Budaya NTB
Lampan Lahat, Kisah Mistis dalam Wayang Sasak Lombok yang Bertaruh Nyawa
Konon, jika dalang salah-salah dalam memainkan fragmen Lampan Lahat, taruhannya adalah nyawa dirinya bahkan keturunannya.
Penulis: Lalu Helmi | Editor: Robbyan Abel Ramdhon
Dijelaskan, karakter dalam wayang dibagi dua yaitu wayang kiri dan kanan, dan satunya adalah gunungan wayang.
Wayang kiri menggambarkan sosok antagonis berwatak sombong, dan wayang kanan menggambarkan tokoh utama atau pahlawan dan sosok yang baik.
Dalam wayang Sasak menggunakan bahasa Kawi.
Bahasa tersebut untuk memudahkan penonton, karena menggabungkan tiga bahasa, seperti Sasak, Jawa dan Bali.
"Kenapa pakai bahasa Kawi wayang Sasak, diambil garis tengah bahasa Sasak masuk, bahasa Jawa masuk dan bahasa Bali masuk. Cepat dicerna publik," ujarnya.
Ki Dalang Wildan sejak tahun 1973 telah menjadi dalang.
Bahkan saat usia sekolah, dia selalu belajar membuat dan memainkan wayang.
Itu membuat dirinya kini sering dipanggil untuk pertunjukan wayang.
Dia menceritakannya, pementasan wayang Sasak dipenuhi dengan simbol-simbol yang memuat nilai Islam.
Seperti tiang panggung berjumlah sembilan yang artinya sembilan wali yang menyebarkan Islam, bangunan panggung segi empat yang memiliki filosofis empat mahzab dalam Islam, musik pengiring atau gendang berjumlah lima yang artinya rukun Islam.
"Sebenarnya gendang berjumlah enam. Tapi Lanang dan Wadon adalah suami istri, sehingga dihitung satu," katanya.
Begitu juga dengan dalang dan semua yang terlibat dalam pementasan berjumlah 13 orang, yang memiliki filosofis jumlah rukun salat.
Bahkan, ritual mengeluarkan wayang tidak asal-asalan, ada doa khusus yang diucapkan.
PDIP NTB salurkan bantuan 50 juta untuk Wayang Sasak
Tim Ekspedisi Mistis PDIP NTB dan Mi6 berusaha untuk mempromosikan wayang Sasak sebagai bagian dari tradisi masyarakat Lombok.