Kronologi Warga Riau Ricuh Gara-gara Pengeras Suara Mushala, Ada yang Merasa Anaknya Terganggu

R meminta agar pengeras suara tak diarahkan langsung ke rumahnya. Namun, protes R tidak diterima oleh warga lainnya sehingga terjadi selisih paham.

Editor: Irsan Yamananda
Grid.id
Ilustrasi masjid dan pengeras suara 

TRIBUNLOMBOK.COM - Cekcok antar warga sempat terjadi di kawasan Jalan Pemuda, Kelurahan Tampan, Kecamatan Payung Sekaki, Kota Pekanbaru, Riau.

Usut punya usut, semua bermula dari pengeras suara mushala.

Peristiwa itu terjadi pada hari Rabu (16/3/2022).

Kini, kasus tersebut telah ditangani oleh pihak berwajib.

Berdasarkan informasi, cekcok antar warga itu juga telah berujung damai.

Hal tersebut diungkapkan oleh Kapolsek Payung Sekaki Iptu Bayu Ramadhan Effendi.

Baca juga: Tanggapi Aturan Pengeras Suara Masjid, PMII Gelar Dialog Publik di Kantor Kemenag Lombok Timur

Baca juga: Soal Pengeras Suara Masjid, Ketua BM PAN NTB Ajak Berpikir Rasional

Kesepakatan itu dituangkan dalam surat perjanjian perdamaian.

Surat itu ditandatangani oleh warga berinisial R, ketua RT, dan tokoh masyarakat setempat.

"Kita ajak warga berbicara, diskusi, dan mediasi.

Sehingga, para pihak sepakat untuk berdamai dan sepakat melanjutkan hubungan yang harmonis," kata Bayu, dalam rekaman video yang diterima Kompas.com, Kamis (17/3/2022).

Baca juga: Soal Pro Kontra Pengeras Suara Masjid, Rektor Muhammadiyah Mataram Imbau Masyarakat Bijak

Setelah kesepakatan tercapai, warga membubarkan diri dari Mapolsek Payung Sekaki, tempat yang dijadikan lokasi diskusi dan penandatangan perjanjian.

"Kita juga mengerahkan personel patroli di lokasi kejadian. Kita harap hal ini bisa diterima para pihak dan tidak terjadi lagi keributan di masa yang akan datang," ujar Bayu.

Sebelumnya diberitakan, cekcok antarwarga terjadi di kawasan Jalan Pemuda, Kelurahan Tampan, Kecamatan Payung Sekaki, Kota Pekanbaru, Riau. Keributan ini dipicu gara-gara pengeras suara mushala.

Kapolsek Payung Sekaki Iptu Bayu Ramadhan Effendi menjelaskan, keributan itu terjadi pada Rabu (16/3/2022), sekitar pukul 23.30 WIB.

Awalnya, seorang warga berinisial R protes karena pengeras suara mushala mengarah ke rumahnya.

"Saudara R ini merasa bahwa pengeras suara yang ada di mushala di sekitar rumahnya, mengarah langsung ke rumahnya. Hal itu mengakibatkan anaknya yang berusia tiga tahun sedang mengalami suatu penyakit (jadi) terganggu," kata Bayu, dalam rekaman video yang diterima Kompas.com, Kamis (17/3/2022).

R minta tolong agar pengeras suara tidak diarahkan langsung ke rumahnya.

Namun, protes R tidak diterima oleh warga lainnya sehingga terjadi selisih paham.

"Karena terjadi kesalahpahaman, warga dengan cepat datang ke lokasi. Sebentar saja terjadi kerumunan massa dan terjadi cekcok," sebut Bayu.

Beruntung, polisi yang tengah melaksanakan operasi yustisi di sekitar lokasi langsung melerai warga. Perselisihan itu telah diselesaikan secara damai seperti dikutip dari Kompas.com dengan judul "Warga yang Cekcok karena Pengeras Suara Mushala Telah Sepakat Berdamai".

Ini Isi Lengkap Surat Edaran Menteri Agama Soal Aturan Pengeras Suara

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatur pengeras suara masjid seperti suara adzan dan takbiran.

Menteri Agama mengatur pengeras suara masjid dalam Surat Edaran Menteri Agama Nomor SE 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.

Surat Edaran yang terbit 18 Februari 2022 ini ditujukan kepada Kepala Kanwil Kemenag Provinsi, Kepala Kantor Kemenag kabupaten/kota, Kepala Kantor Urusan Agama kecamatan, dan Ketua Majelis Ulama Indonesi.

Lalu, juga Ketua Dewan Masjid Indonesia, Pimpinan Organisasi Kemasyarakatan Islam, dan Takmir/Pengurus Masjid dan Musala di seluruh Indonesia.

Sebagai tembusan, edaran ini juga ditujukan kepada seluruh Gubernur dan Bupati/Walikota di seluruh Indonesia.

Baca juga: Begini Tata Cara Penggunaan Pengeras Suara di Masjid Sesuai Surat Edaran Kemenag RI

Baca juga: Soal Pedoman Pengeras Suara di Masjid, Kemenag Tegaskan Bukan untuk Membatasi Dakwah

Secara rinci, isi lengkap Surat Edaran Menteri Agama ini mengatur soal pedoman pemasangan alat pengeras suara sampai besaran volume dengan alasan menjaga ketenteraman dan keharmonisan antarwarga.

“Pedoman diterbitkan sebagai upaya meningkatkan ketenteraman, ketertiban, dan keharmonisan antarwarga masyarakat,” katanya, dikutip Tribunnews.com dari Kemenag.go.id, Kamis (24/2/2022).

Diantara aturan dalam Surat Edaran ini seperti pemasangan pengeras suara dipisahkan antara pengeras suara yang difungsikan ke luar dengan pengeras suara ke dalam masjid/musala.

Volume pengeras suara diatur sesuai kebutuhan dan paling besar 100 dB (seratus desibel).

Gus Yaqut, sapaan akrabnya, mengatakan penggunaan pengeras suara di masjid dan musala merupakan kebutuhan bagi umat Islam sebagai salah satu media syiar Islam di tengah masyarakat.

Sementara pada saat bersamaan, masyarakat Indonesia juga beragam, baik agama, keyakinan hingga latar belakangnya.

Alasan itu yang mendasari diperlukannya upaya untuk merawat persaudaraan dan harmoni sosial.

“Pedoman ini agar menjadi pedoman dalam penggunaan pengeras suara di masjid dan musala bagi pengelola (takmir) masjid dan musala dan pihak terkait lainnya,” jelas Yaqut seperti dikutip dari Tribunnews.com.

Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Asrorun Niam Sholeh mengapresiasi terbitnya Surat Edaran (SE) Menteri Agama (Menag) Nomor SE 05 Tahun 2022.

"Saya mengapresiasi atas terbitnya SE itu sebagai bagian dari upaya mewujudkan kemaslahatan dalam penyelenggaraan aktivitas ibadah," katanya.

Menurut Niam, SE ini sejalan dengan Hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia yang dilaksanakan pada tahun 2021.

"Substansinya juga sudah dikomunikasikan dengan Majelis Ulama Indonesia serta didiskusikan dengan para tokoh agama," imbuhnya.

Dalam pelaksanaan, lanjut Niam, ada jenis ibadah yang memiliki dimensi syiar, sehingga membutuhkan media untuk penyiaran, termasuk azan.

"Tapi dalam pelaksanaannya perlu diatur agar berdampak baik bagi masyarakat. Jemaah dapat mendengar syiar, namun tidak menimbulkan mafsadah (kerusakan)," jelas Niam.

Untuk itu, perlu aturan yang disepakati sebagai pedoman bersama khususnya terkait penggunaan pengeras suara di tempat ibadah.

Hal itu, guna mewujudkan kemaslahatan dan menjamin ketertiban serta mencegah mafsadah yang ditimbulkan.

Meski demikian, Niam menyarankan, penerapan aturan ini perlu memperhatikan kearifan lokal tidak bisa digeneralisir.

"Kalau di suatu daerah, terbiasa dengan tata cara yang sudah disepakati bersama, dan itu diterima secara umum, maka itu bisa dijadikan pijakan. Jadi penerapannya tidak kaku," tutur Niam.

Kantor Staf Presiden (KSP) meminta masyarakat tidak salah dalam mengartikan Surat Edaran (SE) Menteri Agama yang mengatur tentang pengeras suara masjid dan musala.

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Rumadi Akhmad memastikan, substansi SE No 05/2022 itu, tidak untuk melarang.

Tetapi mengatur penggunaan pengeras suara agar tidak memunculkan konflik.

"SE Menag ini menjadi jalan tengah dari berbagai kepentingan untuk mewujudkan toleransi dan harmoni sosial," kata Rumadi, di gedung Bina Graha Jakarta, Selasa (22/2/2022).

"Jadi tidak benar jika ada yang menarasikan SE ini dianggap melarang pengeras suara," tegasnya.

Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala

Berikut ini isi lengkap Surat Edaran Menteri Agama tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala:

1. Umum

a. Pengeras suara terdiri atas pengeras suara dalam dan luar. Pengeras suara dalam merupakan perangkat pengeras suara yang difungsikan/diarahkan ke dalam ruangan masjid/musala. Sedangkan pengeras suara luar difungsikan/diarahkan ke luar ruangan masjid/musala.

b. Penggunaan pengeras suara pada masjid/musala mempunyai tujuan:

1) Mengingatkan kepada masyarakat melalui pengajian AlQur’an, selawat atas Nabi, dan suara azan sebagai tanda masuknya waktu salat fardu;

2) Menyampaikan suara muazin kepada jemaah ketika azan, suara imam kepada makmum ketika salat berjemaah, atau suara khatib dan penceramah kepada jemaah; dan

3) Menyampaikan dakwah kepada masyarakat secara luas baik di dalam maupun di luar masjid/musala.

2. Pemasangan dan Penggunaan Pengeras Suara

a. Pemasangan pengeras suara dipisahkan antara pengeras suara yang difungsikan ke luar dengan pengeras suara yang difungsikan ke dalam masjid/musala;

b. Untuk mendapatkan hasil suara yang optimal, hendaknya dilakukan pengaturan akustik yang baik;

c. Volume pengeras suara diatur sesuai dengan kebutuhan, dan paling besar 100 dB (seratus desibel); dan

d. Dalam hal penggunaan pengeras suara dengan pemutaran rekaman, hendaknya memperhatikan kualitas rekaman, waktu, dan bacaan akhir ayat, selawat/tarhim.

Tata Cara Penggunaan Pengeras Suara

a. Waktu Salat:

1) Subuh:

a) sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur'an atau selawat/tarhim dapat menggunakan Pengeras Suara Luar dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) menit; dan

b) pelaksanaan salat Subuh, zikir, doa, dan kuliah Subuh menggunakan Pengeras Suara Dalam.

2) Zuhur, Asar, Magrib, dan Isya:

a) sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur'an atau selawat/tarhim dapat menggunakan Pengeras Suara Luar dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) menit; dan

b) sesudah azan dikumandangkan, yang digunakan Pengeras Suara Dalam.

3) Jum'at:

a) sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur'an atau selawat/tarhim dapat menggunakan Pengeras Suara Luar dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) menit; dan

b) penyampaian pengumuman mengenai petugas Jum’at, hasil infak sedekah, pelaksanaan Khutbah Jum’at, Salat, zikir, dan doa, menggunakan Pengeras Suara Dalam.

b. Pengumandangan azan menggunakan Pengeras Suara Luar.

c. Kegiatan Syiar Ramadan, gema takbir Idul Fitri, Idul Adha, dan Upacara Hari Besar Islam:

1) penggunaan pengeras suara di bulan Ramadan baik dalam pelaksanaan Salat Tarawih, ceramah/kajian Ramadan, dan tadarrus Al-Qur’an menggunakan Pengeras Suara Dalam;

2) takbir pada tanggal 1 Syawal/10 Zulhijjah di masjid/musala dapat dilakukan dengan menggunakan Pengeras Suara Luar sampai dengan pukul 22.00 waktu setempat dan dapat dilanjutkan dengan Pengeras Suara Dalam.

3) pelaksanaan Salat Idul Fitri dan Idul Adha dapat dilakukan dengan menggunakan Pengeras Suara Luar;

4) takbir Idul Adha di hari Tasyrik pada tanggal 11 sampai dengan 13 Zulhijjah dapat dikumandangkan setelah pelaksanaan Salat Rawatib secara berturut-turut dengan menggunakan Pengeras Suara Dalam; dan

5) Upacara Peringatan Hari Besar Islam atau pengajian menggunakan Pengeras Suara Dalam, kecuali apabila pengunjung tablig melimpah ke luar arena masjid/musala dapat menggunakan Pengeras Suara Luar.

4. Suara yang dipancarkan melalui Pengeras Suara perlu diperhatikan kualitas dan kelayakannya, suara yang disiarkan memenuhi persyaratan:

a. bagus atau tidak sumbang; dan

b. pelafazan secara baik dan benar.

5. Pembinaan dan Pengawasan

a. pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Surat Edaran ini menjadi tanggung jawab Kementerian Agama secara berjenjang.

b. Kementerian Agama dapat bekerja sama dengan Pemerintah Daerah dan Organisasi Kemasyarakatan Islam dalam pembinaan dan pengawasan.

Selengkapnya mengenai Surat Edaran Menteri Agama Nomor SE 05 tahun 2022 >>> klik di sini.

(Tribunnews) (Kompas/ Kontributor Pekanbaru, Idon Tanjung )

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved