Kasus Korupsi NTB
Mengulik Praktek 'Pinjam Bendera', Diduga Libatkan Kontraktor dan Keluarga Penguasa di Kota Bima
Praktek ini pernah diungkap seorang kontraktor di Kota Bima, inisial W yang mengaku telah dipanggil KPK dalam pekan ini, untuk dimintai keterangan.
Penulis: Atina | Editor: Robbyan Abel Ramdhon
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Atina
TRIBUNLOMBOK.COM, KOTA BIMA - Sejumlah proyek fisik bernilai fantastis di Kota Bima, diduga menggunakan praktek 'pinjam bendera'.
Praktek 'pinjam bendera' yakni, sebuah perusahaan kontraktor atau orang per orang, yang tidak mengikuti tender atau pelelangan resmi, tapi mengerjakan proyek pekerjaan tersebut.
Caranya, perusahaan atau individu tersebut meminjam perusahaan kontraktor lain untuk mengikuti tender atau pelelangan.
Pinjam perusahaan inilah yang kerap disebut pinjam bendera.
Baca juga: Bimtek Antikorupsi di NTB, Ketua KPK RI Sampaikan Tujuh Indikator Pembangunan Nasional
Di balik pinjam meminjam perusahaan ini, terdapat sejumlah perjanjian antara pemilik perusahaan dengan pihak yang meminjam.
Satu di antaranya, berbagi keuntungan atau dijanjikan akan diberikan lagi paket proyek lain, karena biasanya pinjam meminjam bendera ini terjadi antara pemilik relasi yang lebih kuat (penguasa), dibanding pemilik perusahaan.
Parahnya, pinjam meminjam perusahaan ini tidak dilakukan dengan dasar serah terima kuasa seperti yang diatur secara resmi.
Praktek ini pernah diungkap seorang kontraktor di Kota Bima, inisial W yang mengaku telah dipanggil KPK dalam pekan ini, untuk dimintai keterangan.
Baca juga: KPK Tetapkan Anggota DPR sebagai Tersangka Kasus Suap Pengadaan Airbus Senilai Rp 100 Miliar
Direktur PT NJ ini mengungkap, ia mau meminjamkan perusahaannya ke keluarga penguasa di Kota Bima karena dijanjikan akan diberikan paket proyek lain lagi.
"Tapi yang ada sekarang malah masalah. Saya tidak diberikan fee dan juga proyek lagi. Saya hanya diberikan gaji, sebagai direktur perusahaan," tandasnya.
Tidak hanya dengan perusahaan milik W, ternyata masih ada beberapa perusahaan lain yang juga menggunakan praktek yang sama.
"Setahu saya masih ada perusahaan lain, sekitar sepuluh perusahaan. Jadi kami ikut tender, tapi kami tidak kerjakan."
"Uang proyek juga tidak kami nikmati, hanya transfer saja melalui perusahaan kami," ungkap W akhir September lalu, saat ditemui TribunLombok.com.
Praktek pinjam bendera ini pun, diakui Pemerintah Kota Bima dalam telaah hukum yang dijelaskan Kabag Hukum Setda Kota Bima, Dedi Irawan melalui Kadis Kominfo, H Mahfud.
Penjelasan atau telaah hukum terkait praktek pinjam bendera tersebut dikeluarkan, karena adanya beberapa pengadaan barang dan jasa di Kota Bima seperti itu.
"Menyikapi ada beberapa kejadian pada pengadaan barang di Pemkot Bima," jawab Mahfud, melansir pernyataan Dedi Irawan.
Pemkot Bima pun mengakui, jika praktek pinjam bendera ini bermasalah jika tidak ada kuasa tertulis antara pemilik perusahaan dengan peminjam.
"Walaupun pinjam perusahaan kuasa Direktur dengan notaris, juga gak boleh. Kecuali kuasa Direktur pada pengurus perusahaan itu sendiri," jelas Dedi melalui Mahfud, pada Selasa (11/10/2022) pagi.
Jika ada masalah hukum, seperti gratifikasi, suap atau lainnya maka yang bertanggungjawab adalah pemilik perusahaan dan peminjam.
Bukan hanya peminjam saja, karena secara administrasi pemerintah melakukan kontrak kerja dengan perusahaan pemenang tender atau lelang.
Ketika ditanya, apakah praktik ini banyak terjadi para proyek yang dilelang Pemerintah Kota Bima?
"Tidak banyak, tapi ada beberapa kejadian," jawabnya.
Dedi juga mengakui, praktik pinjam bendera ini sulit dicegah karena tidak bisa dipantau dari awal.
Rata-rata setelah memenangkan tender, kemudian paket pekerjaannya dikerjakan oleh perusahaan lain atau bahkan oleh individu, baru diketahui.
"Jelas ini perbuatan melawan hukum," pungkasnya.
Untuk diketahui, saat ini ada puluhan kontraktor di Kota Bima yang diperiksa lembaga anti rasuah Indonesia.
KPK meminjam gedung BPKP NTB, untuk memeriksa puluhan pemilik perusahaan, satu di antaranya inisial W.
Pemeriksaan dilakukan mulai tanggal 10-15 Oktober 2022.
Namun berdasarkan informasi yang diterima, pada Senin (10/10/2022) belum ada terlihat para kontraktor yang datang ke kantor BPKP.
Informasinya, pemeriksaan baru dilakukan pada Selasa (11/10/2022).
Puluhan kontraktor ini diperiksa, berkaitan dengan sejumlah proyek fisik di Kota Bima mulai tahun 2018 - 2022.
Ada yang bersumber dari anggaran rehab rekon senilai Rp166 miliar dan juga ada yang bersumber dari APBD murni Kota Bima. (*)


 
                 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
				
			 
											 
											 
											 
											