Surat Perjanjian Penghuni Kerangkeng Bupati Langkat: Tak Boleh Dijemput, Harus Mendekam 1,5 Tahun
Dalam surat perjanjian kerangkeng Bupati nonaktif Langkat, disebutkan bahwa Terbit Rencana tak bertanggung jawab jika penghuni sakit dan meninggal.
TRIBUNLOMBOK.COM - Kasus kerangkeng manusia milik Bupati nonaktif Langkat, semakin menjadi sorotan.
Kini, terungkap surat perjanjian penghuni penjara milik Terbit Rencana Peranginangin tersebut.
Hal itu dibeberkan oleh Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi Pasaribu.
Menurut Edwin, keluarga penghuni diminta untuk menandatangani surat perjanjian.
Hal tersebut dilakukan ketika memasukkan anggota keluarga ke kerangkeng manusia yang dimaksud.
Sebelumnya, penjara itu disebut sebagai tempat rehabilitasi para pencandu narkoba.
Baca juga: Isi Surat Perjanjian Masuk Kerangkeng Bupati Langkat, Keluarga Harus Terima jika Tahanan Mati
Baca juga: Komnas HAM Temukan Kekerasan di Kerangkeng Manusia Bupati Langkat, Korban Meninggal Tak Cuma Satu

Ada beberapa poin yang disoroti oleh LPSK.
Termasuk poin di mana keluarga tak boleh menjemput penghuni selama batas waktu yang ditentukan.
Selain itu, pihak keluarga tak akan menuntut jika anggota keluarga mereka sakit atau meninggal dunia.
Edwin menyatakan, surat bermeterai itu ditandatangani oleh pengurus sel dan pihak keluarga penghuni kerangkeng.
Baca juga: Penampakan Kamar Mandi di Kerangkeng Manusia Bupati Langkat, 1 WC untuk Puluhan Penghuni
"Bahwa tak boleh dijemput.
Harus di situ satu setengah tahun.
Bahkan jika sakit dan meninggal tidak bertanggung jawab.
Dinyatakan dalam surat pernyataan tersebut pihak keluarga tidak akan menuntut apa pun.
Jadi hal-hal tersebut menurut kami cukup menjadi satu petunjuk yang mengarah pada perdagangan orang," kata Edwin saat konferensi pers di Medan pada Sabtu (29/1/2022) siang.
Tahanan meninggal
Edwin mengatakan, pernah ada penghuni yang meninggal saat mendekam di dalam kerangkeng milik Bupati Terbit.
Informasi ini berdasarkan aduan warga Langkat yang seorang anggota keluarganya meninggal saat berada di kerangkeng itu.
"Bahwa tak boleh dijemput, harus di situ satu setengah tahun dan bahkan jika sakit dan meninggal tidak bertanggung jawab dan dinyatakan dalam surat pernyataan tersebut pihak keluarga tidak akan menuntut apa pun.
Jadi hal-hal tersebut menurut kami cukup menjadi satu petunjuk yang mengarah pada perdagangan orang," katanya.
Peristiwa itu terjadi pada 2019.
Ketika keluarga mendatangi sel untuk menjemput korban, jenazah sudah dalam keadaan dimandikan dan dikafani untuk segera dikebumikan.
"Jadi dari pengakuan keluarga, korban meninggal karena alasan sakit asam lambung.
Setelah satu bulan berada di dalam, pihak pengelola rutan menelepon bahwa keluarganya meninggal dengan alasan sakit.
Namun, pihak keluarganya mencurigai ada kejanggalan kematian keluarganya," terangnya.
Temuan Komnas HAM

Berdasarkan penyelidikan sementara, Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Choirul Anam menyebutkan, mereka menemukan lebih dari satu orang meninggal dunia akibat dugaan penganiayaan di sel Bupati nonaktif Langkat.
Temuan itu dipastikan ada dan sudah dilaporkan.
Penyebab kematian karena mendapat penganiayaan selama ditahan di kerangkeng milik Terbit.
Menurut Choirul, fakta tersebut diperoleh dari pengakuan dan testimoni sejumlah orang yang diyakini pernah melihat peristiwa itu.
Adapun korban yang mendapat penganiayaan itu adalah mereka yang baru masuk kerangkeng selama empat sampai enam pekan pertama.
Penganiayaan terjadi karena korban melawan.
"Jadi kami menelusuri, kami dapat (temuan korban meninggal).
Teman-teman polda menelusuri juga dapat (korban meninggal) dengan identitas korban yang berbeda," ungkapnya.
"Jangan tanya siapa namanya, jumlahnya, karena memang sedang berproses.
Jadi faktanya (hilangnya nyawa korban) sangat solid," tuturnya.
Saat ditanya kapan terakhir ada korban meninggal dunia, Choirul menjawab singkat.
"Tidak sampai satu tahun (dari temuan ini)," terangnya seperti dikutip dari Tribunnews.com dengan judul: Korban Tewas di Kerangkeng Rumah Bupati Langkat Lebih dari 1 Orang, LPSK Temukan Kejanggalan.
(Tribunnews)