Festival Bau Nyale

Asal Usul Bau Nyale, Cacing Laut Jelmaan Putri Mandalika

Ada sebuah kisah di pantai selatan Pulau Lombok terdapat sebuah kerajaan yang bernama Tonjang Beru.

Penulis: Setyowati Indah Sugianto | Editor: Wahyu Widiyantoro
ISTIMEWA
Tradisi Bau Nyale di Pantai Kaliantan Lombok Timur Senin (21/2/2022) pagi. 

TRIBUNLOMBOK.COM – Nyale lebih tepatnya dikenal sebagai bau nyale adalah sebuah pesta atau upacara yang masih dilestarikan hingga saat ini.

Kata Bau berasal dari Bahasa Sasak yang berarti menangkap sedangkan kata Nyale berarti cacing laut yang hidup di lubang-lubang batu karang dibawah permukaan laut.

Acara Bau Nyale dilaksanakan pada bulan Februari dan Maret.

Dikutip dari Kompasiana.com asal usul dari Bau Nyale ini yang memiliki cerita tentangnya.

Ada sebuah kisah di pantai selatan Pulau Lombok terdapat sebuah kerajaan yang bernama Tonjang Beru.

Kerajaan ini dipimpin oleh seorang Raja yang arif dan memiliki seorang Putri yang bernama Putri Mandalika.

Baca juga: Festival Bau Nyale dan Spirit Kebahagiaan Jelang MotoGP di Mandalika

Baca juga: Begini Seluk-beluk Tradisi Peresean, Adu Ketangkasan yang Wajib Digelar Saat Festival Bau Nyale

Baca juga: Menparekraf Sandiaga Uno Hadiri Malam Puncak Festival Pesona Bau Nyale 2022 di Lombok Tengah

Putri Mandalika terkenal dengan parasnya yang cantik dari segi matanya yang jelita, dan rambutnya.

Tidak hanya kecantikan fisik saja, tutur katanya yang sopan, baik, dan lembut serta ramah terhadap semua orang semakin membuat ia menjadi kebanggaan dimata rakyatnya.

Dia memiliki kecantikan yang mampu memikat hati seluruh pemuda di belahan bumi Pulau Lombok ini.

Seluruh pangeran dari berbagai kerajaan berdatangan untuk melamar sang putri.

Para pemuda dari rakyat biasa berlomba-lomba untuk mendapatkan cintanya Putri Mandalika.

Namun, tak satupun di antara mereka yang diterima lamarannya dan kekecewaan dirasakan oleh para pangeran dengan keputusan Putri Mandalika.

Sudah berusaha berbagai cara agar sang putri memilih satu diantara mereka.

Mulai dari sayembara hingga melakukan peperangan, maka tak heran banyak permusuhan yang terjadi.

Setelah sekian lama sang putri terjebak dalam pilihan yang berat dan telah membuat suatu keputusan.

Dia tidak mau melihat perpecahan di bumi tempat kelahirannya.

Ada ancaman yang terjadi sebuah bencana apabila sang Putri memilih satu di antara sekian pemuda yang melamarnya.

Akhirnya Putri Mandalika meminta agar seluruh rakyat untuk berkumpul di Pantai Seger Kuta sebelum adzan subuh berkumandang.

Pada saat itu para pemuda yang ingin meminangnya berbondong-bondong berdatangan ketempat itu, tak terlupakan pula seluruh rakyat yang mengagung-agungkan dirinya tersebut.

Semua tamu undangan berkumpul serta semua rakyat lega seakan menjadi obat dahaga bagi mereka karena kedatangan Putri Mandalika yang diiringi oleh para prajurit.

Seluruh rakyat senang karena sang putri menepati janjinya di tempat yang gelap dan hanya diterangi oleh cahaya bulan tersebut Putri Mandalika mengumumkan keputusannya.

Dia membuka pidato yang singkat dan jelas untuk menyampaikan bahwa tidak lain seperti impiannya, sang putri hanya ingin melihat ketentraman tumbuh di atas bumi Pulau Lombok antar sesama manusia.

Gambar kiri, suasana saat masyarakat suku Sasak Lombok Tengah tumpah ruah turun menangkap nyale di Pantai Seger, Minggu, 20 Februari 2022. Gambar sebelah kanan merupakan nyale yang berhasil ditangkap warga.
Gambar kiri, suasana saat masyarakat suku Sasak Lombok Tengah tumpah ruah turun menangkap nyale di Pantai Seger, Minggu, 20 Februari 2022. Gambar sebelah kanan merupakan nyale yang berhasil ditangkap warga. (TRIBUNLOMBOK.COM/SINTO)

Sang Putri juga mengajak seluruh rakyat untuk menjunjung tinggi nilai persatuan dan kesatuan tanpa adanya perselisihan yang merusak keharmonisan dan hubungan kekeluargaan.

“Oleh karena itulah aku memutuskan diriku untuk kalian semua, aku akan menerima semua lamaran dan memberikan seluruh perhatian dan cintaku untuk semua orang”. Ucap sang putri dengan suara lantang ditengah derasnya suara ombak.

Mendengar ucapan Putri Mandalika tentu saja membuat seluruh rakyat yang ada disana kebingungan dan tidak mengerti akan apa yang dimaksud dan bagaimana bisa dia menerima semua lamaran.

Semua saling berpandangan dan suara bisikan-bisikan kecil terdengar.

Sang putri melanjutkan bicaranya “ Wahai Ayahanda dan Ibunda serta seluruh rakyat negeri Tonjang Beru yang aku cintai. Hari ini aku telah menetapkan bahwa diriku untuk kalian semua, aku tidak dapat memilih satu di antara kalian dan takdir sudah menghendaki agar aku menjadi Nyale yang kalian dapat nikmati bersama”. Kata Putri Mandalika.

Pada saat itu kilap dan petir menggelegar disertai angin kencang dan bersamaan dengan tiba-tiba sang putri yang berdiri diatas bukit dan diiringi oleh para prajurit menjatuhkan dirinya dengan sekejap dan tanpa penerangan apapun.

Seluruh rakyat langsung panik dan segera berbondong-bondong untuk menyelamatkan sang putri, namun Putri Mandalika hilang bagaikan ditelan bumi. Tidak ada lagi tanda-tanda sang putri ada di tempat itu.

Tiba-tiba muncullah binatang kecil yang sangat banyak jumlahnya di tempat itu. Binatang tersebut berkilauan dan berbentuk seperti cacing panjang yang berwarna-warni.

Masyarakat percaya bahwa itu adalah jelmaan dari Putri Mandalika yang merupakan wujud dari kasih sayang sang putri yang kemudian binatang tersebut diberi nama “Nyale”.

(TribunLombok.com, Setyowati Indah Sugianto)

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved