Wawancara Khusus
Label Halal Gunakan Warna Ungu Merepresentasikan Makna Keimanan dan Kesatuan Lahir Batin
Mereka menganggap produk bersertifikasi halal menjadi reputasi usaha dan menganggap sebuah kultur dalam perdagangan bisnis.
TRIBUNLOMBOK.COM - Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama Muhammad Aqil Irham mengatakan proses sertifikasi halal terus mengalami perbaikan.
Integrasi dan literasi digital bagi pelaku usaha membuat pengurusan sertifikat halal semakin mudah.
Baca juga: Begini Desain Label Halal Indonesia dari Kemenag, Pakai Warna Ungu Bermotif Surjan
Baca juga: Kemenag Rilis Logo Label Halal Indonesia, Wajib Dicantumkan di Semua Produk
Berikut petikan wawancara eksklusif Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra dengan Kepala BPJPH M Aqil Irham, Selasa (15/3/2022).
Sejak kapan BPJPH mengambill alih peran Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam menerbitkan sertifikasi halal?
Saya harus klarifikasi bahwa BPJPH tidak mengambil alih, tetapi pemerintah menerbitkan UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang jaminan produk halal.
Namun, bukan berarti BPJPH langsung ada pada saat itu, tiga tahun setelahnya BPJPH baru terbentuk di bawah Kementerian Agama.
Barulah di tahun 2019, BPJPH resmi diberi mandat untuk melakukan sertifikasi halal secara total. Di dalam proses sertifikasi BPJPH pun tidak sendiri.
BPJPH bersama Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Ketiga aktor ini memiliki wilayah garapan masing-masing yang tidak bisa tumpang tindih.
BPJPH wilayah administratif, LPH wilayah saintifik dan kajian para ahli, serta MUI menjalankan fungsi keagamaan.
Kerja BPJPH dikuatkan dengan terbitnya Peraturan Pemerintah PP Nomor 39 Tahun 2021 tanggal 02 Februari 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal.
Apakah BPJPH ada di seluruh wilayah Indonesia?
Ya, BPJPH ini satuan kerja eselon satu Kementerian Agama. Di setiap daerah kita punya.
Tetapi pelayanan sertifikasi halal kita ini sudah mulai berbasis elektronik digitalisasi bahkan terintegrasi dengan LPH.
Kita juga mengoptimalkan pelayanan sertifikasi di website dan mobile apps sehingga pelaku usaha bisa dengan mudah melakukan sertifikasi produk.
Target untuk keluarnya satu sertifikat halal untuk satu permohonan berapa lama?
Kalau sesuai ketentuan dengan adanya dengan UU Cipta Kerja memang sertifikat itu bisa keluar paling lama 21 hari kerja.
Sebelumnya dalam UU JPH proses sertifikasi halal produk dalam negeri membutuhkan waktu selama 97 hari kerja dan sertifikasi halal produk luar negeri selama 117 hari kerja.
Supaya bisa cepat kita digitalisasi dan integrasi dengan target bisa menyelesaikan target 21 hari.
Apakah di dalam praktik selalu konsisten atau ada pengecualian dalam suatu masalah sehingga bisa molor lebih dari 21 hari?
Sebelum integrasi sistem pelayanan terjadi memang banyak kasus yang melebihi 21 hari kerja.
Ada yang sampai 60 hari dan 100 hari, itu terjadi karena pelayanannya masih manual.
Namun setelah digitalisasi relatif lebih cepat, meskipun masih juga ditemukan penyelesaian dari ketentuan waktu.
Mungkin masih ada sinkronisasi serta pengembangan-pengembangan karena beberapa fitur belum sama.
Ada juga misalnya masalah salah input atau LPH harus mengembalikan produk ke pelaku usaha.
Saya kira itu masalah teknis tapi sekarang sudah lebih baik setelah terjadi integrasi digitalisasi.
Bagaimana Anda menanggapi keluhan pelaku usaha yang menilai sertifikasi halal rumit dan berbelit-belit?
Memang masalah itu harus kita carikan solusinya. Solusi pertama mudah dan tentu lebih cepat. Walaupun kata mudah itu tidak mudah juga.
Pelaku usaha mikro dan kecil misalnya sudah pegang handphone tetapi karena literasi digitalnya belum adaptif menginput data-data.
Salah satunya memasukkan nomor induk usaha, lalu mencatat komposisi bahan secara detail.
Ini mungkin menjadi kerumitan. Kita nanti akan siapkan pendamping untuk solusi atas permasalahan tersebut.
Di dalam literasi digital kami terus berproses baik dari pelaku usahanya maupun kami aktor-aktor sertifikasi halal.
Para pelaku usaha banyak juga mengeluhkan biaya sertifikasi halal mahal, bagaimana tanggapan Anda?
Terkait mahal, tahun 2019-2020 biaya sertifikasi halal 4 jutaan. Sejak Desember 2021 kita membuat kategorisasi usaha dengan golongan tarif.
Golongan pertama adalah pelaku usaha mikro dan kecil dengan tarif Rp 0 atau ditanggung pemerintah.
Kalau tarif Rp 3 juta bisa bobol uang negara, karena itu BPJPH mengeluarkan keputusan tarif sertifikasi produk usaha mulai dari Rp 300 ribu hingga Rp 12,5 juta.
Saya kira bagi pelaku usaha besar tidak ada masalah soal tarif. Mereka relatif masih bisa mengcover biaya sertifikasi halal karena bisa menjadi nilai tambah sebuah produk bagi pasar domestik maupun global.
Mereka menganggap produk bersertifikasi halal menjadi reputasi usaha dan menganggap sebuah culture dalam perdagangan bisnis.
Mengapa logo halal harus diganti?
Logo halal ini sudah menjadi regulasi. Penetapan label halal secara nasional dilakukan dalam rangka melaksanakan ketentuan pasal 37 UU No 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal (JPH).
Karena sekarang menjadi kewenangan BPJPH maka logo halal ini perlu suatu perubahan yang berlaku sejak 1 Maret 2022.
Lalu bagaimana logo halal yang digunakan oleh produsen sebelumnya. Itu masih diberi kesempatan untuk menghabiskan stok maupun habis masa sertifikatnya.
Masa berlaku sertifikat halal itu selama dua tahun. Katakanlah sertifikat yang dikeluarkan MUI tahun 2022, maka tahun 2024 sudah habis masa berlakunya dan label halal semua produk sudah menggunakan yang baru.
Bisa dijelaskan makna dari simbol logo halal yang baru?
Perlu saya informasikan bahwa bentuk gunungan itu bukan hanya wayang, tetapi itu juga bentuk kubah masjid.
Masjid di timur tengah dan di Nusantara pasti bentuknya lancip ke atas. Sehingga bentuk ini melambangkan tradisi-tradisi budaya besar di dunia.
Memang label itu bisa saja digambarkan seperti bentuk gunungan wayang. Namun pewayangan tidak hanya berasal dari wilayah Pulau Jawa saja, melainkan juga berasal dari pulau-pulau lain di Indonesia.
Wayang juga dikenal di Kalimantan, wayang juga dikenal di Bali, di Lombok, Sumatera. Wayang sudah menjadi budaya bagi Nusantara.
Mengapa menggunakan warna ungu tidak warna lainnya?
Warna label halal Indonesia menggunakan ungu sebagai warna utama label halal Indonesia dan hijau toska sebagai warna sekundernya. Warna ungu ini merepresentasikan makna keimanan, kesatuan lahir batin, dan daya imajinasi.
Sedangkan warna sekundernya adalah hijau toska mewakili makna kebijaksanaan, stabilitas, dan ketenangan.
Di dalam pengaplikasiannya ke sebuah produk nantinyanya juga menggunakan warna hitam. Itu soal teknis grafis di kemasan.
Apakah BPJPH akan menyediakan pelayanan satu loket seperti di SAMSAT sehingga pemohon tidak perlu pergi ke banyak tempat?
Memang solusi yang kita terapkan sekarang karena ada banyak masalah pelaku usaha yang membawa berkas ke banyak pintu. Yang terjadi sekarang masing-masing aktor memiliki sistem layanan sendiri.
Misalkan LP POM MUI yang sudah lama berdiri memiliki sistem sendiri, ada juga LPH Sucofindo dan LPH Surveyor.
Ini membuat rumit dan makanya kita integrasikan melalui pelayanan terpadu satu pintu (PTSP). Tapi persoalannya PTSP masih berjalan manual atau off line.
Untuk membantu mempercepat literasi digital apakah perlu keberadaan customer service?
Di website kita seharusnya mengakomodasi, misalnya, ada live chat menjawab pertanyaan permasalahan yang ditemui pelaku usaha.
Kita juga sudah ada layanan konsultasi yang dilakukan oleh satuan tugas di daerah.
Saya kira customer service ini perlu ditingkatkan lebih jauh lagi sesuai dinamika. Karena saya tidak mengetahui customer service yang paling banyak digunakan apa.
Apakah call center, tapi ada gagasan juga kita membuka layanan petugas kita di mal-mal. (Tribun Network/Reynas Abdil)
Semua wawancara khusus ada di sini