Sejarah Makam Keramat Batu Layar, Dari Batu yang Berlayar Hingga Penjaga Makam Turun-Temurun
H Bahril (53) ditunjuk menjadi ketua Nazir (penjaga makam) sejak 2010 untuk meneruskan tradisi keluarganya yang telah turun-temurun..
Penulis: Robbyan Abel Ramdhon | Editor: Lalu Helmi
Laporan WartawanTribunLombok.com, Robbyan Abel Ramdhon
TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK BARAT – H Bahril (53) ditunjuk menjadi ketua Nazir (penjaga makam) sejak 2010 untuk meneruskan tradisi keluarganya yang telah turun-temurun menjaga Makam Keramat Batu Layar, Lombok Barat.
Penunjukan itu dilakukan secara kekeluargaan berdasarkan hasil musyawarah anggota keluarga dan faktor-faktor yang berkaitan dengan hal-hal spiritual.
Guru honorer itu pun mengaku tak pernah bertekad untuk menjadi penjaga di tempat tersebut.
Baca juga: Ziarah ke Makam TGH Saleh Hambali, AHY Didoakan Jadi Presiden
Baca juga: Kisah Amaq Ambo 25 Tahun Rawat Makam Maulana Syaikh TGKH Zainuddin Abdul Madjid, Berharap Karomah
Namun antara tiga saudaranya yang lain, orangtuanya justru memilih dirinya untuk meneruskan amanah sebagai Nazir.
“Dulu saya tidak pernah merasa ingin jadi seperti ini,” katanya, saat ditemui Tribunlombok.com, Sabtu (12/2/2022).
Dari sejarah yang ia tuturkan, makam itu dulunya adalah lahan milik buyutnya yang bernama Kayaji.
Pada abad ke-19, lahan itu kemudian diwakafkan untuk menjadi tempat peristirahatan dua pengawal Syekh Sayyid Syarif Habib Abdurrahman Al Idrus Al Hadhrami.
Dua pengawal sang habib bernama Syekh Sayyid Zuhri dan Syekh Ali Al Haddad.
Mereka dimakamkan bersisian dan kini makam mereka telah dipagari dengan tutupan kelambu.
“Setelah dua pengawalnya meninggal di sini, Habib seketika menghilang, dan hanya meninggalkan buntalan pakaiannya,” kisahnya.
Menurut cerita yang diturunkan dari orangtuanya, kata Bahri, daerah Batu Layar dulunya merupakan hutan belantara yang hanya ditinggali oleh segelintir orang, termasuk keluarganya.
Kelak kemudian, ketika Syekh Sayyid Syarif Habib Abdurrahman bersama dua pengawalnya yang berasal dari Baghdad melakukan syiar Islam di wilayah pesisir, ia tiba di sini untuk singgah sebentar dan bersiap meninggalkan Lombok.
Bahril mengisahkan bahwa ada hubungan antara kejadian menghilangnya Habib Abdurrahman dengan asal-usul nama daerah Batu Layar.
Konon, ketika Habib Abdurrahman yang berasal dari Yaman itu hendak meninggalkan Lombok, ia berlayar menyeberangi laut dengan berdiri di atas batu.
Kedua pengawalnya yang mengetahui kepergian sang Habib, segera menyusul dengan berenang.
“Berkat kebijakan Habib, akhirnya mereka kembali ke sini. Tetapi sesampainya di darat, dua pengawal itu, entah bagaimana, dipanggil oleh Allah secara bersamaan,” katanya.
Melanjutkan ceritanya, Bahril berkata, "Karena itulah daerah ini dinamakan Batu Layar,” cetusnya.
Suasana makam tampak sepi ketika Tribunlombok.com datang, belum ada pengunjung yang melakukan aktivitas ziarah.
Area makam ini terletak di Jalan Raya Senggigi, Kecamatan Batu Layar, Kabupaten Lombok Barat.
Tiga puluh menit ke arah barat dari pusat Kota Mataram dengan berkendara.
Tepatnya di bagian tepi belokan jalan raya Senggigi dengan bangunan no.69 berpagar besi hijau dan dinding beton.
Luas area makam ini kurang lebih lima belas area dengan bentuk fondasi tanah cenderung berbukit.
Sehingga pengunjung yang ingin berziarah ke makam utama, harus menaiki sejumlah anak tangga hingga sampai ke bagian puncak.
“Pengunjung tidak hanya dari Lombok Barat, Lombok Tengah atau Lombok Timur, dari Jawa hingga Sulawesi juga banyak datang ke sini rombongan,” kata pria yang dulu pernah belajar di IKIP Mataram itu.
Makam Keramat Batu Layar dibuka selama dua puluh empat jam.
Karena aksesibilitas yang mudah, banyak para peziarah datang ketika malam hari hingga meminta izin untuk menginap melakukan ibadah di sana.
Bahril bercerita, setiap peziarah datang dengan cara yang berbeda-beda dan niat yang berbeda-beda pula.
Perbedaan itu tidak menjadi masalah bagi Bahril, ia tetap mengizinkan para peziarah untuk melakukan ibadah.
“Cara zikirnya juga beda-beda, bahkan ada yang datang itu dengan menggunakan minyak wangi dan minyak wanginya disiram ke kelambu makam,” kenangnya.
Meski memudahkan para peziarah datang dan melakukan berbagai aktivitas spiritual di area makam, Bahril sempat mengeluhkan bagaimana para peziarah membuang sampah sembarangan.
Terutama pada hari Minggu ketika banyak peziarah dari luar daerah, Bahril bersama lima anggotanya, harus lebih bekerja keras membersihkan area makam dari sampah.
“Banyak juga peziarah yang menaburkan bunga yang dibawanya menggunakan kantong plastik, tapi kadang sering kelolosan sampai ikut membuang plastiknya ke makam,” keluhnya.
Karena alasan itu pula, Bahril meletakkan sejumlah kotak amal di beberapa titik di area makam sebagai tempat sumbangan peziarah untuk perawatan dan pengelolaan makam.
“Seikhlasnya saja, kita kan tidak dibayar siapa-siapa berjaga di sini,” tandasnya.
Selain dua makam pengawal habib, di Makam Keramat Batu Layar juga terdapat makam dari para penjaga makam sebelumnya dan sejumlah sahabat yang pernah mengiringi perjalanan habib saat melakukan syiar Islam.
Para pengunjung yang ingin berziarah di tempat tersebut, juga dapat menikmati pemandangan pantai Senggigi yang terletak di seberang makam, juga berbelanja makanan dan minuman di pedagang-pedagang lokal yang berjualan di sekitar kawasan.
“Bisa dibilang, makam ini menjadi yang pertama dan tertua di Lombok Barat,” kata Bahril, menutup ceritanya.
(*)