Hukum Islam
Bagaimana Hukum Menikahi Perempuan Hamil di Luar Nikah? Ini Penjelasan Binmas Islam
Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam, Kementerian Agama RI memberikan penjelasan terkait bagaimana hukum menikahi seorang perempuan hamil di luar nikah.
TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK - Bagaimana hukum menikahi perempuan hamil di luar nikah?
Pertanyaan hukum menikahi perempuan hamil di luar nikah ini kerap menjadi pertanyaan sebagian besar masyarakat, khususnya yang memeluk agama Islam.
Karena itu, Dirjen Binmas Islam, Kementerian Agama RI memberikan penjelasan terkait hukum menikahi perempuan hamil di luar nikah.
Dikutip dari bimasislam.kemenag.go.id, berikut ini penjelasan hukum menikahi perempuan hamil di luar nikah.
Hamil di luar nikah kerap terjadi karena dampak pergaulan bebas yang tidak terkontrol.
Karena lepas kontrol pasangan muda-mudi sampai melakukan hubungan seksual di luar nikah.
Tidak jarang perbuatan itu membuat pasangan perempuannya hamil.
Baca juga: Soal Membunuh Begal, Ini Pandangan Akademisi Lombok Tengah Menurut Hukum Islam
Setelah perempuan hamil, pasangan lelakinya diminta menikahi pasangan perempuannya tersebut.
Terkadang perempuan yang hamil di luar nikah itu malah dinikahi lelaki lain yang bukan orang yang menghamilinya.
Lalu bagaimanakah hukum menikahi perempuan hamil di luar nikah?
Terkait hukum menikahi perempuan hamil di luar nikah, Syekh Nawawi Banten dalam Tausyih ala Fathil Qaribil Mujib berpendapat, hukum menikahi perempuan hamil di luar nikah atau karena zina itu sah.
Syekh Nawawi berpendapat demikian:
Jika seseorang menikahi wanita yang tengah hamil karena zina, maka akad nikahnya secara qath’i sah.
Menurut pendapat yang lebih sahih, ia juga tetap boleh menyetubuhi istrinya selama masa kehamilan.
Imam al-Mawardi dalam kitab al-Hawi al-Kabir mengutip pendapat sahabat Abu Bakar yang membolehkan pria yang berzina dengan perempuan untuk menikahinya sebagaimana redaksi berikut:
Diriwayatkan dari Sayidina Abu Bakar, dia berkata; ‘Jika seorang pria berzina dengan seorang perempuan, maka tidak haram baginya untuk menikahi perempuan tersebut."
Pendapat ini juga sejalan dengan Kompilasi Hukum Islam Pasal 53 ayat 1 hingga 3.
Pada Pasal53 ayat 1 terdapat penjelasan bahwa wanita hamil di luar nikah itu dapat menikah dengan pria yang menghamilinya.
Sementara itu, pada ayat 2 tertera keterangan perkawinan dengan wanita hamil yang disebut ayat 1 dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.
Ayat 3 dari Pasal 53 berbunyi, perkawinan dengan wanita hamil di luar nikah itu tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.
Walaupun sah, Imam al-Nawawi dalam Syarh al-Muhadzdzab mencantumkan pendapat Imam Abu Hanifah yang menganggap menikahi perempuan hamil di luar nikah sebelum ia melahirkan itu makruh.
Jika ada perempuan yang hamil karena zina itu makruh menikahinya saat ia belum melahirkan.
Inilah salah satu dua riwayat dari Imam Abu Hanifah.
(*)