Berita Nasional
Harga BBM Naik, Nelayan di Kota Bima Banting Setir Jadi Kuli Bangunan
Pasca naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) awal September lalu, kini nelayan di Kota Bima banting setir jadi kuli bangunan.
Penulis: Atina | Editor: Robbyan Abel Ramdhon
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Atina
TRIBUNLOMBOK.COM, KOTA BIMA - Pasca naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) awal September lalu, kini nelayan di Kota Bima banting setir jadi kuli bangunan.
Sejak naiknya BBM, nelayan harus mengeluarkan biaya melaut dua kali lipat dari biasanya.
Sedangkan hasil tangkapan dari melaut, hanya bisa menutupi biaya yang dikeluarkan untuk BBM.
Ketua Nelayan Kelurahan Dara, Julkarnain mengatakan, sejak harga BBM dinaikan pemerintahan jokowi, sebagian besar nelayan setempat memilih tidak melaut.
Baca juga: Disperindag Lombok Timur Siapkan Operasi Pasar Murah Atasi Dampak Kenaikan Harga BBM
Kalaupun melaut, mereka hanya berani menjaring ikan di tempat terdekat seperti sekitar perairan teluk Bima.
"Hanya satu atau dua orang saja yang melaut. Itupun pendapatan mereka sedikit, sekitar puluhan ribu rupiah dalam sehari," ungkap Zulkarnain.
Dengan kondisi saat ini, tidak sedikit nelayan setempat terpaksa beralih menjadi kuli bangunan harian.
Itu pun tergantung ketika tenaga mereka diminta oleh orang yang membutuhkan.
Baca juga: Bansos Tak Sebanding Dampak Kenaikan Harga BBM, TGB: Kebijakan Pemerintah Jangan Memudharatkan
"Kalau gak jadi kuli, nelayan di sini mau makan apa," curhatnya.
Jika melihat dari profesi rata-rata warga setempat, 90 persen sebagai nelayan tanpa memiliki usaha atau pendapatan lain.
Kalaupun memaksa melaut dengan harga BBM saat ini, dia mengaku omset yang diraup tidak banyak seperti sebelumnya.
"Memang sama sih seperti yang sebelumnya. Cuman biaya BBM yang harus dikeluarkan sekarang ini lebih banyak. Jadi pendapat kita kurang dan rugi kalau misal tangkapannya sedikit," keluhnya.
Misalnya mencari ikan di perairan Tambora, jika sebelumnya paling banyak merogoh kocek Rp700 ribu untuk biaya BBM.
"Berbeda dengan sekarang ini sudah lebih banyak. Tinggal dikalikan saja itu, apa gak dua kali lipat," ungkap dia.
Pengeluaran tersebut, belum termasuk untuk kebutuhan lain seperti es batu dan bekal.
"Kenaikan harga kebutuhan ini berantai. Jadi bukan hanya BBM yang harganya naik, tapi juga berbagai jenis kebutuhan lain," ujarnya.
Dengan kondisi saat ini, tidak banyak yang diharapkan Zulkarnain.
Paling tidak pemerintah bisa memberikan subsidi BBM secara khusus, kepada para nelayan atau menghadirkan koperasi simpan pinjam.
"Belum ada saya dapat informasi soal subsidi BBM untuk nelayan. Malah ini sudah sering saya tanyakan kepada Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Bima," tandas dia.
Sementara itu, seorang nelayan setempat bernama M Hasan menyampaikan keluhan serupa.
Sejak BBM dinaikan pemerintah, dia mengaku tidak pernah lagi melaut seperti sebelumnya.
"Rugi kalau kita melaut dengan harga BBM saat ini. Masih mending jika banyak tangkapan, jika gak kita yang rugi," keluh dia.
Karena pertimbangan tersebut, sehingga dirinya bersama puluhan nelayan lain memilih tidak melaut sembari menunggu kebijakan penurunan harga BBM dari pemerintah pusat.
"Saya istirahat saja dulu melaut, sambil nunggu ada keringanan dari pemerintah," tandas Hasan. (*)