Lama Ditunda, Raperda Kode Etik dan Tata Beracara DPRD NTB Kembali Dibahas
DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) akhirnya kembali membahas rancangan Perda tentang Kode Etik dan Tata Beracara dalam sidang paripurna DPRD NTB.
Penulis: Lalu Helmi | Editor: Sirtupillaili
Laporan Wartawan TribunLomboo.com, Lalu Helmi
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Setelah sempat ditunda hampir dua tahun, Badan Kehormatan (BK) DPRD NTB kembali membahas dua Rancangan Peraturan Daerah atau Raperda Kode Etik dan Tata Beracara dalam sidang paripurna DPRD NTB.
"Jadi ini kelanjutan dari proses ranperda sebelumnya dan disesuaikan dengan regulasi-regulasi baru yang ada," kata Ketua BK DPRD NTB H Lalu Budi Suryata usai menghadiri rapat paripurna DPRD NTB pada Kamis, (29/8/2022).
Ia menjelaskan, naskah draft ranperda tersebut telah disampaikan kepada anggota dewan.
Ini merupakan naskah Raperda DPRD NTB yang sudah cukup lama diperjuangkan untuk menjadi perda.
Namun, perjalanan dua buah perda itu mengalami dinamika politik yang cukup intens dikalangan beberapa anggota fraksi sehingga terabaikan pembahasannya.
Pada saat yang sama, muncul situasi dan kondisi menimpa bangsa dan dunia yaitu Covid-19.
"Dan pada hari ini, perjalanan dua buah ranperda ini kembali kami sampaikan kepada sidang paripurna untuk mendapat perhatian dan persetujuan bersama," ucap sekretaris DPD PDI-P NTB ini.
Baca juga: DPRD NTB Ingatkan Dikbud Hati-hati Kelola DAK Rp153 Miliar
Dua buah ranperda ini, sambungnya, merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Ranperda tentang Kode Etik sebagai hukum materil sedangkan Ranperda tentang Tata Beracara merupakan hukum formil.
Fungsi hukum formil atau lebih sempit sebagai hukum acara adalah mempertahankan bagaimana agar hukum materil itu ditaati dan dipatuhi.
"Karena sejatinya ranperda kode etik dan tata beracara adalah satu tarikan nafas, tidak dapat dipisahkan. Karena itu kami berkomitmen harus diwujudkan sesegera mungkin," terangnya.
Budi menuturkan, pengalaman BK menerima surat pengaduan dari masyarakat maupun pengalaman menerima kunjungan dari DPRD Sumatera Utara beberapa waktu lalu, tidak banyak yang bisa DPRD NTB sharing atau berbagi pengalaman.
Faktanya, DPRD NTB tidak pernah menangani persoalan terkait dengan pelanggaran etim yang dilakukan oleh anggota dewan.
Sebab itu, demi kepastian hukum dan keadilan makan perlu perda tentang kode etik dan tata beracara sebagai dasar hukum atau legalitas untuk penanganan kasus yang melibatkan anggota dewan secara berkeadilan.
"Jadi sedia payung sebelum hujan," ujar Budi.
Budi menegaskan, kehadiran dua buah ranperda ini tentu tidak dimaksudkan untuk membatasi gerak dari anggota dewan. Justru sebaliknya, sebagai rambu moral yang membebaskan.
"Ibarat hubungan laki dan perempuan, kalau ingin bebas makan perlu surat nikah agar terjaga dari kesehatan, dibenarkan oleh syari'ah dan etika moral masyarakat," tutupnya.
(*)