Tanggapi Aturan Pengeras Suara Masjid, PMII Gelar Dialog Publik di Kantor Kemenag Lombok Timur
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia(PMII) cabang Lombok Timur mengajak anak muda untuk mengkaji makna dari aturan pengeras suara masjid
Penulis: Ahmad Wawan Sugandika | Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
Laporan Wartawan Tribunlombok.com, Ahmad Wawan Sugandika
TRIBUNLOMBOK.COM,LOMBOK TIMUR - Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia(PMII) cabang Lombok Timur mengajak anak muda untuk mengkaji makna dari aturan pengeras suara masjid Kementerian Agama (Kemenag).
Hal itu terkait polemik tentang Surat Edaran(SE) No. 5 tahun 2022 yang mengatur pengeras suara masjid.
Terkait hal itu, Ketua PMII cabang Lombok Timur Ahmad Muzakir dalam pembukaan pidatonya menganggap Surat Edaran (SE) ini di Lombok Timur tidak layak digunakan, melihat dari mayoritas masyarakat di Lombok Timur ber agama islam.
"Mayoritas masyarakat di Lombok Timur itu beragama islam, dan SE ini saya kira tidak terlalu perlu di terapkan," tuturnya dalam dialog publik di Aula Kantor Kemenag Lombok Timur pada Selasa (8/3/2022).
Baca juga: Soal Penundaan Pemilu 2024, Muhaimin: Kalau Mayoritas Partai Mau, Presiden Pasti Setuju
Lebih lanjut ia menegaskan dialog ini juga penting, karna melihat dalam beberapa hari kedepan kita akan menyambut bulan suci ramadhan, dan kita juga perlu tau kelanjutan SE ini di Lombok Timur
Menangapi hal itu ketua Kemenag Lombok Timur Drs H Sirojurin MM menegaskan surat edaran ini tidak ada maksud mengurangi makna kekhusuan didalam melaksanakan ibadah.
"SE ini tidah ada maksud mengurangi kekhusuan ibadah, tetapi ini perlu diatur, sehingga terciptanya keharmonisan dalam berbangsa dan bernegara," urainya
"Di daerah lombok timur juga perlu penyesuaian-penyesuaian, karna menurutnya sesuatu yang berlebihan tentu tidak baik dan perlu kita aturkan," tegasnya
Baca juga: Kelurahan Semayan Siap Jaga Keamanan Jelang MotoGP Mandalika
Lebih lanjut Sirojudin menegaskan SE ini mengatur bukan hanya pengeras suara saja, tetapi juga pengaturan pengaturan tentang durasi, lantunan suara yang keluar dan lain sebagainya.
Ia juga berharap kepada masyarakat jangan terlalu dipermasalahkan, dan di Lombok Timur tetap dijalanlan seperti biasa.
"Kalau di Lombok Timur jalankan dengan Pleksible saja, tapi yang perlu diatur kedepanya cuman suara yang keluar dari TOA itu sendiri, bukan besar dan kecilnya suara," terang dia.
"Kalau suaranya baik, bagus mahraj hurufnya kita kan sejuk mendengarnya, tapi gimana kalau asal asalan, bacaannya nggak jelas kan itu masalahnya," pungkasnya.
(*)