Obituari
Seukuran Bapak Itu
Dalam kongres itu Mas MG terpilih sebagai ketua umum PWI Pusat dengan dukungan suara mayoritas. Dia menggantikan Tarman Azzam.
Catatan Mengenang Mantan Ketua Umum PWI Pusat, Margiono
Oleh Dion DB Putra
TRIBUNLOMBOK.COM - Seorang wanita muda berlesung pipit menghampiri saya di Aula El Tari, Kantor Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) siang itu. "Om Dion, bisa minta tolong?" ujarnya.
"Silakan, apa yang bisa saya bantu?"
"Kami sudah punya daftar ukuran baju dari bahan tenun NTT buat Bapak Presiden, Ibu Negara, Gubernur dan pejabat lainnya. Tinggal satu yang belum yaitu penanggung jawab Hari Pers Nasonal 2011, Bapak Margiono," ujarnya.
Baca juga: Polres Bima Kota Berjaga-jaga di Rutan Bima Pascakerusuhan yang Picu 19 Tahanan Kabur
Baca juga: Bersiap, Pasar Murah Minyak Goreng Rp 14.000 Bakal Digelar di Praya
Saya langsung melepas pandangan sekeliling Aula El Tari, Kupang. Mencari orang yang baru disebut namanya oleh wanita dari panitia lokal Hari Pers Nasional (HPN) 2011 tersebut.
Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Margiono sedang mengobrol dengan beberapa orang di sudut kiri Aula El Tari. Aula ini menjadi tempat acara puncak peringatan HPN 2011.
Baru beberapa saat sebelumnya beliau bersama sejumlah pengurus PWI pusat dan panitia nasional bertemu Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya dan Wakil Gubernur NTT, Ir. Esthon L Foenay. Pertemuan itu berlangsung sepekan sebelum HPN 9 Februari 2011.
Agenda pertemuan yaitu koordinasi memantapkan persiapan menjelang peringatan HPN Kupang 2011 yang dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) serta 1.500 delegasi dari 34 provinsi.
Saya mendekati Margiono lalu menanyakan ukuran bajunya. Pria yang akrab disapa MG itu tidak menyebut ukuran M, L, XX atau XXL.
"Saya seukuran Bapak itu, Pak Wagub," ujarnya sambil tersenyum melihat ke arah pintu Aula El Tari.
Di sana terlihat Wakil Gubernur NTT, Pak Esthon L Foenay sedang berjalan keluar untuk kembali ke ruang kerjanya di kantor gubernur yang bersebelahan dengan Aula El Tari.
"Oh, baik Mas," jawabku.
Postur tubuh Mas MG memang mirip Pak Esthon. Panitia HPN akhirnya mendapatkan ukuran baju tenun ikat NTT yang pas. Baju itulah yang dia kenakan saat puncak peringatan HPN di Aula El Tari Kupang, 9 Februari 2011.
***
Saya pertama kali bertemu dan berkenalan dengan Mas Margiono di forum Kongres PWI di Kota Banda Aceh bulan Juli 2008.
Dalam kongres itu Mas MG terpilih sebagai ketua umum PWI Pusat dengan dukungan suara mayoritas. Dia menggantikan Tarman Azzam yang memimpin PWI selama dua periode sebelumnya.
Pada bulan Desember tahun yang sama saya terpilih menjadi Ketua PWI Provinsi NTT menggantikan Om Damyan Godho.
Pada masa kepemimpinan Mas MG sebagai ketua dan Sekretaris Hendri Ch Bangun, Provinsi NTT pertama kali dipercayakan menjadi tuan rumah HPN.
Keterbatasan NTT pada saat itu bukan menjadi alasan tak pantas menjadi tuan rumah.
Mas MG justru selalu mendorong agar HPN berlangsung di daerah yang "kurang maju" agar mendapat atensi lebih dari pemerintah pusat. Pun menarik investasi.
HPN 2011 membuat interaksiku dengan pemilik kelompok usaha media "Rakyat Merdeka" tersebut cukup intens. Setiap kali bersua beliau selalu sempatkan waktu untuk mengobrol sejenak.
Saat ke Manado tahun 2013 dan tahu kalau saya bertugas di Harian Tribun Manado, Mas MG ajak makan siang bersama rekan pengurus PWI Sulut di sebuah rumah makan di kawasan Mapanget.
"Urus PWI NTT dari Manado, ya?" ujarnya bercanda.
Selama sepuluh tahun memimpin PWI, Mas MG selalu mendorong para wartawan menulis buku atau membukukan karya mereka, termasuk cerpen. Dia tak bosan menggaungkan spirit bahwa buku adalah mahkota jurnalis.
Setiap kali HPN hadir puluhan buku karya para jurnalis dari Sabang sampai Merauke. Saya termasuk orang yang memanfaatkan kesempatan tersebut.
PWI di bawah kepemimpinan Mas MG fokus pada pengembangan profesionalisme jurnalis.
Memfasilitasi Uji Kompetensi Wartawan (UKW) menjadi kewajiban pengurus PWI di setiap daerah. Tak ketinggalan Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI).
Margiono adalah pria yang hangat. Cerdas dan bersahaja. Kepiawaiannya adalah pidato tanpa teks. Tutur katanya runtut, mengalir indah. Pilihan kata tepat terukur.
Kemampuannya berpidato memukau siapapun termasuk orang nomor satu di negeri ini. Guyonannya berkelas.
Tokoh yang terbilang serius seperti mantan Presiden SBY pun bisa terbahak mendengar candaannya.
Pada peringatan HPN 2016 di Pantai Kuta Mandalika, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (kini lokasi Sirkuit Mandalika), pidato MG membuat Presiden Jokowi tertawa.
Mas MG kala itu menyentil soal isu reshuffle kabinet. Maklum setiap kali ditanya wartawan, Presiden Jokowi menjawab nggak mikir.
“Nggak mikir saja lima menteri kena reshuffle. Apalagi mikir,” kata MG disambut gelak tawa tamu undangan HPN 2016.
Melihat di barisan tamu HPN 2016 itu ada Menteri Puan Maharani, Mas MG melanjutkan kata-katannya, “Kecuali Mbak Puan,” katanya kembali disambut gelak tawa membahana.
***
Hari ini, Selasa 1 Februari 2022 atau delapan hari menjelang Hari Pers Nasional, kabar duka datang dari Jakarta.
Mas Margiono berpulang ke pangkuan ilahi pada pukul 09.45 WIB di RSPP Modular, Jakarta.
Mas MG mengembuskan napas terakhir dalam usia 62 tahun. Meninggalkan isteri dan tujuh orang anak.
Komunitas masyarakat pers Indonesia kehilangan sahabat, rekan, senior, abang, pemimpin yang gigih memperjuangkan kemerdekaan pers hingga akhir hayatnya.
Selamat jalan Mas Margiono. Beristirahatlah dalam damai dan kasih Tuhan.
* Dion DB Putra, Ketua PWI Provinsi NTT 2008-2018
Kini Ketua DKP PWI Provinsi Nusa Tenggara Timur, jurnalis TribunLombok.com