK 2023

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi bersama seluruh stakeholder ketenagakerjaan di NTB menggelar rakor.

Penulis: Lalu Helmi | Editor: Robbyan Abel Ramdhon
TRIBUNLOMBOK.COM/LALU HELMY
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi - Rakor Dinas Ketenagakerjaan NTB membehas tiga isu strategis termasuk pengupahan, CPMI, dan transmigrasi pada Jumat, (4/11/2011). 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Lalu Helmi

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi bersama seluruh stakeholder ketenagakerjaan di NTB menggelar rakor pada Jumat, (4/11/2021).

Pertemuan tersebut fokus membahas 3 isu penting yang perlu mendapat perhatian serius.

Pertama, persiapan sidang dewan pengupahan untuk penetapan UMP/UMK tahun 2023.

Kedua penanganan atau pencegahan kasus PMI Non Prosedural.

Baca juga: Upah Minimum Provinsi (UMP) NTB 2022 Naik 1,07 Persen

Ketiga, penyelesaian  kasus kasus lahan warga transmigrasi.

Terkait persiapan Rapat Dewan Pengupahan untuk penghitungan UMP/UMK tahun 2023, Mantan Irbansus pada inspektorat NTB itu berharap Disnakertrans Kabupaten/Kota mempedomani PP 36 tahun 2021, dan dalam penghitungannya merujuk pada data data yang dikeluarkan oleh BPS.

"Kita tunggu data resminya dari pusat, setelah itu baru kita rapat," ungkap Gde Aryadi.

Ia mengingatkan agar pembentukan dewan pengupahan di tiap-tiap tingkatan pemerintahan, benar benar melibatkan stakeholder terkait, seperti serikat pekerja, asosiasi perusahaan, akademisi dan unsur pemerintah daerah.

Baca juga: Upah Minimum Tidak Naik, KSPI NTB Ancam Demo Besar-besaran, Minta UMP Naik 8 Persen

Sedangkan terkait penanganan kasus-kasus PMI, Aryadi meminta untuk seluruh jajaran di Dinas Kab/Kota lebih progresif melakukan upaya-upaya pencegahan.

Baik melalui sosialisasi dan edukasi, membuka seluas-luasnya informasi dan prosedur yang benar tentang kesempatan kerja luar negeri.

Termasuk mempublikasikan secara masif job order dan perusahaan-perusahaan yang punya ijin rekrut.

"Ini untuk mempersempit ruang gerak para calo yg menipu CPMI, sekaligus untuk terus mengkampanyekan program zero unprosedural PMI," tegasnya.

Ia menyebutkan bahwa tahun ini ada 881 kasus persoalan PMI.

Jumlah ini diakuinya memang menurun dibandingkan jumlah kasus tahun tahun sebelumnya.

"Saat ini, ada 7 kasus yang sedang dilakukan proses hukum. Di antaranya 5 kasus sudah berproses di tahap penuntutan, dan 2 kadus dalam tahap pemeriksaan", jelasnya.

Untuk aspek transmigrasi, Aryadi mengakui bahwa masalah ada masalah lahan warga transmigrasi.

Saat ini Provinsi NTB masih punya PR yaitu sebanyak 4733 jumlah lahan transmigrasi yang belum terbit SHM (Sertifikat Hak Milik).

Target Provinsi NTB tahun ini bisa menyelesaikan 2225 bidang dan tahun 2023 sebanyak 1000 bidang.

Karena itu Aryadi meminta disnakertrans Kabupaten yang memiliki masalah lahan transmigrasi agar melakukan koordinasi intens dengan BPN setempat dan pemerintah desa untuk mencari "win-win solution"

"Memanfaatkan sisa waktu yang ada ini dengan baik agar lahan transmigrasi bisa disertifikatkan sehingga hak normatif masyarakat bisa terpenuhi," tegasnya.

Pada sesi diskusi, Kabid HI Bima Kalisum mengungkapkan bahwa hampir 80 persen perusahaan/UMKM di Bima kebanyakan tidak mengikuti peraturan pengupahan yang telah ditetapkan.

Bahkan banyak pekerja yang bekerja di UMKM hanya digaji setengah dari UMK.

Menanggapi hal ini, Kadisnakertrans Prov NTB, I Gede Putu Aryadi menjelaskan bahwa berdasarkan aturan, UMK atau UMP hanya berlaku untuk perusahaan menengah dan besar. 

Sementara perusahaan kecil atau mikro/UMKM tidak wajib menerapkan UMP.

Meski begitu, gaji pekerja pada UMKM tidak boleh kurang dari standar kemiskinan ditambah 25 persen.

Pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, pemerintah mengatur pengupahan untuk usaha mikro dan usaha kecil.

Di mana upah usaha mikro dan kecil ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja atau buruh dengan ketentuan, gaji minimal yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kecil, tidak boleh kurang  dari standar  kemiskinan  ditambah 25  persen.

"Jika kebutuhan standar kemiskinan ada di rentang Rp400-450 ribu ditambah 25 persen sehingga menjadi Rp600ribu-700ribu. Ini standar gaji untuk pekerja di usaha mikro dan usaha kecil," jelas Aryadi.

Sementara itu, Kadisnakertrans Kabupaten Lombok Barat H Sabidin menyampaikan fakta bahwa khusus tahun ini pihaknya tidak yakin bisa melaksanakan Sidang Dewan Pengupahan UMK karena anggaran di Dinas Kabupaten Lobar yang sudah direcofusing sejak awal.

Oleh sebab itu, ia mengungkapkan bahwa harapan terakhir yaitu menunggu dewan pengupahan provinsi untuk menentukan UMP.

Merespon hal tersebut, Aryadi menjelaskan bahwa wajib ada, karena diatur dalam Undang-Undang.

Perhitungan UMP Tahun 2023 menggunakan formula perhitungan yang telah diatur secara lengkap pada Pasal 26 Peraturan Pemerintah (PP) No 36 Tahun 2021 dengan menggunakan data perekonomian dan ketenagakerjaan yang ditetapkan oleh BPS yang disampaikan melalui Menteri Ketenagakerjaan.

Disnakertrans Kabupaten Sumbawa yang diwakili oleh Kabid Hubungan Industrial Zainal Arifin  menegaskan bahwa dalam penghitungan UMK Sumbawa, pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada Dewan Pengupahan.

"Bupati tidak akan membuat surat usulan kepada Gubernur, jika tidak ada usulan dari hasil sidang dewan pengupahan," ujar Zainal.

Disnakertrans Kabupaten Bima, Sudarnadim menyampaikan perusahaan dan serikat buruh sudah mulai bertanya terkait penetapan UMK tahun 2023.

Diakuinya saat ini Disnakertrans Kabupaten Bima belum mengadakan Sidang Dewan Pengupahan karena masih menunggu informasi dari Disnakertrans Provinsi NTB.

"Kami sudah membuat draft untuk Sidang Dewan Pengupahan, SK Dewan Pengupahan sudah siap," ucap Sudarnadim.

Kabid Penempatan Disnakertrans Provinsi NTB, Moh. Ikhwan  mengungkapkan bahwa pihaknya masih mendapat laporan  terjadinya kasus pemberangkatan PMI non prosedural, khususnya untuk tujuan ke Negara negara Timur Tengah, untuk pekerjasn pembantu Rumah Tangga ( PRT).

Padahal sejak 2015 pemerintah telah melakukan moratorium penempatan PMI di sektor domestik ke Timur Tengah tapi masih banyak warga NTB yang tetap berangkat di sektor domestik ke Timur Tengah.

"Ini menjadi tugas kita bersama bagaimana mencegah masyarakat supaya tidak berangkat ke Arab, karena di sana pembantu dianggap sebagai budak yang bisa diperjualbelikan," tutur Ikhwan.

Lebih lanjut, Ikhwan menyebutkan tentang berbagai kasus PMI. Di Lobar ada laporan dari keluarga di Parampuan.

4 orang pekerja informal sudah 4 bulan disandera di perusahaan di Jakarta. Terkait hal ini pihaknya telah menelusuri dan meminta tekongnya untuk memulangkan 4 orang tersebut.

"Modus kasus terjadi karena adanya oknum atau tekong yang tidak bertanggungjawab. Karena itu, tolong Disnakertrans di Kab/Kota untuk bekerja sama dan tidak ragu-ragu  menaikkan status tekong untuk di proses," ucap Ikhwan.

Ia mengimbau kepada CPMI yang telah dirugikan PL atau sponsornya, tolong dilaporkan supaya dapat diproses. Yang banyak terjadi skrg PL/sponsornya dibiarkan, sehingga bebas merekrut tanpa prosedur.

Kabid. HI Kab. Sumbawa Zainal Arifin menyampaikan pendapatnya pemerintah harus mencari apa penyebab masyarakat memilih menjadi PMI ilegal.

Orang-orang yang direkrut oleh tekong adalah orang yang terhimpit secara ekonomi, sehingga gampang terbujuk rayu tekong apalagi diiming-imingi uang.

Padahal ketika sudah di negara penempatan mereka bisa diperjualbelikan dan tidak ada jaminan perlindungan dari pengguna (user).

Pemerintah bisa mendekatkan CPMI ke lembaga keuangan jadi mereka bisa mendapatkan pinjaman dana jika ingin bekerja ke luar negeri tanpa harus meminjam ke rentenir.

Disnakertrans Kab. Lombok Tengah yang diwakili oleh Triwidiastuti juga berpendapat pentingnya sosialisasi masif kepada masyarakat desa untuk mengurangi PMI unprosedural.

Penting melibatkan pemerintah desa, karena masyarakat yang paling banyak tergiur bujuk rayu tekong berasal dari desa.

Disnakertrans Kab. Lombok Utara menanyakan ada beberapa penempatan luar negeri yang awalnya bilang zero cost, namun nyatanya tetap mengeluarkan biaya.

Merespon hal tersebut, Kadis Nakertrans NTB  menyebut bahwa dalam  Undang-Undang Nomor 18 tahun 2017, tentang Perlindungan PMI, sebenarnya diatur 11 jabatan sektor informal yang memungkin zero cost  yang secara teknis harus diatur lebih lanjut dalam peraturan Kepala BP2MI pusat.

Namun dari 11 jabatan informal tersebut, yang sudah benar benar zero cost, baru 2 yang bisa dilaksanakan, yaitu sektor domestik ( pembantu rumah tangga)  di Timur dan sektor ladang sawit di Negara Malaysia yang menggunakan sistem satu kanal.

Zero cost maksudnya adalah semua biaya yang ditimbulkan dalam proses rekrutmen dan penempatan, ditanggung oleh perusahaan pengguna (user).

Kalau CPMI ada mengeluarkan uang untuk Medical Check Up dll, uang tersebut akan diganti sebelum berangkat oleh user.

“Inilah yang harus sosialisasikan oleh Disnakertrans Kabupaten/Kota, sektor mana yang zero cost dan sektor mana yang harus mengeluarkan biaya. Namun tidak semua sektor domestik zero cost."

Oleh karena itu, CPMI yang berangkat akan langsung tersambung dengan perbankan agar bisa dibantu pembiayaannya melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Bergabung dengan Grup Telegram TribunLombok.com untuk update informasi terkini: https://t.me/tribunlombok.

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved