Anggota DPR Menilai Penunjukan Luhut Mengurus Sengkarut Minyak Goreng Tidak Tepat

Menurut Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan ini, penunjukan LBP berpotensi melahirkan isu konflik kepentingan.

Editor: Dion DB Putra
Dokumentasi Kemenko Marves via KOMPAS.COM
Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan saat rapat terbatas terkait perkembangan kasus virus varian Omicron di Jakarta beberapa waktu lalu. 

TRIBUNLOMBOK.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI Deddy Yevri Sitorus menganggap penunjukan Menko Marves, Luhut Binsar Panjaitan (LBP), untuk mengurusi sengkarut minyak goreng tidak tepat.

Deddy mempertanyakan tugas baru Luhut tersebut. Pasalnya, saat ini tugas Menko Marves sudah banyak dan mengapa sekarang tugas mengambil alih pekerjaan Menko Ekuin, Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian.

Baca juga: Jokowi Beri Tugas Baru kepada  Menko Marves Luhut Pandjaitan Mengurus Minyak Goreng

Baca juga: Rata-rata Masih di Angka Rp 24.000, Berikut Harga Minyak Goreng 3 Mei 2022 di Indomaret & Alfamart

"Selain menambah beban kerja LBP yang sudah menumpuk, penunjukan itu juga dari sisi waktu hanya akan membuat Luhut seperti satu-satunya solusi pemerintahan dan berpotensi menimbulkan disharmoni dalam kabinet,” kata Deddy, Selasa (24/5/2022).

Menurut Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan ini, penunjukan LBP berpotensi melahirkan isu konflik kepentingan. Karena Luhut dikenal dekat dengan figur-figur yang saat ini bermasalah hukum dalam kasus minyak goreng.

Sedikit banyak hal ini akan menimbulkan rumor negatif dalam penyelesaian kasus hukum yang sedang berjalan. Hal itu justru akan menjadi kontra produktif karena beliau dipersepsikan sebagai bagian dari masalah, ujar Deddy.

Menurut Deddy, nama LBP terlalu sering dikait-kaitkan dengan konflik kepentingan dalam urusan kebijakan yang ditangani. Sebut saja ketika menjadi komandan penanganan masalah pandemi, muncul isu bisnis antigen dan PCR yang bikin heboh.

Demikian pula ketika ditunjuk menjadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional, santer juga di media tentang keterlibatan LBP dalam perseteruan konsesi proyek pembangunan PLTA terbesar di ASEAN yang rencananya dibangun di Sungai Kayan, Kalimantan Utara.

“Saya khawatir, sebentar lagi isu kedekatan Pak Luhut dengan para pemain sawit akan menjadi buah bibir ditengah masyarakat,” terang Deddy.

“Jika itu terjadi, kasihan Pak LBP yang sudah banyak tanggung jawab kembali jadi sasaran rumor lagi. Apalagi jabatannya sudah sangat banyak, kesannya jadi seolah-oleh tidak ada orang lain yang bisa bekerja selain LBP,” kata legislator Kalimantan Utara ini.

Deddy mengatakan, masalah minyak goreng itu adalah masalah konsistensi dalam penegakan aturan dan UU yang sudah ada. Urusan membangun sistem 'penguasaan, distribusi dan cadangan', baik pasokan bahan baku industri maupun produk untuk sampai ke masyarakat.

Menurutnya, tugas dan kewajiban kementerian, lembaga, aparat penegak hukum, Pemda sudah sangat jelas. Musuh dari kelangkaan itu adalah regulasi yang tidak dilaksanakan, sinergi yang tidak berjalan, hingga akhirnya membuka ruang bagi spekulasi, manipulasi dan penyeludupan.

“Jadi kata kuncinya ada pada proses penegakan hukum, pada sistem dan bukan pada sosok pribadi, karena sudah ada mekanisme untuk itu," terang Deddy.

"Saya berpendapat, silakan para pihak yang berwenang sesuai UU dan regulasi menjalankan tugasnya. Dan saya pribadi berharap agar proses hukum di Kejaksaan Agung terus berjalan secara profesional dan sesuai dengan aturan yang ada,” tutupnya.

Hal yang sama juga disampaikan Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komaruddin. Ujang mengatakan, penunjukan itu membuktikan bahwa Luhut merupakan ujung tombak dari Presiden Jokowi.

"Seperti biasa, Luhut memang ujung tombaknya Jokowi, makanya dikasih kewenangan lagi ke dia," kata Ujang saat dihubungi tribun network, Selasa (24/5/2022).

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved