Pengadilan Agama Selong Tolak Dispensasi Kawin Anak Usia 16 dan 17 Tahun

Para pemohon mengajukan dispensasi kawin karena anak-anaknya belum memenuhi syarat untuk melangsungkan perkawinan.

Istimewa PA Selong/TribunLombok.com/
dispensasi kawin yang dimohonkan oleh NSR (36 tahun), ibu calon mempelai perempuan bersama BAS (41 tahun) dan SIR (39), ayah dan ibu calon mempelai pria dalam sidang, Kamis (2/6/2022)* 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Ahmad Wawan Sugandika

TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK TIMUR - Pengadilan Agama (PA) Selong, Kabupaten Lombok Timur menolak dispensasi kawin yang dimohonkan oleh NSR (36 tahun), ibu calon mempelai perempuan bersama BAS (41 tahun) dan SIR (39), ayah dan ibu calon mempelai pria dalam sidang, Kamis (2/6/2022).

Para pemohon mengajukan dispensasi kawin karena anak-anaknya belum memenuhi syarat untuk melangsungkan perkawinan.

Calon mempelai perempuan (IWA) baru berusia 16 tahun dan calon mempelai pria (SAH) baru berusia 17 tahun. Keduanya lulusan SMP.

Sidang dilakukan menurut Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin, yaitu oleh Hakim Tunggal dan tidak memakai atribut persidangan.

Dalam pertimbangan hukum yang diucapkan H. Fahrurrozi, SHI., MH., disebutkan Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Perkawinan menyatakan perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun.

Baca juga: Capai 4.000 Orang, Tenaga Honorer di Kota Bima Minta Diperjuangkan Kepala Daerah

Bila terjadi penyimpangan terhadap ketentuan umur dapat dimintakan dispensasi dengan alasan sangat mendesak, yaitu keadaan tidak ada pilihan lain dan sangat terpaksa harus dilangsungkan perkawinan.

"Menimbang bahwa dari apa yang terungkap di persidangan ternyata tidak ada alasan sangat mendesak untuk menikahkan anak Pemohon I dengan anak Pemohon II dan III," ucapnya dalam sidang terbuka untuk umum.

Lebih lanjut ditegaskan, tingginya perkawinan anak (merariq kodeq) di Nusa Tenggara Barat (NTB) harus mendapat perhatian serius dari semua pihak.

Seluruh pihak harus berpartisipasi untuk berusaha mencegah terjadinya perkawinan anak, tidak terkecuali lembaga peradilan, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 6 Peraturan Daerah (Perda) NTB Nomor 5 tahun 2021 tentang Pencegahan Perkawinan Anak bahwa pencegahan perkawinan anak dapat dilakukan: (a) melalui pengadilan; dan (b) upaya pencegahan perkawinan anak di masyarakat.

"Menimbang bahwa orang tua dan anak-anak pun harus berpartisipasi untuk mencegah terjadinya perkawinan usia anak sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 12 dan 13 Peraturan Bupati Lombok Timur Nomor 41 tahun 2020 tentang Pencegahan Perkawinan Usia Anak," tandasnya.

Hakim dalam menjatuhkan keputusan telah membaca pertimbangan yang diberikan Kepala Dinas P3AKB Kabupaten Lombok Timur tentang dampak negatif perkawinan di usia anak. Antara lain: (1) terjadi risiko saat melahirkan karena alat

reproduksi belum matang; (2) tingginya angka perceraian karena kurang matang secara emosional; (3) meningkatnya

permasalahan rumah tangga (seperti kasus KDRT dan perselingkuhan); (4) kesulitan dalam membina tumbuh kembang anak karena belum siap menjadi orang tua; dan (5) sering kali menjadi beban orang tua / keluarga karena belum mapan secara ekonomi.

Ditambahkannya, perkawinan anak menghambat terpenuhinya hak anak untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakat berdasarkan Pasal 9 Ayat 1 Undang-Undang Perlindungan Anak.

Halaman
12
Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved