Misteri Hilangnya Kedatuan Besari di Lombok, Hilang Sebab Tak Ingin Ada Perang dan Pertumpahan Darah
Kedatuan Besari ini diyakini masyarakat lokal kini telah tiada. Ketiadaannya tersebut lantaran suatu musabab yang luhur.
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Lalu Helmi
TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK UTARA – Besari adalah sebuah nama desa/kedatuan. Lokasinya diyakini berada di Dusun Kerta Raharja, Desa Geggelang, Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Nama Besari sendiri menurut kepercayaan masyarakat lokal secara etimologi berasal dari kata Bashar dalam Bahasa Arab yang berarti 'melihat'.
Kedatuan Besari ini diyakini masyarakat lokal kini telah tiada. Ketiadaannya tersebut lantaran suatu musabab yang luhur.
Baca juga: Mengenal Sunan Giri, Wali Pendiri Kerajaan Giri Kedaton yang Mensyiarkan Islam hingga ke Lombok
Baca juga: Masjid Kuno Bayan Beleq Lombok, Jejak Pengikut Sunan Kalijaga Hingga Dikelilingi Makam Para Ulama
Konon, Kedatuan Besari merupakan sebuah wilayah yang dipimpin oleh seorang Datu/Raja bernama Datu Kamaliyah Sang Aji Jagat. Ia dikenal sebagai raja yang arif bijaksana. Kehidupan rakyatnya makmur dan tentram.
Cerita ini dituturkan oleh Supardi alias Amiq Kholid. Seorang tetua masyarakat di Dusun Kerta Raharja, Desa Geggelang. Ia menjadi bagian dari Majelis Krama Desa (MKD) bagian Budaya Desa Geggelang.
Amiq Kholid menceritakan awal mula hilangnya Kedatuan Besari.
Awal Mula
Dalam catatannya, sekitar akhir abad ke-17 menuju awal abad ke-18 hingga pertengahan abad ke-18, kata Amiq Kholid datang tilik sandi (mata-mata) dari Kerajaan Karang Asem yang saat itu tengah menjajah Pulau Lombok, pusatnya di Mataram.
Rakyat Kedatuan Besari mulanya tak mengetahui ada tilik sandi yang datang ke daerah mereka. Dalam pengamatannya di Kedatuan Besari, tilik sandi dari Kerajaan Karang Asem tersebut menemukan kehidupan yang amat makmur dan sejahtera. Tentram penduduknya serta sangat memegang teguh ajaran agama, yakni agama Islam.
Kedatuan yang tanahnya subur, makmur, dan aman penduduknya.
Melalui cerita Amiq Kholid, tilik sandi menetap di Kedatuan Besari tak lebih dari sepekan.
Pada suatu ketika, tilik sandi tersebut akhirnya kembali ke Istana Kerajaan di Mataram. Ia kemudian menceritakan kepada rajanya terkait apa yang ia lihat di Kedatuan Besari.
Selepasnya, Kerajaan Karang Asem kabarnya kepincut dengan Kedatuan Besari. Ratusan prajurit kemudian dikirim sebagai utusan ke Kedatuan Besari. Dengan tujuan awal membangun kerjasama.
Namun, singkat cerita, setelah menimbang, Datu Kamaliyah Sang Aji Jagat menolak keinginan Kerajaan Karang Asem tersebut.
"Prajurit Karang Asem kemudian pulang ke Mataram. Dalam kesimpulannya, satu-satunya jalan bagi mereka, mereka menginginkan dengan cara kekerasan, peperangan," ujar Amiq Kholid dengan suara lirihnya.
Mendengar kabar kedatuannya akan diserang, Datu Kamaliyah Sang Aji Jagat bersiaga. 100 hingga 200 prajurit ditempatkan di pintu gerbang Kedatuan Besari. Tepatnya di daerah Labuh Gendang.
Di lokasi tersebutlah, kata Amiq Kholid prajurit Kerajaan Mataram dan prajurit Kedatuan Besari bertemu.
Saat genderang perang akan ditabuh, prajurit Kerajaan Karang Asem kabarnya diajak damai oleh prajurit Kedatuan Besari. Sebab menurutnya, peperangan akan melahirkan pertumpahan darah bagi kedua belah pihak. Namun Kerajaan Karang Asem menolak. Negosiasi tak menemui kata sepakat.
Seorang prajurit Kedatuan Besari kembali ke istana, melaporkan kepada Datu Kamaliyah Sang Aji Jagat.
"Kesimpulan dari Raja Kedatuan Besari, daripada kita berperang, lebih baik kita menghilangkan diri, kita pindah alam," kata Amiq Kholid berkisah.
Mendengar keputusan daripada Raja, rakyat Besari kemudian dikumpulkan di wilayah istana atau kedaton Kedatuan Besari.
Setelah semua rakyat terkumpul, Raja kemudian mengambil batok kelapa, selanjutnya diisi air yang dijampi dengan Asma Allah. Air dalam batok kelapa tersebut disirami di sekeliling istana.
Kemudian seketika, kata Amiq Kholid, Kedatuan Besari beserta rakyatnya-pun hilang. Lokasi istana berubah menjadi hutan belantara. Yang tersisa dari Kedatuan Besari adalah prajurit yang berjaga di garis depan benteng pertahanan Kedatuan Besari.
"Sekembalinya menuju istana, prajurit tersebut merasa kebingungan. Istana, kampung, dan rakyat Besari mendadak hilang," kata tetua masyarakat Kerta Raharja itu.
Baca juga: Anak Muda Bayan Menjaga Warisan Wetu Telu di Lombok Utara
Baca juga: Mengenal Tarian Suling Dewa di Bayan, Tari Ritual Pemanggil Hujan hingga Pengusir Hama
Dalam termangu, diselimuti kebingungan dan pertanyaan "Mengapa saya ditinggal", konon prajurit-prajurit tersebut mendengar suara.
"Andainya semua kita hilang, siapa yang akan bercerita kepada generasi penerus terkait keberadaan Kedatuan Besari. Itulah sebabnya Anda tidak ikut kami, supaya ada yang bercerita nanti kepada anak cucu kita" kata Amiq Kholid dalam ceritanya.
Menurut Amiq Kholid, cerita dari prajurit Kedatuan Besari yang tidak ikut menghilang itulah yang menjadi cikal bakal munculnya kisah tentang Kedatuan Besari yang hilang.
"Itu diceritakan turun-temurun oleh leluhur kami," tandasnya.
Lebih jauh, Amiq Kholid menuturkan bahwa rakyat asli Kedatuan Besari kadang-kadang sering menampakkan dirinya.
"Kadang-kadang mereka (rakyat Kedatuan Besari) muncul. Seperti kisah penjual tikar, kemudian kisah yang dialami relawan saat gempa 2018 lalu," katanya.
Kisah-kisah tersebut semakin memperkuat keyakinan masyarakat Kerta Raharja bahwa Kedatuan Besari memang pernah ada. Tak hanya itu, Amiq Kholid juga mengaku menyimpan sejumlah benda-benda bersejarah yang diyakini merupakan benda asli peninggalan Kedatuan Besari.
(*)