Petugas Cium Bau Wangi saat Evakuasi 8 Jasad Santri Korban Kebakaran Pesantren di Karawang

Petugas pemadam kebakaran menemukan 8 jasad santri tewas dalam kondisi berpelukan karena berusaha saling melindungi. Petugas juga mencium bau wangi.

Editor: Sirtupillaili
Tribunnews.com
(Kiri) Detik-detik kebarakan di kebakaran Pesantren Miftakhul Khoirot, Kabupaten Karawang dan (Kanan) Prosesi pemakaman seorang korban. (Kolase Tribunnews.com: Kanal YouTube KompasTV dan TribunJabar.id /Dwiky Maulana Vellayati) 

Diberitakan sebelumnya, delapan santri tewas akibat kebakaran di Pesantren Miftahul Khoirot, Desa Manggungjaya, Kecamatan Cilamaya Kulon, Kabupaten Karawang, Senin, 21 Februari 2022, pukul 13.00 WIB.

Para santri yang menjadi kordan adalah RA (7) asal Subang, APG (11) asal Subang, AS (7) asal Cikampek, M (12) asal Cilamaya Kulon, MR (13) asal Cilamaya, MF (7) asal Subang, MAM (12) asal Gandok Pedes, dan R asal Tegalsawah Karawang.

Selain itu, dua santri lainnya mengalami luka-luka dan kini telah mendapat perawatan di RSUD Karawang.

Kapolres Karawang AKBP Aldi Subartono mengatakan, kebakaran berawal adanya percikan api di kipas angin yang kemudian menyambar ke kasur.

Pihaknya pun tengah menyelidiki lebih dalam perihal penyebab kebakaran itu. Mereka yang menjadi korban saat itu tengah istirahat tidur siang.

Delapan yang meninggal tak sempat menyelamatkan diri lantaran api membesar di pintu keluar.

Ponpes Dibangun Sejak 1932

Pesantren yang berada di Desa Mangungjaya, Kecamatan Cilamanya Kulon, Kabupaten Karawang itu dikenal sebagai pesantren tahfiz pertama di Karawang.

Pesantren tersebut dibangun pertama kali oleh Kyai Haji Zarkasih pada tahun 1932.

Sang Kyai kemudian mencari ilmu ke ke Syekh Tubagus Ahmad Bakri atau yang lebih dikenal dengan sebutan Mama Sempur di Purwakarta.

Setelah belajar dari Mama Sempur, Kiai Haji Zarkasih mendirikan Pesantren Pusaka.

Abdul Muhaimin (31), pengurus pesantren bercerita kala itu pesantran diikuti oleh bapak-bapak.

Namun dengan berjalannya waktu banyak anak-anak yang ikut mengaji.

"Awalnya hanya pengajian bapak -bapak. Kemudian lama - lama anak-anak juga ikut ngaji. Santri kalong istilahnya," kata Muhaimin.

Sang Kyai kemudian menikahkan anak perempuannya dengan penghapal Al-Quran, Kai Haji Muhtadin Al Hafiz.

Halaman
123
Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved