Kerangkeng Manusia Bupati Langkat Ternyata Pernah Disurvei BNN, Ajukan Izin Tapi Tak Lengkapi Berkas
Mirisnya, tahun 2017 silam, tempat itu rupanya pernah didatangi Badan Narkotika Nasional (BNN).
TRIBUNLOMBOK.COM - Fakta demi fakta mengenai kerangkeng manusia di belakang halaman rumah Bupati Langkat akhirnya terkuak.
Mirisnya, tahun 2017 silam, tempat itu rupanya pernah didatangi Badan Narkotika Nasional (BNN).
Untuk apa BNN datang dan tidak melakukan tindakan apa pun?
Sejumlah fakta baru terungkap terkait kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Peranginangin.
Belakangan disebut, kerangkeng manusia adalah tempat rehabilitasi penyalahgunaan narkoba.
Namun statusnya ilegal alias tanpa izin.
Soal temuan ini, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BNN Kabupaten Langkat, Rosmiyati memberikan penjelasannya.
Baca juga: Bupati Langkat Pernah Ungkit Kerangkeng Manusia di Rumahnya, Sebut untuk Pembinaan Pecandu Narkoba
Baca juga: Ada Sejak 2012, Kerangkeng di Rumah Bupati Langkat Awalnya untuk Rehab, Ada yang Dititipkan Orangtua
Ia mengatakan, beberapa tahun lalu, Terbit Rencana Peranginangin alias Cana memang sempat mengajukan permohonan menjadikan penjara tersebut untuk lokasi rehabilitasi penyalahgunaan narkoba.
"Yang kami tahu, tahun 2017 kami sudah survei ke tempat itu," kata Rosmiyati saat melakukan pertemuan di Kantor Camat Kuala, di Jalan Binjai-Kuala, Selasa (25/1/2022).
Akan tetapi, setelah pertemuan pada beberapa tahun silam, Cana melalui adiknya bernama Sri Bana tidak melengkapi berkas untuk izin lokasi rehab tersebut.
"Tidak layaknya, karena mereka belum punya izin. Kasi Rehab sudah menyerahkan (persyaratan) kepada adik bupati, dan sudah dikelola oleh adiknya Sri Bana saat itu," ungkapnya.
Ia mengatakan, seluruh berkas sudah diminta untuk dilengkapi, akan tetapi Terbit Rencana Peranginangin juga tidak mengindahkannya.
Semua kami minta untuk dilengkapi seluruh berkasnya. Sampai sekarang tidak ada koordinasi dengan kami terkait tempat itu," jelasnya.
Dirinya juga enggan memberikan penjelasan, mengenai adanya orang yang disiksa di lokasi rehab. Lantaran, penghuni kerangkeng terlihat mengalami luka lebam pada wajah.
Bermoduskan lokasi rehab, diduga perbudakan modern dan perdagangan manusia terjadi di tempat itu.
Dari pertemuan di Kantor Camat, kata dia, hanya delapan orang yang mengaku sebagai penyalahgunaan narkoba.
Sisanya, ia tidak tahu dimana keberadaannya.
Saya tidak tahu, dimana mereka semua. Mereka sudah tidak lagi berada di dalam," katanya.
Dari pengakuan orang di kediaman Cana, kata dia, ada 48 orang yang menghuni dua sel.
Saat melakukan peninjauan bersama dengan Polres Langkat, ia melihat penghuninya.
Akan tetapi, dirinya tidak mengetahui kemana para penghuni sel di dalam kediaman pribadi Bupati Langkat Terbit Rencana Peranginangin.
"Kami mendengar dari pengawas ada 48 orang yang dibagi dalam dua kamar. Pada saat kami datang, mereka di dalam. Dan kami pulang sudah tidak tahu bagaimana kabarnya," ungkapnya.
Katanya Ada yang Titipan Orangtua
Berdasarkan informasi yang beredar, penjara itu sudah ada sejak 2012.
Baca juga: Diduga Lakukan Perbudakan Manusia, Bupati Langkat Terbit Rencana Punya Harta Puluhan Miliar
Baca juga: Kondisi Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat, Besi Masih Kokoh & Digembok, Pekerja Penuh Lebam

Awalnya, penjara itu dijadikan sebagai tempat rehabilitasi.
Bahkan, ada orangtua yang menitipkan anaknya ke sana karena kenakalan remaja.
"Ternyata kerangkeng itu sudah ada sejak 2012.
Informasi awal dijadikan tempat rehabilitasi untuk orang atau masyarakat yang kecanduan narkoba atau ada yang dititipkan orangtuanya terkait kenakalan remaja," kata Kabid Humas Polda Sumut Kombes Hadi Wahyudi, Senin (24/1/2022) sore.
Baca juga: Mata Berkaca-kaca & Raut Wajah Ketakutan 40 Korban Kerangkeng Manusia Bupati Langkat saat Ditemukan
Ukuran 6x6 meter
Hadi menjelaskan, ada dua kerangkeng manusia di rumah Bupati nonaktif Langkat yang berukuran 6x6 meter.
Kedua sel itu diisi 27 orang yang setiap hari bekerja di kebun sawit.
Saat pulang bekerja, mereka akan dimasukkan ke dalam kerangkeng lagi.
"(Saat ini) mereka masih ada di situ (kerangkeng)," katanya.
Menurut polisi, 27 orang tersebut diantarkan sendiri oleh orangtua masing-masing.
Bahkan, para orangtua dan menandatangani surat pernyataan.
"Mereka datang ke situ diantarkan oleh orangtuanya dengan menandatangani surat pernyataan.
Isinya antara lain, direhabilitasi, dibina dan dididik selama 1,5 tahun.
Mereka umumnya adalah warga sekitar lokasi," kata Hadi.
Baca juga: Bupati Langkat Diduga Lakukan Perbudakan Manusia, LSM: Ada 2 Sel di Rumahnya untuk Kurung 40 Pekerja
Belum ada izin
Dijelaskan Hadi, pada 2017, BNNK Langkat sudah sempat berkoordinasi dengan Terbit Rencana Perangin-Angin, jika memang dijadikan tempat rehabilitasi harus ada perizinannya.
"Namun, sampai detik ini belum ada (perizinannya) dan saat ini sedang didalami oleh tim gabungan," katanya.
Dikatakannya, hal-hal yang berkembang saat ini masih digali informasinya di lapangan.
"Selnya ada.
Ruang tahanan itu ada, betul dan ini yang sedang didalami tim.
Tim sudah meminta keterangan dua penjaga di tempat itu," ungkap Hadi.
Diduga disiksa dan tak digaji
Dugaan tindak perbudakan manusia itu pertama kali diungkap oleh Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat (Migrant Care).
Menurut Migrant Care, pihaknya menerima laporan adanya kerangkeng manusia serupa penjara, yakni berupa besi yang digembok, di dalam rumah Terbit.
Baca juga: Bupati Langkat Diduga Lakukan Perbudakan Manusia, LSM: Ada 2 Sel di Rumahnya untuk Kurung 40 Pekerja
Diduga, kerangkeng itu digunakan sebagai penjara bagi para pekerja sawit yang bekerja di ladang bupati tersebut.
"Kerangkeng penjara itu digunakan untuk menampung pekerja mereka setelah mereka bekerja.
Dijadikan kerangkeng untuk para pekerja sawit di ladangnya," kata Ketua Migrant Care Anis Hidayah, Senin (24/1/2022).
Anis mengungkapkan, ada dua sel dalam rumah Terbit yang digunakan untuk memenjarakan sekitar 40 orang pekerja.
Jumlah pekerja itu kemungkinan besar lebih banyak daripada yang saat ini telah dilaporkan. Mereka disebut bekerja sedikitnya 10 jam setiap harinya. Selepas bekerja, mereka dimasukkan ke dalam kerangkeng, sehingga tak memiliki akses keluar seperti dikutip dari Kompas.com dengan judul "Kisah Manusia dalam Kerangkeng Rumah Bupati Nonaktif Langkat, Datang Diantar Orangtua, Bekerja Tanpa Gaji, Diduga Disiksa".
Para pekerja bahkan diduga hanya diberi makan dua kali sehari secara tidak layak, mengalami penyiksaan, dan tak diberi gaji.
"Mereka tentu tidak punya akses komunikasi dengan pihak luar. Mereka mengalami penyiksaan, dipukul, lebam, dan luka," ujar Anis.
"Selama bekerja, mereka tidak pernah menerima gaji," ungkapnya.
Migrant Care menilai bahwa situasi ini jelas bertentangan dengan hak asasi manusia, prinsip-prinsip pekerjaan layak yang berbasis HAM, dan prinsip antipenyiksaan.
(Kompas/ Kontributor Medan, Dewantoro/Fitria Chusna Farisa)