Obituari

Seukuran Bapak Itu

Dalam kongres itu Mas MG terpilih sebagai ketua umum PWI Pusat dengan dukungan suara mayoritas. Dia menggantikan Tarman Azzam.

Editor: Dion DB Putra
FOTO ISTIMEWA
Mantan Ketua Umum PWI Pusat, Margiono 

Saya pertama kali bertemu dan berkenalan dengan Mas Margiono di forum Kongres PWI di Kota Banda Aceh bulan Juli 2008.

Dalam kongres itu Mas MG terpilih sebagai ketua umum PWI Pusat dengan dukungan suara mayoritas. Dia menggantikan Tarman Azzam yang memimpin PWI selama dua periode sebelumnya.

Pada bulan Desember tahun yang sama saya terpilih menjadi Ketua PWI Provinsi NTT menggantikan Om Damyan Godho.

Pada masa kepemimpinan Mas MG sebagai ketua dan Sekretaris Hendri Ch Bangun, Provinsi NTT pertama kali dipercayakan menjadi tuan rumah HPN.

Keterbatasan NTT pada saat itu bukan menjadi alasan tak pantas menjadi tuan rumah.
Mas MG justru selalu mendorong agar HPN berlangsung di daerah yang "kurang maju" agar mendapat atensi lebih dari pemerintah pusat. Pun menarik investasi.

HPN 2011 membuat interaksiku dengan pemilik kelompok usaha media "Rakyat Merdeka" tersebut cukup intens. Setiap kali bersua beliau selalu sempatkan waktu untuk mengobrol sejenak.

Saat ke Manado tahun 2013 dan tahu kalau saya bertugas di Harian Tribun Manado, Mas MG ajak makan siang bersama rekan pengurus PWI Sulut di sebuah rumah makan di kawasan Mapanget.

"Urus PWI NTT dari Manado, ya?" ujarnya bercanda.

Selama sepuluh tahun memimpin PWI, Mas MG selalu mendorong para wartawan menulis buku atau membukukan karya mereka, termasuk cerpen. Dia tak bosan menggaungkan spirit bahwa buku adalah mahkota jurnalis.

Setiap kali HPN hadir puluhan buku karya para jurnalis dari Sabang sampai Merauke. Saya termasuk orang yang memanfaatkan kesempatan tersebut.

PWI di bawah kepemimpinan Mas MG fokus pada pengembangan profesionalisme jurnalis.

Memfasilitasi Uji Kompetensi Wartawan (UKW) menjadi kewajiban pengurus PWI di setiap daerah. Tak ketinggalan Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI).

Margiono adalah pria yang hangat. Cerdas dan bersahaja. Kepiawaiannya adalah pidato tanpa teks. Tutur katanya runtut, mengalir indah. Pilihan kata tepat terukur.

Kemampuannya berpidato memukau siapapun termasuk orang nomor satu di negeri ini. Guyonannya berkelas.

Tokoh yang terbilang serius seperti mantan Presiden SBY pun bisa terbahak mendengar candaannya.

Halaman
123
Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved