Pemilu 2024

Panjang atau Pendeknya Masa Kampanye Pemilu Bukan Satu-satunya Pemicu Konflik Sosial

Durasi masa kampanye untuk Pemilu 2024 masih menjadi perdebatan antara penyelenggara pemilu, pemerintah, dan DPR.

Editor: Dion DB Putra
KOMPAS.COM/FITRIA CHUSNA FARISA
Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (12/11/2019). 

TRIBUNLOMBOK.COM, JAKARTA - Onjang atau pendeknya masa kampanye pemilu bukan satu-satunya faktor yang dapat memicu konflik di masyarakat. Demikian pandangan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pramono Ubaid Tanthowi.

Durasi masa kampanye untuk Pemilu 2024 masih menjadi perdebatan antara penyelenggara pemilu, pemerintah, dan DPR.

Baca juga: Inilah Daftar Partai Baru yang Akan Meramaikan Pemilu 2024

Baca juga: Mardani Ali Sera Usul Segera Bentuk Koalisi Capres Permanen untuk Pemilu 2024

"Masa kampanye bukan satu-satunya yang memicu konflik dalam pemilu. Jadi panjang atau pendeknya bukan satu-satunya faktor yang menentukan konflik keras atau tidak," kata Pramono dalam diskusi daring yang selenggarakan Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif, Jumat 4 Februari 2022.

Komisioner KPU RI Pramono Ubaid Tanthowi
Komisioner KPU RI Pramono Ubaid Tanthowi (KOMPAS.COM/WIJAYA KUSUMA)

Menurut Pramono, konflik dalam pemilu bisa muncul karena beragam hal. Ia menyebutkan, antara lain, sistem pemilu, jumlah dan perilaku kandidat, serta integritas penyelenggara.

"Misal pilpres diikuti dua pasangan calon dengan pilpres yang diikuti lima pasangan calon pasti berbeda tingkat konfliknya. Demikian pula perilaku kandidat. Apakah kandidat meledak-ledak atau provokatif, itu akan berbeda dengan perilaku kandidat yang lebih persuasif," ucapnya.

Dia menegaskan, tidak tepat jika dikatakan durasi masa kampanye pemilu memperburuk konflik yang terjadi di masyarakat.

Menurut Pramono, untuk mencegah pemilu berubah jadi kekerasan, maka perlu penegakan hukum yang tegas dan adil bagi tiap bentuk pelanggaran kampanye yang telah diatur dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.

"Karena di dalam UU kita ada beberapa larangan misalnya menghasut, menghina, mengancam, merusak, mengajak berbuat kekerasan. Ini yang harus dilakukan penegakan dengan adil dan tegas," ujarnya.

KPU mengusulkan masa kampanye Pemilu 2024 selama 120 hari. Menurut Pramono, rancangan masa kampanye 120 hari ini sudah jauh berkurang dari pemilu sebelumnya.

Dia mengatakan, pada tahun 2019, masa kampanye berlangsung selama 6 bulan 3 minggu. Pada tahun 2014, masa kampanye berlangsung selama 15 bulan.

Sementara pemerintah memintah masa kampanye sebaiknya dipersingkat menjadi 90 hari.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan, hal ini demi mencegah keterbelahan yang lebih meluas di masyarakat.

"Tiga bulan sudah cukup. Kami kira masyarakat juga tidak lama terbelah dan kami kira dengan adanya teknologi komunikasi, media, maupun sosmed, jaringan, kami kira ini waktunya cukup," kata Tito dalam rapat di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, 24 Januari 2022.

Usulan mempersingkat masa kampanye itu pun didukung sejumlah fraksi di Komisi II DPR.

Namun, Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PKB Luqman Hakim mengingatkan agar efisiensi tidak dijadikan alasan pemerintah untuk tidak memenuhi anggaran yang dibutuhkan penyelenggara pemilu.

Ketersediaan Logistik

Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini berharap, pertimbangan kalkulasi teknis Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam merancang durasi masa kampanye Pemilu 2024 dihormati semua pihak.

Menurut Titi, distribusi logistik pemilu, seperti surat suara, ke seluruh Tanah Air merupakan salah satu aspek yang perlu dipastikan tidak terganggu.

"Dengan konstruksi hukum yang ada saat ini, di mana masa kampanye berkorelasi dengan penyediaan logistik pemilu, maka masa kampanye Pemilu 2024 harus diatur dan dipastikan tidak mengganggu ketersediaan logistik hari H pemilu," kata Titi dalam diskusi daring yang digelar Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif, Jumat (4/2/2022).

Titi menuturkan, sebetulnya tidak ada periode, durasi, atau masa kampanye yang ideal dalam praktik pemilu global. Pengaturannya beragam antara satu negara dengan negara lainnya.

Titi berpendapat, masa kampanye Pemilu 2024 selama 120 hari yang ditawarkan KPU sudah jauh lebih pendek dari masa kampanye di Pemilu 2019.

Menurut dia, ancaman polarisasi disintegratif yang dikhawatirkan terjadi sebagai ekses masa kampanye, sebetulnya turut menjadi tanggung jawab partai politik dan para elite.

"Sejatinya menuntut tanggung jawab partai politik dan para elite untuk mencegahnya dengan cara konsisten melakukan kegiatan kampanye sebagai bagian dari pendidikan politik masyarakat yang dilaksanakan secara bertanggung jawab," tegasnya.

Titi menilai, hal lain yang perlu diatur dengan baik oleh KPU adalah transparansi dan akuntabilitas dana kampanye yang dikeluarkan peserta pemilu.

Ia mengatakan, jangan sampai ada dana-dana gelap dan ilegal yang beredar selama pemilu. Adapun, pemerintah meminta masa kampanye sebaiknya dipersingkat menjadi 90 hari.

Berita terkait Pemilu 2024

Artikel ini telah tayang di Kompas.com berjudul KPU: Panjang-Pendeknya Kampanye Pemilu Bukan Satu-satunya Pemicu Konflik


Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved